JAKARTA, ILLINI NEWS – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) masih mengidentifikasi ladang gas yang berpotensi mengandung campuran propana (C3) dan butana (C4). C3 dan C4 merupakan bahan baku produksi LPG.
Dedan Kodiana, Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, memaparkan rencana pengembangan lapangan gas yang mengandung campuran propana (C3) dan butana (C4) guna mengurangi ketergantungan yang besar terhadap impor LPG.
Saat ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Dedan menyampaikan, “Saat ini kita sudah berada di tengah jalan, termasuk yang sudah kita diskusikan dengan Pak Menteri, sedang kita selesaikan agar ke depan arahnya ke arah gas cair.” Sumber Daya Mineral, Jakarta, pada Jumat (25/10/2024).
Dedan mengatakan, dari 8,3 juta ton kebutuhan LPG nasional, kapasitas produksi dalam negeri hanya 1,9 juta ton, sehingga pemerintah mendorong percepatan pengembangan LPG di dalam negeri.
Menurut dia, impor di Israel banyak, produksinya hanya 1,9 juta ton, kalau tidak salah meski konsumsinya lebih dari 8,3 juta ton per tahun, sisanya impor.
Menurut Dedan, potensi C3 dan C4 di Indonesia bisa didapat langsung dari ladang gas. Namun LPG juga dapat diproduksi sebagai produk sampingan dari proses pemurnian.
“Ada potensi C3-C4, propana, dan butana kan? LPG, sebutannya saja yang kita ambil dari gas alam, itu yang paling sederhana. Sebenarnya LPG itu produk dan juga bagian dari produk pengilangan, dari kilang, ini hal Pak Wazir, kita sedang berdiskusi untuk menyelesaikannya.”
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengatakan Indonesia masih bisa meningkatkan produksi gas alam cair (LPG) dalam negeri. Hal ini bisa menjadi upaya mengurangi impor LPG dari luar negeri.
Bahlil mengatakan Indonesia masih memiliki potensi sumber LPG yaitu jenis gas C3 (propana) dan C4 (butana) hingga 2 juta ton per tahun untuk meningkatkan produksi LPG dalam negeri.
“Setelah saya identifikasi kembali, ternyata masih ada sekitar 2 juta (ton) SKK Migas yang bisa dikonversi menjadi LPG,” jelas Bahlil pada acara Penghargaan Keamanan Migas 2024 di Hotel Vanessa. Jakarta, dikutip Selasa (8/10/2024).
Bahlil menjelaskan, saat ini produksi LPG dalam negeri masih sangat kecil yakni 1,7 juta ton dari 8 juta ton kebutuhan per tahun, sedangkan untuk memenuhi kebutuhan LPG Indonesia, impor LPG masih menjadi andalan Indonesia dan mencapai -7 juta. ton per tahun. tahun
Bahlil mengatakan rendahnya produksi LPG dalam negeri saat ini disebabkan penggunaan gas C3 dan C4 sebagai bahan produksi LPG yang harganya tidak kompetitif di Indonesia. Bahlil mengatakan, harga gas di Indonesia lebih rendah dibandingkan faktor penentu harga LPG di dunia yang menjadi harga acuan kontrak Saudi Aramco.
Tambahnya: (untuk produksi LPG) ternyata ada C3, C4, saya kurang paham apa itu C3, ada C4, C3, untung C5 tidak ada.
Bahlil mengatakan: Melihat potensi yang ada di dalam negeri, Indonesia harus mampu memproduksi LPG dalam jumlah yang lebih tinggi agar dapat mengurangi jumlah impor.
Hal ini juga sejalan dengan rencana pemerintahan Prabowo Subianto, presiden terpilih RI, yang akan menggunakan sumber gas lokal yang dinilai lebih hemat.
Ditambahkannya: Insya Allah ke depan jika Pak Pravo mempunyai rencana tata kelola energi, kami menyarankan untuk segera menciptakan industri LPG lokal dengan menggunakan bahan baku yang tersedia di negara kita dengan harga keekonomian.
Jangan pakai harga Aramco, misalnya US$600, (plus) US$50, itu US$650. Apa yang terjadi di baliknya?
(wia) Simak video berikut ini: Video: Konsumsi LPG Terus Meningkat, Bahleel Bergerak Tindak Impor LPG Artikel Berikutnya Untuk Subsidi Terkendali, PGN Dukung Jaringan Gas Rumah Tangga