Jakarta, ILLINI NEWS – Selama 10 tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo, pemerintah Indonesia gencar menarik aktivitas industri digital ke Tanah Air. Pemerintahan Jokowi telah memperkenalkan dua peraturan yang memaksa platform digital untuk beroperasi di dalam negeri dan menampung data secara lokal.
Salah satu isu terbesar dalam ekonomi digital adalah munculnya model bisnis baru yang disebut “bisnis OTT”, yaitu platform online yang menghasilkan pendapatan melalui penggunaan infrastruktur Internet. Hampir semua perusahaan OTT adalah raksasa teknologi global yang memilih untuk menjalankan operasinya dari jarak jauh.
Dampaknya, perusahaan seperti Google, Facebook, dan Netflix bisa menghasilkan uang di Indonesia tanpa mempekerjakan pekerja lokal atau membayar pajak di sana. Data milik dan tentang WNI sebenarnya disimpan di tempat lain.
Pesatnya pertumbuhan bisnis digital yang sebagian besar dikuasai asing, menjadikan masyarakat Indonesia hanya sebagai konsumen, menjadi salah satu faktor yang mendorong Presiden Joko Widodo mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 17. Nomor 71, 2019.
Berdasarkan peraturan tersebut, semua platform digital yang tergolong “operator sistem elektronik” harus mendaftar. Salah satu syarat pendaftarannya adalah harus memiliki perwakilan di RI.
Ketentuan ini benar-benar membuat heboh internet Indonesia. Ancaman pemerintah untuk memblokir aplikasi dan situs web milik perusahaan asing yang “nakal” sering kali diremehkan. Namun, pemerintah tidak berubah dan secara konsisten mewajibkan semua perusahaan swasta asing untuk mendaftar.
Bayangkan jika tidak ada sistem registrasi di Indonesia, semua perusahaan swasta akan beroperasi tanpa pengawasan, koordinasi dan pencatatan. Oleh karena itu, jika terjadi aktivitas ilegal di wilayah hukum Indonesia, akan sulit bagi kami untuk berkoordinasi dengan perusahaan swasta . Dedy Permadi di gedung Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Kominfo menambahkan, tujuan lain dari kewajiban pendaftaran PSE di kalangan swasta adalah kesetaraan, termasuk kewajiban perpajakan. Tanpa kesetaraan, akan semakin sulit bagi platform lokal yang diciptakan oleh anak-anak Tiongkok untuk bersaing dengan platform milik perusahaan besar Tiongkok dan Amerika.
Kombinasi peraturan pendaftaran PSE yang dikeluarkan Kominfo dan peraturan perpajakan yang dikeluarkan Kementerian Keuangan berhasil membuat pemerintah Indonesia tidak mendapat pemasukan dari kegiatan ekonomi digital.
Secara spesifik, mulai 1 Juli 2020, Kementerian Keuangan dan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mulai mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 10% terhadap seluruh produk digital. Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 48 Tahun 2020.
Artinya, terhitung sejak aturan tersebut berlaku, seluruh perusahaan digital yang bertransaksi melalui Sistem Elektronik yang Beroperasi di Indonesia (PMSE), seperti Netflix dan Google, wajib membayar PPN.
Berdasarkan laporan terbaru DJP, nilai pajak pertambahan nilai (PPN) Perdagangan Sistem Elektronik (PMSE) mencapai Rp 6,14 triliun. Pajak tersebut akan dipungut dari total 168 PMSE pada September 2024.
Sedangkan penerimaan pajak mata uang kripto mencapai Rp 446,92 miliar per September 2024 (year-to-date). Fintech pajak (P2P lending) juga menyumbang penerimaan pajak sebesar Rp 1,02 triliun (YTD).
Penerimaan pajak dari usaha ekonomi digital lainnya berasal dari penerimaan pajak SIPP sebesar Rp 863,6 miliar. Sementara pada tahun 2020, total pajak pertambahan nilai unit usaha ekonomi digital mencapai Rp 28,91 triliun.
Tidak di PP. 71/2009 Pemerintah juga mewajibkan data disimpan di dalam negeri. Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik Publik (PSE) wajib mengelola, mengolah, dan menyimpan sistem/data elektronik di Indonesia.
Pada prinsipnya, data yang relevan dengan kepentingan sektor publik harus berlokasi di dalam negeri, sehingga memudahkan pemantauan dan pertukaran data.
Bagi swasta, kewajiban menyimpan data pasar dalam negeri hanya berlaku pada data transaksi keuangan. Namun kebijakan “onshoring” data ini cukup kuat untuk mendorong kesejahteraan industri data center RI.
Pertumbuhan industri data center terlihat dari perusahaan data center dalam negeri yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Harga saham PT DCI Indonesia Tbk. Perusahaan ini diluncurkan pada tahun 2021 dengan harga awal Rp 420 dan harga per saham saat ini Rp 46.450. Keberhasilan DCI menarik perusahaan besar Indonesia lainnya seperti Sinar Mas Group dan Salim Group untuk berinvestasi di industri data center.
PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk. Melalui NeutraDC, kami juga aktif membangun jaringan pusat data di wilayah non-perkotaan. Begitu pula dengan PT Indosat Tbk. Saat ini, perusahaan sedang berupaya meletakkan landasan bagi pengembangan teknologi kecerdasan buatan melalui kerja sama dengan NVIDIA.
Pengeluaran untuk pembangunan dan pengembangan pusat data di Jakarta dan sekitarnya diperkirakan mencapai US$395 miliar pada tahun 2023, tumbuh pada tingkat pertumbuhan tahunan gabungan (CAGR) sebesar 22,3% hingga tahun 2028. Angka-angka tersebut mencerminkan pertumbuhan permintaan kapasitas pusat data yang luar biasa, yang diperkirakan akan melonjak dari sekitar 151,5 MW menjadi 462,8 MW pada tahun 2028.
Namun pekerjaan rumahnya masih sangat panjang. Kabarnya, data WNI yang digunakan perusahaan asing seperti TikTok dan Instagram masih disimpan di luar negeri karena tidak perlu disimpan di dalam negeri. Celah ini kabarnya akan ditutup melalui revisi yang mengharuskan seluruh data WNI disimpan di Indonesia.
Di bidang data, pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Partai Demokrat juga telah mengesahkan undang-undang perlindungan data pribadi. RUU PDP disebut-sebut akan membuka era baru pengelolaan data pribadi di Tanah Air, khususnya di ranah digital.
RUU PDP memberikan sanksi berat bagi perusahaan yang tidak melindungi data pribadi WNI, termasuk denda berdasarkan pendapatan kotor perusahaan.
Fondasi yang dibentuk oleh kepastian hukum yang ditetapkan oleh UU PDP dan “penegakan” PP 71/2019 diharapkan dapat menjadi struktur yang kokoh bagi ekonomi digital Indonesia.
Indonesia yang sebelumnya hanya menjadi konsumen yang “diperas” oleh raksasa teknologi, harusnya bisa memulai proses “hilirisasi digital” dan bertransformasi menjadi salah satu pusat ekonomi digital global. (dem/dem) Simak video berikut: Video: Inovasi AI Hub dan Vertiv perkuat infrastruktur digital RI Artikel berikutnya Rebut sumber pendanaan baru RI Krisis besar mengancam Malaysia