JAKARTA, ILLINI NEWS – Masa jabatan kedua Trump sebagai presiden Amerika Serikat (AS) membuat IHSG dan rupiah anjlok karena arus keluar dana asing dan kuatnya Indeks Dolar AS (DXY).
Euforia atas kemenangan Trump membuat para pelaku pasar memperkirakan bahwa kebijakan proteksionisnya akan mengaburkan pasar keuangan dengan inflasi dan risiko perang dagang.
Jatuhnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan rupiah yang terjadi pada tahun ini pasca kemenangan Donald Trump pada pemilu presiden AS sebenarnya terjadi pada November 2016 saat Trump pertama kali terpilih sebagai presiden di Negeri Paman Sam.
Bahas IHSG dulu, koreksi bulanan hingga 5% di November 2016. Kemudian terulang kembali di November tahun ini dengan koreksi 4% dari awal November hingga hari ini Kamis (14/11/2024).
Tanpa memperhitungkan kondisi pandemi Covid-19 di tahun 2020, meski Trump Effect berujung pada koreksi IHSG, nampaknya hal tersebut hanya akan bertahan lama. Alhasil, IHSG kembali menguat dan beberapa kali mencapai rekor tertinggi sepanjang masa (ATH).
Namun dalam jangka pendek, arus keluar asing masih cukup besar. Sepanjang bulan November, orang asing mencatat pembelian bersih dua kali pada tanggal 4–5. November 2024, sedangkan sisanya asing tak henti-hentinya menjual saham Indonesia sejak 22 Oktober.
Sejak itu, asing telah meninggalkan pasar saham dengan uang lebih dari Rp 10 triliun. Hal ini juga berdampak pada pergerakan mata uang Garuda yang melemah jelang dolar AS.
Pada perdagangan hari ini, mengutip data Refinitiv, Kamis (14/11/2024) pukul 11:30 WIB, rupiah justru menguat Rp 100 perak ke Rp 15.880/US$ menyusul pembukaan rupiah. Ini merupakan level terburuk sejak 12 Agustus atau tiga bulan lalu.
Bulan November ini merupakan bulan yang cukup berat bagi mata uang garuda karena sudah dua bulan berturut-turut rupee melemah. Rupee melemah sebesar 3,67% di bulan September, setelah itu kembali terkoreksi sebesar 1,21% secara year-on-month (Mtd) di bulan November.
Dibandingkan tahun 2016, meski rupee cenderung melemah sejak Trump menjadi presiden, pelemahan rupee tahun ini bisa dikatakan terjadi sebelum pemilu presiden AS dan pasca kemenangan Trump.
Meski begitu, jika melihat secara historis pergerakan rupee yang fluktuatif akibat sentimen politik, maka bisa dikatakan hal tersebut hanya bersifat sementara karena pada akhirnya pergerakan rupee relatif stabil dalam jangka waktu yang lama. Faktanya, jika dipikir-pikir lagi…
Jika dipikir-pikir, jatuhnya IHSG dan rupee sebenarnya terjadi di tengah optimisme pasar terhadap penurunan suku bunga.
Pada bulan November, bank sentral AS, Federal Reserve (Fed), memangkas suku bunga sebesar 25 bps. Penurunan suku bunga ini merupakan yang kedua kalinya pada tahun ini, sebelumnya sebesar 50 bps pada bulan September.
Penurunan suku bunga ini pada akhirnya akan berdampak positif bagi pasar karena akan mempercepat permodalan dengan biaya yang lebih murah bagi pelaku industri, sehingga diharapkan dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi.
Di sisi lain, kinerja keuangan bank-bank besar inti IHSG terus tumbuh positif. Beberapa di antaranya telah tumbuh hingga laba bersih dua digit pada September 2024.
Jadi apa yang harus kita lakukan?
Kondisi pasar memang sedang dalam tren menurun, namun fokus pada apa yang bisa kita lihat itulah yang bisa kita lakukan.
IHSG semakin terpuruk, artinya banyak saham yang terkoreksi nilainya dan kembali murah.
Di sini pun, pekerjaan rumah kita adalah memilah saham-saham besar yang memiliki karakteristik fundamental yang baik untuk dijadikan peluang investasi.
Selain itu, secara teknikal kita kembali melihat posisi IHSG mulai mendekati support terdekat di 7045. Jika tekanan asing mulai mereda, kemampuan rebound IHSG juga akan meningkat.
Riset ILLINI NEWS
(tsn/tsn)