berita aktual Masa Depan Sistem Pembayaran Indonesia

Catatan: Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan belum tentu mencerminkan pendapat dewan redaksi illinibasketballhistory.com.

Bank Indonesia (BI) mempunyai banyak fungsi penting di bidang keuangan dan keuangan. Fungsi penting tersebut dapat dirangkum dalam tiga hal utama, yaitu menjaga stabilitas nilai rupiah, menjaga stabilitas sistem pembayaran, dan membantu menjamin stabilitas sistem keuangan. Tujuannya jelas, untuk mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.

Transaksi digital meningkat secara eksponensial karena era berbasis platform dan ekonomi. Lihat, banyak perusahaan “transportasi” saat ini bahkan tidak memiliki mobil tetapi memiliki jutaan pelanggan, beberapa perusahaan tidak memiliki akomodasi, termasuk pengecer kelas atas yang tidak memiliki inventaris. Fenomena ekonomi ini hanya bisa terjadi di era digital, yang bahkan tidak terpikirkan oleh para ekonom masa lalu.

Era ini mendorong peralihan sistem pembayaran dari tunai (kertas dan logam) dan berbasis kertas (cek, bilyet giro, nota kredit/debit) menjadi “berbasis kartu” (termasuk kartu ATM, kartu kredit, pembayaran elektronik berbasis kartu). . “Sistem server” yang menggunakan platform aplikasi (pembayaran seluler dengan memindai kode QR).

Artikel ini membahas salah satu tugas utama Bank Indonesia di era ekonomi digital, yaitu “menjaga stabilitas sistem pembayaran” seiring dengan perubahan struktur penduduk Indonesia.

Ekonomi Digital Perkembangan ekonomi digital di Indonesia dipengaruhi oleh perubahan demografi generasi Baby Boomer (1946-1964) dan Gen 2013-sekarang).

Struktur penduduk Indonesia saat ini didominasi oleh masyarakat pada kelompok usia paruh baya dan akan terus bertambah seiring dengan meningkatnya tingkat partisipasi ekonomi antara generasi milenial (25,87% setara dengan 69,9 juta jiwa), generasi Z (27,49% setara dengan 75,49 juta jiwa). dan Generasi Alfa (10,88% setara dengan 29,9 juta jiwa). Saat ini, hampir seluruh Gen Z berpartisipasi dalam perekonomian nasional, dan Gen Alpha akan segera menyusul.

Pada tahun 2030, diperkirakan lebih dari 60% penduduk Indonesia akan didominasi oleh masyarakat pada usia prima (di bawah 50 tahun), yang sangat paham tentang uang dan transaksi digital. BI memperkirakan volume transfer rekening akan tumbuh signifikan pada tahun 2030, meningkat 14 kali lipat dibandingkan volume transfer pada tahun 2022.

Statistik BI tentu mempunyai landasan yang kuat. Banyak indikator yang menunjukkan tren ini. Misalnya peningkatan jumlah penjualan melalui saluran digital hingga 277% (antara 2019-2023), nilai mata uang digital Indonesia mencapai 59.410,73 triliun rupiah (meningkat 116,6% dibandingkan tahun 2019), dan sudah hampir sekitar 90 .% industri perbankan Indonesia Terdapat saluran digital. Dampak pandemi Covid-19 dan penerapan Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2025 oleh Bank Indonesia juga mempercepat laju ekonomi digital.

Demografi dan perkembangan ekonomi Indonesia diprediksi menjadi dua faktor utama yang mendorong pertumbuhan transaksi digital Tanah Air di masa depan. Inovasi layanan pembayaran digital harus berkembang seiring masuknya Gen-Z dan Gen Alpha dalam perekonomian nasional di tahun-tahun mendatang. Sistem pembayaran ke depan harus mampu mengikuti pola perilaku kedua generasi tersebut.

Kemajuan fintech dan e-commerce telah membuka ruang bagi banyak perusahaan start-up (termasuk pelaku perbankan) untuk memasuki pasar dan menawarkan metode pembayaran yang lebih cepat, aman, dan efisien. Selain itu, penerimaan dan transaksi mata uang kripto juga terus meningkat.

