illini news Penurunan Kelas Menengah RI Peringatan Bagi Agenda Ekonomi Prabowo?

Catatan: Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Tim Editorial illinibasketballhistory.com

Di Indonesia, impian untuk meningkatkan status sosial ke tingkat yang lebih baik sudah menjadi masa lalu. Kelas menengah Indonesia, yang pernah menjadi simbol pembangunan ekonomi negara, telah menyusut sebesar 9,5 juta orang selama lima tahun terakhir, meskipun total populasinya meningkat dari 267 juta menjadi 289 juta.

Statistik mengejutkan yang dirilis Badan Pusat Statistik juga menunjukkan bahwa proporsi penduduk yang tergolong kelas menengah menurut pengeluaran telah turun dari 21,4% pada tahun 2019 menjadi 17,1% pada tahun 2024.

Kabar ini mungkin mengejutkan sebagian orang, namun jika melihat fundamental pertumbuhan ekonomi Indonesia dan Asia Tenggara secara keseluruhan, hal tersebut bukanlah hal yang mengejutkan. Penurunan ini berdampak besar bagi Indonesia dan dapat mengganggu stabilitas negara karena kemerosotan ekonomi dapat memicu ketidakpuasan masyarakat.

Ketika dihadapkan pada berita ekonomi yang tidak terduga, politisi sering kali mencari isyarat eksternal. Presiden BPS mengaitkan penurunan jumlah kelas menengah dengan dampak pandemi Covid-19.

Penjelasan tersebut sekilas tampak masuk akal, karena Covid-19 berdampak serius terhadap masyarakat dan perekonomian. Penutupan untuk mengendalikan dan membendung pandemi menyebabkan banyak orang kehilangan pekerjaan dan mengurangi pengeluaran konsumsi rumah tangga antara bulan Maret 2020 dan awal tahun 2022.

Namun, setelah dua tahun pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19, banyak negara di dunia yang kembali normal. Kinerja ekonomi masing-masing negara juga membaik, dengan indeks NASDAQ meningkat sebesar 37% dari awal tahun hingga akhir September 2024.

Lalu mengapa pemulihan ekonomi Indonesia lebih lambat dari perkiraan? Perlambatan jangka panjang menunjukkan bahwa ada beberapa faktor ekonomi yang mempengaruhi kemampuan suatu negara untuk beradaptasi. Diantaranya adalah ketahanan dunia usaha, kewirausahaan, dan pemberdayaan masyarakat.

Saatnya untuk berubah Daripada menyalahkan Covid-19, para pengambil kebijakan di Indonesia harus mempertimbangkan ketiga faktor ini sebagai penyebab pemulihan ekonomi yang lebih lambat dari perkiraan. Yang penting, presiden terpilih Indonesia, Prabowo Subianto, dapat menggunakan kelas menengah yang menyusut ini sebagai katalis untuk agenda ekonominya.

Masyarakat Indonesia sangat mempercayai Prabowo untuk membawa negara mereka ke garis depan perekonomian ASEAN dan menjadikannya menonjol di panggung ekonomi global. Negara ini mempunyai potensi ekonomi yang besar.

Tidak hanya merupakan rumah bagi hampir 300 juta orang, tetapi juga merupakan negara dengan populasi terbesar keempat di dunia dan sangat kaya akan mineral. Indonesia adalah produsen nikel terbesar di dunia, timah terbesar kedua, dan salah satu dari sepuluh produsen tembaga, emas, dan batu bara terbesar.

Pemulihan demografi Indonesia setelah tahun 1997 memang meletakkan dasar bagi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Contoh yang baik adalah kebijakan ekonomi Presiden Jokowi baru-baru ini yang berfokus pada infrastruktur utama dan pengembangan sumber daya manusia, yang meniru strategi ekonomi negara-negara Asia yang sukses seperti Jepang, Singapura, dan Republik Rakyat Tiongkok.

Indonesia mungkin telah berhasil menempuh jalur ini di bawah pemerintahan Jokowi selama satu dekade terakhir, namun menyusutnya kelas menengah menunjukkan bahwa masih banyak yang perlu dilakukan.

Memasuki masa pemulihan, Prabowo memanfaatkan dukungan politik dalam mengambil keputusan yang diperlukan. Saat ini, keputusan dan kebijakan harus diambil untuk memperdalam fondasi pertumbuhan ekonomi. Ada tiga bidang yang menjadi perhatian ketika mengembangkan kebijakan masa depan.

Pertama, adanya resistensi. Hal ini lebih dari sekedar memiliki basis industri yang beragam. Perusahaan-perusahaan besar di Indonesia khususnya perlu menumbuhkan budaya inovasi, merangkul ide-ide baru dan mendorong karyawan untuk terus berkembang.

Meskipun terdengar sederhana, mengubah budaya perusahaan memerlukan kepemimpinan yang berkomitmen. Ketika pembuat kebijakan memprioritaskan pengembangan sumber daya manusia, perusahaan harus fokus pada perancangan ulang organisasi serta peningkatan keterampilan teknis.

Kedua, Indonesia harus memanfaatkan semangat kewirausahaan masyarakat mudanya. Negara ini memiliki populasi Generasi Z yang muda, energik, dan digital.

Mereka mempunyai ide-ide baru dan potensi untuk mengakselerasi perekonomian dengan menciptakan usaha-usaha baru. Namun tantangan mereka adalah akses terhadap permodalan dan dukungan usaha. Dengan menerapkan kebijakan yang memfasilitasi pendanaan, pendampingan, dan jaringan, pemerintah dapat membuka potensi ini dan menciptakan pendorong pertumbuhan ekonomi baru.

Yang ketiga juga tidak kalah pentingnya, yakni memberdayakan 25 juta masyarakat Indonesia yang hidup dalam skema kesejahteraan. Menurunnya jumlah kelas menengah tidak hanya mencerminkan penurunan kekayaan, namun juga lambatnya pertumbuhan kesejahteraan untuk keluar dari kemiskinan.

Seiring dengan pertumbuhan kota-kota besar seperti Jakarta, memprioritaskan kebutuhan masyarakat miskin di pedesaan sangatlah penting untuk pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Memberi mereka penghidupan di atas rata-rata tidak hanya akan meningkatkan kesejahteraan ekonomi Indonesia, namun juga memenuhi tanggung jawab pemerintah untuk meningkatkan taraf hidup warganya.

Tantangan yang dihadapi Indonesia memang banyak, namun potensi manfaatnya jauh lebih besar. Indonesia berada di persimpangan jalan; Akankah negara ini terus memperdalam kesenjangan dan mimpi-mimpi sia-sia, atau akankah negara ini menggunakan momen ini untuk menciptakan model ekonomi baru yang akan menguntungkan seluruh warga negaranya?

Jawabannya tidak hanya terletak pada kebijakan Prabowo, tetapi juga pada kemauan kolektif masyarakat Indonesia untuk bersama-sama membangun masa depan yang lebih baik. (Mike/Mike)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *