JAKARTA, ILLINI NEWS – Mulai 1 Januari 2025, tarif pajak pertambahan nilai (PPN) berubah menjadi 12 persen. Apakah transaksi menggunakan QRIS dikenakan pajak yang sama?
Mengutip informasi Bank Indonesia (BI), Kamis (26/12/2024), tarif baru ini berlaku sama untuk semua jenis transaksi, baik tunai maupun nontunai. Namun PPN hanya terutang kepada konsumen atas barang/jasa yang dibeli tanpa PPN atas transaksi menggunakan QRIS atau pembayaran nontunai lainnya.
“PPN hanya dihitung dari biaya layanan (service charge) yang dibayarkan oleh Penyedia Layanan Pembayaran (PSP) kepada merchant, termasuk Merchant Discount Rate (MDR). PPN ini tidak dibayarkan kepada konsumen seperti yang terjadi selama ini, yakni katanya. BI dalam akun Instagram miliknya di @bank_indonesia.
Bank Indonesia 0% MDR QRIS mulai 1 Desember 2024, mengingat transaksi sampai dengan Rp 500.000 oleh Pedagang Mikro (UMI), maka pajak MDR atas transaksi tersebut adalah R p0 (nol rupiah).
“Dengan kebijakan ini, tidak ada beban tambahan bagi Pelaku Usaha Mikro (UMI) dan mereka dapat terus #GiveMeaning menggunakan QRIS,” tambah BI.
Sebelumnya, PPN akan naik sebesar 1% dari 11% menjadi 12% pada 1 Januari 2025. Meski ada kenaikan, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menegaskan hal tersebut tidak berpengaruh karena laju inflasi rendah karena kenaikan pajak pertambahan nilai.
Menurut Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas DJP Dwi Astuti, berdasarkan perhitungan pemerintah, inflasi saat ini berada pada level rendah yaitu 1,6 persen.
Kenaikan inflasi dari 11% menjadi 12% sebesar 0,2%, kata Dewey dalam keterangan resminya, Selasa lalu.
Oleh karena itu, kenaikan pajak pertambahan nilai dari 11% menjadi 12% tidak akan menurunkan daya beli masyarakat secara signifikan,” tegasnya.
Dewey juga mengatakan jika melihat kembali kenaikan tarif pajak pertambahan nilai dari 10% menjadi 11% pada 1 April 2022, harga barang/jasa tidak naik dan akibatnya daya beli masyarakat tergerus.
“Melihat saat pajak pertambahan nilai naik dari 10 persen menjadi 11 persen pada tahun 2022, maka dampaknya terhadap inflasi dan daya beli tidaklah kecil,” ujarnya.
Namun berbeda dengan pemerintah, pengusaha dan bankir masih memahami bahwa PPN sebesar 12% akan mempengaruhi daya beli masyarakat. Direktur Kepatuhan PT Bank OK Indonesia TBIC. (DNAR) Efdinal Alamsyah mengatakan dari sisi konsumen, kenaikan pajak pertambahan nilai akan meningkatkan harga barang dan jasa serta menurunkan daya beli masyarakat. Hal ini, pada gilirannya, dapat mengurangi permintaan kredit konsumen.
“Hal ini berpotensi menurunkan permintaan kredit konsumsi seperti KPR (Kredit Pemilikan Rumah), KKB (Kredit Kendaraan Bermotor) atau kredit lainnya,” kata Efdinal saat dihubungi ILLINI NEWS, pekan lalu.
Sementara itu, Executive Vice President Consumer Credit PT Central Asian Bank Tbk. (BBCA), Welly Yandoko memperkirakan kenaikan PPN akan menjadi tantangan, khususnya untuk penjualan properti tahap pertama pada 2025.
Uji coba ini diperkirakan terjadi dari dua sisi, dari sisi pengembang kenaikan harga properti akibat bahan bangunan, di sisi lain kondisi perekonomian yang tidak menentu sehingga mempengaruhi daya beli masyarakat, ujarnya. Ucapnya saat diwawancara ILLINI NEWS pada pekan yang sama. (sef/sef) Simak video berikut: Pemerintah Hapus PPN 12% di Palu, Keputusan Tepat atau Beban Masyarakat? Artikel Berikutnya PPN 12% di 2025, Rakyat Jatuh dari Tangga!