illini berita Jatuhnya Kelas Menengah RI, Sulit Dapat Kerja & Berharap Bansos

Jakarta, ILLINI NEWS – Jumlah kelas menengah Indonesia mengalami penurunan tahun ini, setelah Badan Pusat Statistik (BPS) menggelar konferensi pers pada Agustus 2024. “Koresponden Khusus kelompok yang menyumbangkan 82% total konsumsi rumah tangga terhadap PDB.” Data (PDB) itu.

Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), kelas menengah Indonesia berjumlah 57,33 juta jiwa atau 21,45% dari total penduduk pada tahun 2019. Kemudian pada tahun 2024 hanya berjumlah 47,85 juta jiwa atau 17,13%. Artinya, 9,48 juta orang telah keluar dari kelas menengah.

“Pasca merebaknya wabah Covid, jumlah masyarakat kelas menengah mengalami penurunan,” kata Wakil Presiden BPS Amalia Adinjar Widyasanti saat konferensi pers di kantor BPS, Jakarta, akhir Agustus lalu.

Berbeda dengan data jumlah kelas menengah yang mengalami penurunan, data kelas menengah rentan atau aspiratif middle class justru mengalami peningkatan, sejak tahun 2019 mencapai 128,85 juta jiwa atau 48,20% dari total penduduk dengan jumlah 137,50 juta jiwa. atau 49,22%. Dari total populasi.

Begitu pula dengan jumlah penduduk miskin yang meningkat sejak tahun 2019 dari 54,97 juta jiwa atau 20,56% menjadi 67,69 juta jiwa atau 24,23% dari total penduduk. Artinya, banyak kelompok kelas menengah yang keluar dari kelas dan bergabung dengan kedua kelompok tersebut.

Pada saat yang sama, jumlah penduduk miskin juga mengalami sedikit peningkatan pada tahun 2019, yakni mencapai 25,14 juta jiwa atau 9,41% menjadi 25,22 juta jiwa atau 9,03% pada tahun 2024. Pada saat yang sama, kelompok masyarakat atas juga mengalami sedikit peningkatan, dari 1,02 juta orang pada tahun 2019 atau 1,02 juta orang. 0,38% menjadi 1,07 juta jiwa atau 0,38% dari total penduduk pada tahun 2024.

Berdasarkan informasi, pengeluaran masyarakat kelas menengah 3,5 hingga 17 kali lebih tinggi dibandingkan angka kemiskinan atau sekitar 2,04 juta hingga 9,90 juta riyal per bulan. Proporsi kelas menengah rentan 1,5-3,5 kali lipat angka kemiskinan atau 874,39 ribu berbanding 2,04 juta jiwa. Angka paparan kemiskinan 1-1,5 kali garis kemiskinan atau Rp582,93 ribu hingga Rp874,39 ribu.

Di bawah garis kemiskinan, bagi kelompok masyarakat kurang mampu, biayanya mencapai 582.93.000 riyal per bulan, sedangkan masyarakat kelas atas mengeluarkan biaya 17 kali lipat atau lebih dari 9,90 juta riyal per orang per bulan.

Banyak ekonom juga yang mengkaji penyebab sebagian besar kelas pekerja jatuh miskin, selain dampak pandemi Covid-19.

Bostanul Arifin, Kepala Ekonom Institute for Economic and Financial Development (Indev), mengatakan kebangkitan kelas menengah Indonesia sudah diperkirakan sejak lama. Tanda-tanda perlambatan sudah diduga bahkan pada tahun 1995 ketika tanda-tanda pertama deindustrialisasi muncul.

Deindustrialisasi telah menyebabkan kelas pekerja di Indonesia tidak dapat memperoleh pekerjaan yang layak atau formal, sehingga memaksa banyak dari mereka untuk bekerja sambilan atau sementara.

Postanul mengatakan, menurunnya kondisi kehidupan kelas menengah bisa ditelusuri dari kegagalan transformasi ekonomi Indonesia. Akibatnya, kontribusi manufaktur terhadap perekonomian secara keseluruhan terus menurun.

Kontribusi sektor manufaktur terhadap PDB Indonesia masih sebesar 41,8% pada tahun 1995. Namun angka tersebut turun menjadi 38,5% pada tahun 2005. Pada tahun 2023, kontribusi perusahaan manufaktur terhadap PDB Indonesia akan semakin rendah, kata Postanul.

Postanul mengatakan menurunnya kontribusi manufaktur terhadap perekonomian juga mengubah struktur angkatan kerja Indonesia. Jumlah tenaga kerja yang bekerja pada sektor manufaktur cenderung menurun. Ia mengatakan, minimnya pembangunan di sektor pekerjaan ini terkait dengan memburuknya kondisi kehidupan kelas menengah di Indonesia.

“Jadi saya ingin sampaikan bahwa mereka yang mendahului terpuruknya kelas menengah sudah diakui,” ujarnya.

Kepala Ekonom dan Mantan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan, rata-rata penurunan perekonomian Indonesia bukan hanya disebabkan oleh penyebaran pandemi Covid-19 dan banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK). Namun hal ini juga akibat pemerintah tidak menyediakan kebutuhan dasar penduduk seperti air minum.

Akibatnya masyarakat harus membeli air minum setiap hari untuk memenuhi kebutuhan minumnya, padahal kebiasaan minum air kemasan tidak ada di semua negara.

Di negara maju misalnya, rata-rata warganya sudah terbiasa dengan air minum yang disediakan pemerintah di tempat umum. Karena tersedianya air minum, masyarakat di negara maju tidak perlu mengeluarkan uang untuk membeli air.

“Daya beli masyarakat menengah terjamin karena tidak perlu mengeluarkan banyak uang untuk membeli air,” ujarnya.

Jika situasi kelas menengah tidak ditangani, banyak yang memperingatkan bahwa krisis dan kekacauan dapat dengan cepat muncul di masyarakat, karena kelas menengah juga dianggap sebagai kelas sosial yang terpelajar dan dapat menuntut kehidupan yang layak dari pemerintah, karena mereka ikut serta dalam pembangunan. membayar pajak.

Wakil Ketua Komite

“Pada tahun 1998, kelas menengah bergejolak, bukan karena kelas atas dan bawah, tapi karena kesulitan ekonomi yang dihadapi kelas menengah. Ini mungkin terjadi di masa depan, Menteri dan Menteri,” kata Dolphy dalam pertemuan tersebut. . Saya bertemu dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani pada Agustus lalu di ruang rapat Komite DPR ke-11.

Ekonom besar Chetib Basri pun menunjukkan bukti kuatnya kelas menengah di negara mana pun. Ia mengatakan bahwa Chile sedang mengalami krisis karena kelas menengah marah kepada pemerintahnya karena tidak menyediakan layanan sebagaimana yang dibutuhkan. Krisis ini dikenal sebagai paradoks Chili.

Fenomena tersebut mengacu pada meningkatnya keresahan yang ditimbulkan oleh kelas menengah Chile pada tahun 2019. Padahal perekonomian saat itu sedang baik karena Chile merupakan negara dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di Amerika Latin. Negara kaya minyak ini juga berhasil menurunkan angka kemiskinan dari 53% menjadi 6%.

Al-Khatib mengatakan, kerusuhan di Chile disebabkan oleh kelas menengah yang tidak puas terhadap pemerintah. Masyarakat Chile percaya bahwa kebijakan pemerintah terlalu fokus pada kelompok 10% masyarakat terbawah. Pada saat yang sama, kebutuhan kelas menengah akan pendidikan berkualitas dan perumahan umum yang layak belum terpenuhi dengan baik.

“Sebagian kebijakannya terfokus pada 10% ke bawah,” ujarnya seraya menekankan bahwa pemerintah Indonesia harus belajar dari situasi ini.

Namun pemerintah Indonesia membantah telah mengabaikan kelas menengah selama ini. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengumumkan pemerintah telah meluncurkan beberapa program untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat kelas menengah.

Sementara itu, insentif yang dikeluarkan pemerintah antara lain: program jaminan sosial, subsidi dan tunjangan, insentif perpajakan seperti PPN, insentif DTP pembelian rumah, hibah bantuan kesehatan, program pinjaman – dana masyarakat (KUR), bahkan jaring pengaman. seperti kartu prakerja sebagai jaminan terhadap kehilangan pekerjaan.

“Berbagai program ini tidak hanya membantu meningkatkan kesejahteraan kelas menengah, tetapi juga meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia secara keseluruhan,” kata Sri Mulyani dalam Forum Ekonomi yang diselenggarakan Kementerian Perencanaan Perekonomian pada Agustus lalu.

(ayh/ayh) Tonton video di bawah ini: Video: Pemerintah mengumumkan langkah-langkah untuk melindungi daya beli masyarakat dengan peningkatan pajak pertambahan nilai Artikel Berikutnya Banyak individu kelas menengah jatuh ke dalam kemiskinan, dan Kantor Statistik Inggris mengeluarkan peringatan ini!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *