illini news Trump Menang, BI Langsung ‘Siaga I’

Jakarta, ILLINI NEWS – Terpilihnya Donald Trump sebagai presiden Amerika Serikat (AS) akan menimbulkan kekhawatiran di pasar keuangan domestik.

Bank Indonesia (BI) hari ini (20/11/2024) mengumumkan hasil Rapat Dewan Pengurus (RDG) dan juga mempertahankan suku bunga di level 6%.

Sekadar informasi, BI rate pada Oktober 2024 kembali mencapai level 6%. BI rate sudah tiga kali berada di level 6%, yakni pada September, Oktober, dan November 2024. Saat ini, pada Agustus 2024, BI rate berada di level 6,25%.

Selain itu, Gubernur BI Perry Warjiyo menyoroti beberapa hal penting pasca kemenangan Trump.

1. Kebijakan ekonomi dan politik

Perry mengatakan, kebijakan ekonomi dan politik Amerika Serikat ke depan harus dipertimbangkan dari dalam, yaitu agenda dalam negeri. Oleh karena itu, AS tidak akan ragu untuk kembali menerapkan tarif tinggi. 

“Negara-negara mitra akan menuntut tarif perdagangan yang tinggi, terutama pada negara-negara yang memiliki saldo besar dengan AS,” kata Perry dalam paparannya pada rapat Dewan Gubernur (RDG), Rabu (20/11/2024).

Negara-negara tersebut termasuk Tiongkok, Uni Eropa, Meksiko dan negara-negara lain termasuk Vietnam.

Perry mengatakan tarif perdagangan akan dimulai pada Fase II-2025. Misalnya, Uni Eropa mengenakan tarif 25% untuk baja, aluminium, mobil, dan lain-lain. Saat ini, tarif perdagangan dengan Tiongkok sebesar 25% untuk mesin listrik dan kimia.

Selain itu, fragmentasi perdagangan dan tuntutan tarif yang tinggi akan menyebabkan perekonomian negara-negara tersebut terpuruk.

“Tiongkok yang saat ini sedang melambat, kemungkinan besar akan melambat lagi, dan Uni Eropa yang saat ini sedang tumbuh tidak akan tumbuh dan pertumbuhan ekonomi global akan melambat,” kata Perry.

Bagi perekonomian AS sendiri, kebijakan Trump akan berdampak jika ia menawarkan pemotongan pajak atau tax cut.

“Untuk pengurangan pajak orang pribadi kemungkinannya 3%, korporasi 21%. Ini adalah data yang kami kumpulkan selama ini, namun akan terus berkembang. Intinya kebijakan ekonomi lebih fokus ke dalam negeri. untuk menstimulasi perekonomian dan pajak, lalu kebijakan keuangan,” kata Perry.

2. Tingkat inflasi akan menurun

Saat ini, Indeks Harga Konsumen (CPI) AS sebesar 2,6% year-on-year/year pada bulan Oktober 2024. Angka ini lebih tinggi 0,2 poin persentase dibandingkan periode sebelumnya sebesar 2,4% secara tahunan.

“Seiring membaiknya perekonomian AS, deflasi akan lebih lambat dibandingkan inflasi AS,” jelas Perry.

Sehingga pemotongan suku bunga yang dilakukan bank sentral Amerika (Fed) juga dinilai lebih rendah. BI memperkirakan Fed fund rate (FFR) kemungkinan akan dipangkas sebesar 25 basis poin (bps) pada Desember 2024.

Sedangkan pada tahun 2025, BI menyatakan akan turun dulu sebesar 75-100 bps, saat ini diperkirakan turun 50 atau dua bps.

3. Anggaran AS akan bertambah

BI memperkirakan defisit akan meningkat menjadi 7,7% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Angka ini lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya sebesar 6,5% PDB untuk menstimulasi perekonomian dalam negeri.

“Semakin besar defisit anggaran, maka utangnya juga semakin besar. Kalau utangnya semakin besar, berarti UST (US Treasury) yang hari itu sudah turun, sudah mulai naik,” ujarnya.

“Perkiraan kami untuk UST 2 tahun saat itu adalah 3,7% – 3,8%, tapi sekarang menjadi 4,3% dan kemungkinan akan naik menjadi 4,5% pada tahun depan,” kata Perry.

Sedangkan untuk 10 tahun, Perry mengatakan tahun depan akan naik menjadi 4,7%. Hal ini terjadi karena kebijakan moneter ekspansionis.

4. Pemulangan pemilik ke Amerika

Dengan kebijakan fiskal ekspansif, utang pemerintah AS meningkat. Artinya, imbal hasil UST akan meningkat seiring kenaikan dalam jangka panjang 10 tahun dan kenaikan FFR dalam jangka pendek.

“Dengan begitu (FFR lebih rendah dan UST lebih tinggi), maka akan terjadi pergeseran minat investor ke AS,” kata Perry.

“Karena AS punya rekening bank, UST akan menjadi besar, jadi akan kembali ke sana dan dolar akan menjadi kuat,” kata Perry.

5. Kekuatan dolar

Perry mengatakan RDG US Dollar Index (DXY) bulan Oktober masih di angka 103 dan menuju ke angka 101. Pada bulan November ini, DXY akan naik ke angka 106.

“Sekarang 106, lebih tinggi, penguatan dolar meluas ke mata uang seluruh dunia. Negara-negara emerging, apalagi negara berkembang, indeks dolar mata uang utama DXY melemah ke 103, menuju ke 102.101, menguat lagi setelah pemilu. Sekarang 106 lebih tinggi ke 106.5,” pungkas Perry.

Dengan naiknya DXY, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS bisa saja terkoreksi dan semakin sulit untuk menguat kembali.

Apa yang BI lakukan?

Menyikapi perkembangan saat ini dan masa depan, Perry mengatakan BI terus fokus pada kebijakan moneter yang bertujuan memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah dari dampak globalisasi terhadap pertumbuhan politik dan ekonomi serta perkembangan politik di AS.

“Seperti yang telah kita baca sebelumnya mengenai suku bunga BI, kami akan terus fokus pada pergerakan nilai tukar rupiah dan prospek inflasi, serta perkembangan data dan mengembangkan motivasi untuk mengendalikan ruang lingkup penurunan suku bunga BI lebih lanjut, oleh karena itu, terbuka, tapi sangat bergantung,” kata Perry.

Mengingat situasi saat ini, ruang untuk menurunkan suku bunga BI lebih kecil dibandingkan masa lalu.

Pendekatan yang dilakukan BI adalah terus melakukan stabilisasi nilai tukar rupiah melalui intervensi pasar valas, optimalisasi SRBI, dan pembelian SBN dari pasar sekunder.

RISET ILLINI NEWS

[dilindungi email] (komentar/pendapat)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *