Jakarta, ILLINI NEWS – Bursa Efek Indonesia (BEI) telah menyampaikan pandangannya terhadap Rencana Kinerja Bank Rakyat (BPR). OJK sebelumnya telah meminta BPR untuk melakukan penawaran umum perdana (IPO).
Saat ini BPR belum berencana melakukan penawaran umum perdana (IPO), kata I Gede Nyoman Yetna, Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia (BEI). Meski demikian, pihaknya masih melakukan kontak dengan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) terkait IPO BEI.
Nyoman menjelaskan, BEI mulai mempersiapkan BPR sejak beberapa tahun lalu. Pihaknya dalam beberapa tahun terakhir aktif menggelar pertemuan dengan asosiasi atau asosiasi BPR.
“Kami telah mengadakan rapat umum pada rapat tahun 2023 dan 2024,” kata Njörman kepada wartawan di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Kamis (1/2/2025).
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 7 Tahun 2024 (POJK 7/2024) tentang Bank Rakyat Rakyat (BPR) dan Bank Rakyat Syariah (BPRS). Salah satu kebijakan strategis dari aturan baru tersebut adalah agar BPR/BPRS dapat dicatatkan di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Diane Ediana Ray, Direktur Eksekutif Regulator Perbankan OJK, mengatakan kebijakan tersebut merupakan turunan dari UU P2SK. Namun penawaran umum perdana (IPO) tidak harus dilakukan melalui BPR dan perlu memperhatikan beberapa aturan seperti memiliki modal Rp 80 miliar dan tingkat kesehatan yang memadai.
Di sisi lain, Tedi Alamsyah, Ketua Umum Perhimpunan Perbankan Ekonomi Rakyat Indonesia (Perbarindo), mengatakan kebijakan tersebut merupakan “pemanis” bagi peserta BPR dan diharapkan memberikan penghargaan bagi mereka yang menerapkan tata kelola yang baik dan memiliki tenaga profesional perbankan yang bermodal kuat. .
Teddy menjelaskan di Hotel Raffles, Senin (20/5/2024): “Pemanis sebenarnya bukan sekedar IPO, selain penguatan atau penambahan dana baru juga berbicara tentang tata kelola dan keterbukaan setelah transparansi. Jadi itu akan terjadi. lebih profesional.
Namun, perusahaan perlu memperhatikan beberapa aturan saat go public. Teddy menegaskan, salah satu kriteria IPO adalah perlunya modal dalam jumlah besar.
Ia lantas mengatakan, sudah melihat aturan emiten wajib membagikan dividen selama 10 tahun terakhir. Oleh karena itu, industri BPR harus memperhatikan peraturan tersebut.
Padahal Teddy mengatakan industri di ibu kota sudah siap IPO dari segi permodalan. Namun, untuk memiliki hak suara di bursa, pemegang saham juga membutuhkan tata kelola dan transparansi.
“Kalau soal kesiapan, kalau saya lihat dari segi permodalan, saya kira teman-teman (pelaku industri BPR) sudah siap. Tapi kalau bicara IPO, ada aturan POJK, tapi ada juga aturan soal saham. pertukaran itu sendiri adalah apa yang saya pikirkan dan apa yang saya butuhkan di masa depan,” tambahnya.
Terkait teknis kebijakan strategis tersebut, industri BPR masih menunggu aturan turunan atau surat edaran (SE). Tedi mengaku mengusulkan modal inti minimal yang dibutuhkan untuk IPO BPR adalah Rp 50 miliar. Namun, kata dia, OJK menetapkan Rp 80 miliar.
Ia mengatakan, saat ini terdapat puluhan BPR yang bermodal Rp 80 miliar. Namun sejauh ini belum ada anggota Perbarindo yang mengungkapkan rencana IPO secara terbuka. (mkh/mkh) Simak video di bawah ini: Video: Cari modal kerja BRRC berencana kumpulkan Rp 61,2 miliar lewat IPO Artikel berikutnya Daftar Bank Gagal Terbaru di RI: 14 Diam-diam Tutup