JAKARTA, ILLINI NEWS – Direktur Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menegaskan pembalut atau pembalut menstruasi, tampon, dan cangkir menstruasi bukanlah jenis pajak baru. Hingga saat ini, produk yang dibutuhkan perempuan dikenakan pajak pertambahan nilai (PPN).
“Sesuai UU PPN Nomor 8 stdd UU HPP Tahun 1983, alat kontrasepsi dan tampon tidak termasuk dalam daftar Barang Negatif atau Kena Pajak yang dibebaskan PPN,” DJP, Selasa (24/12/2024) Consultancy, Services & Public kata Direktur Hubungan Dwi Astuti.
Pembalut wanita, tampon, dan cangkir menstruasi dikenakan PPN sebesar 12%. Tentu saja harga yang dibutuhkan wanita tidaklah murah. Namun ada pula yang diimpor.
“Kenaikan PPN dari 11% menjadi 12% berlaku untuk seluruh barang dan jasa yang sebelumnya sebesar 11%, kecuali banyak barang yang dibutuhkan oleh banyak orang, termasuk masakan curah. Industri minyak, tepung terigu, dan gula,” Bi menjelaskan.
Saat ini banyak negara di dunia yang telah menerapkan pembebasan pajak atau pengurangan pajak atas produk kebersihan bulanan. Australia, Korea Selatan, Malaysia, dan India merupakan negara dengan pengecualian pajak terbanyak untuk pembalut wanita, tampon, dan cangkir menstruasi.
Saat ini, Jerman dan Vietnam mengenakan pajak rendah sekitar 5% untuk alkohol.
(haa/haa) Tonton video di bawah ini: Video: Menarik Bisnis Pemasaran Lokal untuk Menghadapi Tantangan Bisnis di tahun 2025