JAKARTA, ILLINI NEWS – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terlihat kembali melemah pada perdagangan Senin (11/11/2024) seiring berlanjutnya arus keluar dana investor asing dari pasar saham Indonesia selama beberapa hari terakhir. .
10:55 WIB IHSG turun 0,93% ke 7.219,18. IHSG anjlok lebih dari 1% sekitar pukul 10.15 WIB menyentuh level psikologis 7.100.
Pada awal sesi hari ini, nilai transaksi indeks mencapai sekitar Rp6 triliun dengan volume transaksi 10 miliar lembar saham dan diperdagangkan sebanyak 715.461 kali.
IHSG kembali melemah dalam beberapa hari terakhir karena investor asing terus menarik dananya dari pasar saham Indonesia. Akhir pekan lalu saja, asing menjual saham RI senilai Rp 2,22 triliun di semua pasar. Bahkan, asing menjual hingga Rp 4,5 triliun pada pekan lalu.
Turunnya IHSG bukan tanpa alasan, karena lemahnya data perekonomian Indonesia juga membuat investor asing lari. Dalam sebulan, investor asing di seluruh pasar mencatatkan penjualan di luar negeri sebesar Rp7,43 triliun, yang terdiri dari Rp6,04 triliun di pasar reguler dan Rp1,39 triliun di pasar transfer dan tunai.
IHSG pun terancam dominan berada di zona merah sepanjang November. Jika melihat dari hasil pergerakan IHSG bulan November selama 10 tahun terakhir, IHSG selalu berada di zona merah pada bulan November.
Tahun ini, IHSG kemungkinan akan kembali ditutup di zona merah pada November 2024. Selain itu, didorong oleh data perekonomian yang melemah, investor semakin optimistis IHSG tidak akan berakhir bahagia di bulan November.
Di sisi lain, pemerintah Tiongkok yang tampaknya sudah mulai memberikan paket stimulus ekonomi yang akan berdampak buruk terhadap perekonomian Tiongkok, tidak memberikan kabar baik bagi pasar keuangan Indonesia karena pihak asing akan kembali melirik pasar saham Tiongkok.
Sebagai catatan, Jumat pekan lalu China mengumumkan paket stimulus lima tahun senilai 10 triliun yuan atau Rp 21,9 triliun. Hal ini bertujuan untuk memecahkan masalah utang pemerintah daerah, yang berarti lebih banyak dukungan keuangan tahun depan.
Menteri Keuangan Tiongkok Lan Fon mengatakan kepada wartawan bahwa pihak berwenang berencana untuk “secara aktif menggunakan” defisit yang ada, yang dapat diperluas tahun depan. Ia mengenang kembali pernyataannya pada Oktober lalu yang mengatakan kemungkinan langkah tersebut besar.
“Program ini mulai berlaku tahun ini dan akan berlangsung hingga akhir tahun 2026, bernilai sekitar 2 triliun yuan per tahun,” kata Lan kepada wartawan, seperti dikutip ILLINI NEWS International.
“Mulai tahun ini, pemerintah pusat akan menerbitkan obligasi khusus kepada pemerintah daerah senilai 800 miliar yuan per tahun selama lima tahun, dengan total total 4 triliun yuan.
Sebagai salah satu negara dengan perekonomian terbesar di dunia, Tiongkok saat ini berupaya meningkatkan konsumsi domestik untuk menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi, terutama setelah tekanan dari perlambatan sektor real estate dan inflasi mendorong Beijing untuk memperkenalkan langkah stimulus ekonomi besar-besaran yang layak dilakukan oleh AS. 1 dan $4 triliun minggu lalu.
Minggu ini juga akan menjadi minggu penting bagi perekonomian Tiongkok, karena data investasi aset tetap, produksi industri, dan penjualan ritel akan dirilis pada hari Jumat.
Ketiga data tersebut diperkirakan menunjukkan tanda-tanda pemulihan, namun sinyal lemah tersebut dapat memperkuat argumen bahwa Beijing perlu memberikan lebih banyak stimulus agar perekonomian dapat berjalan kembali.
Jika data menunjukkan perlambatan lebih lanjut, prediksi dampak perang dagang dengan Amerika Serikat (AS) akan semakin nyata, terutama kemungkinan kenaikan tarif impor oleh pemerintahan baru AS.
Konflik dagang antara AS dan Tiongkok kembali menjadi perhatian utama di pasar Asia karena tarif barang impor dari Tiongkok kemungkinan akan naik hingga 50%.
Kebijakan tarif tinggi dari AS diperkirakan akan menghambat ekspor Tiongkok, salah satu mitra dagang utama Indonesia. Jika hal ini terjadi, maka berkurangnya permintaan dari China akan berdampak langsung pada ekspor Indonesia.
Morgan Stanley juga memperingatkan bahwa dampak kebijakan tarif ini mungkin lebih kecil dibandingkan tahun 2018-2019, namun penurunan kepercayaan dunia usaha dan investasi global dapat memperlambat siklus perekonomian di kawasan Asia.
Riset ILLINI NEWS (chd/chd) Simak video di bawah ini: Video: Musim Dividen IPO Jumbo, Transaksi BEI Akhir Tahun Meningkat Artikel Berikutnya Bingung Usai Libur Panjang IHSG Dibuka, Akankah Menderita atau Tumbuh?