Di sisi lain, negara-negara internasional berupaya meningkatkan kualitas layanan pembayaran lintas negara, salah satunya diwujudkan dalam sistem Koordinasi Pembayaran Regional (RPC) di tingkat ASEAN. Rencana Pembayaran Indonesia tahun 2030 harus mencakup banyak hal di masa depan. Ekonomi digital Indonesia telah tumbuh secara signifikan sejak wabah Covid-19. BI telah membangun beberapa struktur pendukung dalam BSPI 2025 untuk mengembangkan ekonomi digital di Indonesia. Pertumbuhan tersebut semakin meningkat dan terasa ketika pandemi Covid-19 melanda yang memaksa banyak transaksi keuangan beralih dari tunai ke digital (cashless).

Penyelenggaraan BSPI 2025 berjalan sesuai rencana dan berhasil mendukung Indonesia memasuki era transaksi digital. Saat ini, sistem pembayaran digital yang dibangun BI sudah banyak menjadi bagian dari transaksi digital sehari-hari.

Misalnya BI-Fast, SNAP dan QRIS yang banyak digunakan di masyarakat. QRIS juga telah berevolusi untuk memungkinkan transaksi digital lintas batas dan terus memperbarui fitur-fiturnya (seperti transfer, penyetoran, dan penarikan).

Beberapa skenario implementasi BSPI 2025 yang paling menonjol antara lain: (1) integrasi digital tumbuh secara eksponensial, (2) perbankan digital semakin meningkat, (3) bank dan fintech semakin terhubung, dan (4) Jumlah pengguna QRIS dan Pedagang semakin bertambah.

Sementara itu, BI telah menciptakan BSPI 2030 untuk mendukung transaksi digital yang lebih aman dan efisien. Visi BSPI 2030 memiliki lima unsur dasar yang dapat diuraikan sebagai berikut.

Pertama, mendukung integrasi ekonomi digital nasional untuk menjamin peran bank sentral dalam kebijakan moneter, kebijakan moneter, dan stabilitas sistem keuangan, termasuk mendorong inklusi keuangan.

Kedua, digitalisasi bank sebagai institusi utama ekonomi keuangan digital melalui pembukaan bank dan pemanfaatan teknologi dan informasi digital dalam transaksi bisnis. Ketiga, memastikan kerja sama antara fintech dan perbankan untuk menghindari ancaman shadow-banking melalui program teknologi digital (seperti API), kemitraan bisnis, dan kepemilikan perusahaan.

Keempat, inovasi dan perlindungan konsumen, integritas dan stabilitas serta persaingan usaha yang efektif melalui penerapan KYC dan APU-PPT, menggunakan regtech dan suptech dalam keterbukaan dan pelaporan wajib informasi/informasi/bisnis publik, tata tertib dan kewajiban. peduli.

Terakhir, menjamin kepentingan nasional dalam ekonomi digital antar negara melalui kewajiban melaksanakan seluruh transaksi internal dalam negeri dan kerjasama antara pekerja asing dan pekerja rumah tangga dengan mempertimbangkan besarnya kebetulan.

Kelima tujuan tersebut menunjukkan bahwa Visi BSPI 2030 mengutamakan upaya mendukung ekonomi digital secara berkelanjutan dan berkesinambungan untuk menjamin peran BI dalam distribusi keuangan, kebijakan moneter, dan stabilitas sistem keuangan.

BI BSPI 2030 memperkuat kerangka lima elemen penting pendukung sistem pembayaran, yaitu: (1) infrastruktur (infrastruktur data, BI RTGS Gen-3, Payment Processing, Rapid Payment Industry, BI Fast), (2) industri (design of sistem industri sistem pembayaran dan reformasi struktural), (3) inovasi (inovasi, perluasan dan perluasan pendidikan), (4) internasional (memperluas integrasi pembayaran antar negara melalui integrasi QR, pembayaran cepat dan RTGS), dan (5) Rupiah Digital (eksperimen yang fokus pada pengembangan transaksi digital Rupiah).

Secara umum kelima aspek penting tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. Penguatan sektor infrastruktur berarti menciptakan infrastruktur digital yang fleksibel dan terhubung. Cara strategis untuk memperkuat aspek ini adalah dengan mampu mengembangkan perangkat informasi sebagai barang publik untuk memperkuat keselamatan perdagangan dan mendukung implementasi kebijakan.

Penguatan aspek kedua (industri) adalah terciptanya sistem pembayaran yang efisien bagi industri dan terjaminnya penyaluran dana melalui BI. Penguatan faktor ketiga (inovasi) berarti meningkatkan kerja sama antara BI dan industri untuk meningkatkan inovasi dan adopsi dengan tetap menyeimbangkan perlindungan konsumen, integritas, stabilitas, dan persaingan usaha yang sehat.

Penguatan aspek keempat (internasional) fokus pada fasilitasi dan peningkatan kerja sama antar negara melalui integrasi sistem pembayaran yang dikembangkan BI. Terakhir, program Rupiah Digital bertujuan untuk meningkatkan pengujian dengan fokus pada replikasi operasi pasar grosir dan pendalaman pasar keuangan melalui proyek Garuda.

BSPI 2030 Implementasi Roadmap BSPI 2030 akan dimulai pada tahun 2025. Pada fase pertama ini, dilakukan perancangan industri pembayaran yang cepat, reformasi regulasi, pengembangan dan adopsi (QRIS Nusantara, KKI, Hackathon), dan implementasi startup rupiah (keamanan) digital. . Langkah pemindaian laser).

Implementasi tahap kedua akan dimulai pada tahun 2026. Kedepannya BI Go Live BI-Biyan Diya, Pay Balance (Go Live BI-Biyan Biyan dan Full Quality ISO 20022), Anggota Sistem Pembayaran Sistem Pembayaran akan mulai melakukan pemulihan. . Business sharing, integrasi bank-fintech, pengembangan fitur QRIS, kampanye/edukasi (literasi dan perlindungan konsumen), pengembangan kolaborasi (pembayaran QR lintas batas), dan rupiah digital akan dibahas selama periode peninjauan kontrak pintar.

Implementasi BSPI 2030 memasuki fase ketiga (final) pada tahun 2027 hingga tahun 2030. Pada fase ini implementasinya meliputi Go-Live Penguatan BI-Fast, Go-Live BI-RTGS Gen-3, ISO 20022 Fully Flagged, Go-Live . BI -Informasi Pembayaran, ID Pembayaran Go-Live, BIDIC, Pembayaran Instan dan Pembayaran Grosir. Saat ini rupee digital sudah memasuki masa eksplorasi frontier.

PELUANG DAN TANTANGAN Penerapan sistem pembayaran yang dapat memenuhi kebutuhan di masa depan tentu akan menghadapi banyak tantangan (selain peluang). Masa depan usia kerja Indonesia, potensi pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam lima tahun ke depan, berkembangnya integrasi pembayaran internasional yang efisien, serta berkembangnya AI dan berkembangnya teknologi machine learning baru tentunya merupakan peluang yang akan sangat membantu dalam hal ini. implementasi dan BSPI 2030.

Selain peluang yang ada, BI juga harus melihat banyak tantangan. Anggap saja meningkatnya tingkat risiko dunia maya memerlukan tingkat keamanan dan kepemilikan data yang lebih baik. Meningkatnya penipuan dan transaksi ilegal memerlukan perbaikan dalam desain sistem pembayaran di masa depan.

Persoalan perlindungan konsumen yang masih menjadi topik hangat di era bisnis saat ini sudah selayaknya mendapat prioritas dari pihak yang berwenang. Terakhir, kesenjangan literasi digital di masyarakat Indonesia menjadi masalah besar karena ukuran geografis Indonesia, serta belum meratanya infrastruktur digital di perkotaan dan pedesaan.

Tantangan-tantangan tersebut memerlukan koordinasi dan kerja sama dengan berbagai instansi, termasuk kementerian dan lembaga terkait. Namun kami optimis Sistem Pembayaran Indonesia pada tahun 2030 mampu mengembangkan perekonomian digital tanah air untuk generasi mendatang. (miq/miq)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *