Jakarta, ILLINI NEWS – Jumlah peer-to-peer (P2P) lender atau personal lender dalam negeri terus mengalami penurunan. Angka ini turun 7,6% year-over-year (periode yang sama tahun lalu) dan turun 14% year-over-year (periode yang sama tahun lalu).
Berdasarkan laporan statistik LPBBTI Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Agustus 2024, jumlah pinjaman perorangan yang beredar sebesar Rp5,24 miliar, turun dibandingkan tahun sebelumnya sebesar Rp5,67 triliun.
Tren penurunan platform pinjaman online (pinjol) juga terjadi sejak awal tahun. Jumlah ini menurun sebesar 14% setiap tahunnya. Diketahui, jumlah kreditur di industri tersebut mencapai Rp 6,1 triliun pada awal tahun.
Djoko Kurnijanto, Kepala Departemen Perizinan dan Regulasi IAKD OJK, mengatakan fenomena tersebut disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain kondisi makroekonomi dan tata kelola keuangan yang buruk.
“Persoalan ini memang pernah dibahas di BFN dan ISFE 2024. Termasuk pertanyaan kenapa, apakah karena investor kurang terhubung dengan P2P (P2P), atau karena keadaan perekonomian atau kurangnya tata kelola yang baik atau tata kelola yang buruk. dari beberapa perusahaan, ini yang menjadi isu yang kita bahas dalam acara tersebut,” kata Djoko saat jumpa pers jelang acara IFSE di Jakarta, Senin (11/4/2024).
Tiar Karbala, Sekretaris Jenderal Asosiasi Fintech Sekutu Indonesia (AFPI), mengatakan secara online bahwa pihaknya terus mendorong agen fintech pinjaman untuk menerapkan tiga prinsip industri GRC yaitu tata kelola, risiko, dan kepatuhan untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat.
“AFPI adalah asosiasi yang mengatur fintech lending dan kami selalu menekankan kepada anggota kami untuk membantu GRC. Kami memantau secara berkala dan kami juga mengembangkan visi untuk platform kami,” kata Tiar.
Di tengah penurunan jumlah pemberi pinjaman, industri baru-baru ini menghadapi sentimen negatif atas penutupan beberapa pemberi pinjaman yang terlibat masalah keuangan dan bahkan penipuan. Pada tahun 2024, OJK mencabut izin usaha empat fintech lending.
OJK dikabarkan mencabut izin usaha PT Investree Radika Jaya (Investree) pada Senin (21 Oktober 2024).
Perusahaan fintech lain yang dicabut izinnya adalah PT Tani Fund Madani Indonesia (TaniFund), yang keputusannya diambil berdasarkan Keputusan Dewan OJK Nomor KEP-19/D.06/2024 tanggal 3 Mei 2024.
Selain TaniFund, OJK juga menutup pinjaman fintech kepada PT Akur Dana Abadi (Jembatan Emas) dan PT Selamat Gotong Royong (Dhanapala).
Jinqiao mengajukan pencabutan izin usaha sebagai penyelenggara LPBBTI karena tidak memenuhi persyaratan permodalan terkait modal minimum dan jumlah direksi.
Sementara itu, Dhanapala telah mengajukan pengembalian izin usaha sebagai penyelenggara LPBBTI sebagai langkah strategis bagi pemegang saham untuk memusatkan kegiatan usaha LPBBTI dalam satu entitas. Pasalnya, saat ini kelompok pemegang saham PT Selamat Gotong Royong mempunyai dua entitas yang menjalankan kegiatan usaha LPBBTI. (mkh/mkh) Simak videonya di bawah ini: Video: Saya tidak ingin kasus Investree merugikan industri, itu yang dilakukan AFPI. Artikel Berikutnya Perlu diketahui, berikut daftar 100 fintech pinjaman yang terdaftar di OJK