illini news Kabinet Gemuk Presiden Prabowo: Perdebatan Zaken Hingga Beban APBN

JAKARTA, ILLINI NEWS – Jelang pelantikan Prabowo Subianto sebagai presiden ke-8, masyarakat mulai mempertanyakan posisi asistennya. Bahkan muncul pertanyaan seberapa besar kabinet Prabo yang didukung koalisi mayoritas akan menjadi kabinet nomor satu di Indonesia.

Prabo didukung oleh Aliansi Progresif Indonesia (KIM) yang beranggotakan Partai Zarindara yang menjadi motor utama aliansi ini. Kemudian Partai Golkar, PAN, Partai Demokrat. Juga partai non-parlemen seperti PSI, Partai Glora, Partai Bulan Bintang, Partai Garuda, dan Partai Prima.

Setelah pemilihan presiden, aliansi ini meningkat. Saat itu bergabunglah partai politik penentang KIM seperti PKS, PKB, PPP, Perindo, dan Nasdem yang kini disebut KIM Plus. Partai yang bergabung selain pendukung calon Probo-Gibran diharapkan bisa bertarung di Pilkada 2024.

Melalui acara Daily Investor Summit BNI 2024, di JCC Senayan, Rabu (9/10/2024), pertanyaan tersebut akhirnya terjawab. Prabhu secara terbuka menyatakan bahwa ia didukung oleh koalisi besar, sehingga ia akan membentuk kabinet yang kuat.

Pada saat yang sama, Pemerintahan DPR dan Presiden ketujuh RI Joko Widodo juga melakukan perubahan terhadap UU Kantor Negara yang tidak lagi membatasi jumlah kantor maksimal 34 kantor.

“Saya mau bentuk pemerintahan persatuan nasional yang kuat. Saya harus punya koalisi yang besar. Nanti saya bilang ‘Oh, kabinet Prabo itu kabinetnya besar, banyak sekali’. Ya, negara kita besar, kawan!” Prabo berkata sambil memberikan sambutan.

Lanjut Pravo ingin memeluk semua pihak. Jadi harus ada perwakilan dari berbagai partai.

Proklamasi Pelantikan Kabinet Prabowo sebagai Presiden RI ke-8 di Gedung MPR RI pada 20 Oktober 2024. Malamnya Pravo langsung mengumumkan nama-nama menteri lima tahun ke depan.

“Atas persetujuan ketua umum aliansi kami, kabinet ini kami sebut kabinet merah putih,” kata Prabo yang didampingi Wakil Presiden RI Gibran Recboming Raka dan Ketua Harian Partai Sufi Zarindara. . Desco Ahmed di Istana Merdeka, Jakarta, Minggu (20/10/2024) malam.

Kali ini, Pravo mengumumkan satu per satu nama 48 menteri yang dipanggil. Rinciannya, ada tujuh menteri koordinator dan 41 menteri teknis. Ia juga mengumumkan lima pejabat setingkat menteri di luar kantor koordinasi seperti Jaksa Agung hingga Sekretaris Pemerintah.

Jumlah menterinya bahkan lebih banyak dibandingkan pada pemerintahan Joko Widodo, yaitu 34 menteri yang terdiri dari empat kementerian koordinator dan 30 menteri teknis. Nama 56 Wakil Menteri telah diumumkan.

Prabo melantik 109 pejabat negara, termasuk 48 menteri, 56 wakil menteri, dan lima pejabat setingkat menteri. Itu belum termasuk penasihat khusus, staf khusus, dan utusan khusus presiden.

Pembentukan Kabinet Besar Pemerintahan Pravo berdasarkan Undang-Undang Nomor 61 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kepegawaian Negara. Peraturan ini telah disetujui DPR RI dan ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 15 Oktober 2024 atau lima hari sebelum masa pemerintahannya.

Melihat ke belakang beberapa minggu sebelum pembukaan pembicaraan mengenai kabinet lama untuk memahami beban anggaran kabinet yang gemuk, Provo dikatakan akan membentuk kabinet lama dengan orang-orang sebagai asistennya. Namun hal ini menjadi kontroversial karena pada kenyataannya komposisi teknokrat lebih sedikit dibandingkan politisi.

Sekretaris Jenderal Partai Zarindra Ahmed Mozani, Minggu (15/9/2024), mengatakan, “Pak Prabo ingin pemerintahan dipimpin oleh kabinet yang terdiri dari para tetua, yang orang-orang yang duduk di kantor benar-benar ahli.”

Menurut jurnal ‘Bergerak Menuju Kabinet yang Tua Secara Konstitusional: Upaya Membangun Pemerintahan Konstitusional yang Berkualitas’, kabinet lama sendiri merupakan kabinet yang terdiri dari para ahli yang penuh dengan para profesional dan ahli di bidangnya. Kabinet, juga dikenal sebagai Kabinet Bisnis, dibentuk pada tanggal 6 September 1960 di kabinet Nazir.

Salah satunya Sajafruddin Praviranegara yang menjabat Menteri Keuangan, sedangkan Sumitro Jojohadikusumu menjabat Menteri Perdagangan dan Perindustrian yang saat itu merupakan Partai Masumi, tidak termasuk PNI dalam kabinetnya. Meski partai tersebut memiliki kursi terbesar kedua di Parlemen.

Kabinetnya dipenuhi partai-partai kecil PSI, PSII, PIR, Parindra, Partai Katolik, dan Partai Demokrat. PNIO Willopor juga dikabarkan ingin membuat hal serupa dengan mengundang PSI, PSII, Parkindo, Parindra, Masumi, Partai Katolik, dan Partai Buruh. Meski dibantah dan dijelaskan meski dari partai, jangan lihat nama-nama menteri yang tidak ahli di bidangnya.

Sejumlah pakar dari berbagai lembaga penelitian di kampus memberikan analisis khusus terhadap lemak kabinet Pravo. Sebanyak 108 peneliti kabinet Pusat Studi Ekonomi dan Hukum (SELIOS) memiliki latar belakang politik dengan persentase 55,6% atau 60 dari 108 calon yang diundang.

Proporsi teknokrat profesional hanya 15,7% atau 17 dari 108 calon. diikuti oleh TNI/POLRI (8,3%), pengusaha (7,4%), agama (4,6%) dan selebriti (2,8%). Sayangnya, hanya 5,6 persen yang berasal dari kalangan akademisi.

Peneliti Celios mencatat adanya potensi pembengkakan anggaran dalam mendanai gaji calon pejabat negara. Potensi belanja tersebut meningkat jika dibandingkan dengan kabinet Presiden Joko Widodo yang berjumlah 108 calon atau hanya 51 calon pada masa kepemimpinan Jokowi.

“Seiring bertambahnya wakil menteri, berarti belanja negara meningkat, termasuk gaji staf pendukung, pembelian mobil dinas, fasilitas kantor, dan pembayaran pensiun menteri dan wakil menteri,” kata peneliti Salius, Glau de. Muhammad, Kamis (17/10/2024) dikutip dari keterangan tertulis.

Celios memperkirakan aliansi gemuk ini bisa menimbulkan potensi peningkatan anggaran hingga Rp 1,95 triliun dalam lima tahun ke depan. Angka tersebut belum termasuk biaya pembelian barang hasil pendirian fasilitas perkantoran/gedung institusi baru.

Potensi inflasi anggaran memperhitungkan beban gaji, tunjangan, dan biaya operasional menteri dan wakil menteri di era Jokoi yang berjumlah 51 orang dengan nilai sekitar 387,6 ​​miliar euro per tahun. Sedangkan di era Prabo dengan perkiraan jumlah 108 orang sebesar Rp 777 miliar per tahun.

Dengan demikian, anggaran sebesar 389,4 miliar euro per tahun bertambah dari lemari era Jokobi dan Prabow. Oleh karena itu, jika peningkatan anggaran digandakan dalam lima tahun atau selama masa jabatan Presiden Pravo, maka total peningkatan anggaran akan menjadi sekitar 1,95 triliun euro.

Perkiraan ini merupakan perhitungan umum yang memperkirakan besarnya anggaran lokasi, belum termasuk biaya pendirian fasilitas pembangunan baru. Informasi lebih akurat dapat dihitung lebih detail setelah berdirinya kantor baru, kata Celius Media Fiskal Direktur Hukum dan Yehudi Ashkar.

Selain beban keuangan, Didik J. Rabini, ekonom senior, pendiri Institute for Economic Development and Finance (INDEF), yang juga rektor Universitas Parmadina, mengatakan koalisi Prabo kental, yang didominasi politisi. Berbagai partai politik di parlemen juga berpeluang mengganggu fungsi pengawasan DPR terhadap cabang eksekutif.

Diketahui, 55,6% atau mayoritas dari 60 calon atau 26,7% Partai Jarindra, 24,4% Golkar, 9% Demokrat, 9% PAN, 9% mengisi kursi kabinet Prabhu yang berafiliasi dengan partai politik. 7% dari PKB, PSI, 5% dari Gelora, 4% dari PBB, 2% dari PPP, 2% dari Partai Garuda dan 2% dari PPP. yang pertama

Diketahui, partai penguasa di parlemen periode 2029-2024 adalah PDIP 110 kursi, Golkar 102 kursi, Jarinder 86 kursi, Nasdam 69 kursi, PKB 68 kursi, PKS 53 kursi, PAN 48 kursi, dan Demokrat 44 kursi.

“DPR ke depan tidak akan berfungsi dengan baik, karena koalisi yang tebal akan melemahkan peran DPR,” kata Didik dalam seminar bertajuk ‘Koalisi Tebal dan Pencegahan Kebocoran Anggaran’.

Sementara itu, ekonom senior dan pakar kebijakan publik UPN Jakarta, Ahmad Nur Hidiat mengingatkan, “Ketika tidak ada kekuatan untuk menantang atau mempertanyakan kebijakan pemerintah, maka kebijakan ekonomi yang dihasilkan kemungkinan besar tidak didasarkan pada evaluasi yang komprehensif, sehingga mengakibatkan inefisiensi dalam kebijakan pemerintah.” Alokasi Sumber Daya Negara”.

“Tanpa oposisi yang efektif, risiko korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan akan meningkat. Pemerintahan yang tidak diawasi akan lebih rentan terhadap korupsi, nepotisme, dan pemborosan anggaran,” kata Ahmed.

Ia juga menjelaskan, ketika suatu pemerintahan berjalan tanpa adanya oposisi yang kuat karena suara mayoritas di kabinet, maka hal tersebut dapat menimbulkan keraguan terhadap kualitas penyelenggaraan pemerintahan, sehingga berisiko hilangnya kepercayaan investor.

“Jika pemerintahan Prabo berjalan tanpa lawan, seperti skenario PDIP masuk kabinet, dampak ekonominya bisa sangat besar. Dijelaskan, tanpa oposisi yang kuat, besar risiko pengawasan terhadap kebijakan ekonomi akan melemah,” ujarnya. .

“Keputusan ekonomi dapat dibuat lebih cepat, namun tanpa audit atau keseimbangan, kebijakan yang dihasilkan mungkin kurang mendapat perhatian dan mungkin tidak lolos prosedur keseimbangan dan pengujian yang diperlukan,” tegas Ahmed. (miq/miq) Tonton video di bawah ini: Video: Program MBG dimulai, anggaran hanya sampai Juni 2024

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *