Jakarta, ILLINI NEWS – Presiden Prabowo menandatangani Keputusan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2024 tentang penghapusan kredit macet bagi usaha mikro, kecil, dan menengah di sektor pertanian, perkebunan, perikanan, dan kelautan, serta usaha kecil dan menengah lainnya. entitas .
Setelah menunggu lebih dari setahun, presiden ketujuh, Joko Widodo, menyatakan ingin menghilangkan kredit macet bagi UKM sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Pembinaan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK) Nomor 4 Tahun 2023.
Namun teknis pelaksanaan peraturan tersebut menimbulkan berbagai permasalahan. Bahkan banyak yang meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyusun aturan di bidang derivatif untuk memberikan lampu hijau kepada Himpunan Perbankan Milik Negara (himbara) untuk melakukan hapus buku dan hapus buku.
Dalam PP 47 disebutkan dengan jelas apakah program negara “Kredit Usaha Rakyat” (KUR) yang telah dilaksanakan selama 17 tahun termasuk dalam PP tersebut. PP menyatakan bahwa pinjaman pada bank atau lembaga keuangan publik yang program pinjamannya telah berakhir dapat dihapusbukukan. Apalagi program KUR sendiri masih berjalan.
Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) Sunarso mengatakan KUR tidak akan mengikuti program pendidikan. Ini untuk pinjaman yang program PPnya sudah lengkap seperti Pinjaman Candak Kulak (KCK), Pinjaman Investasi Kecil (KIK) dan Pinjaman Modal Kerja Tetap (KMKP) dll. menjelaskan.
“Apakah KUR layak? KUR itu program pinjaman yang sedang berjalan ya,” kata Sunarso saat rapat dengar pendapat (RDP) di Komisi VI DPR RI, Rabu (13/11/2024).
“Iya otomatis [tidak masuk kriteria] Pak, saya tidak mau menjelaskannya,” kata Sunarso VI kepada anggota komisi DPR RI.
Ekonom Senior LPPI dan Associate Professor Ryan Kyrianto membenarkan pernyataan Sunars. Ia juga menjelaskan, KUR dijamin oleh PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) dan PT Jaminan Kredit Indonesia (Jamkrindo) sebagai alasan lainnya. Oleh karena itu, KUR PP 47 tidak termasuk dalam kategori pemutihan.
Ryan Asrindo dan Jamrindo menjelaskan, bank menjamin 70% dari nilai KUR yang disalurkan.
Maksudnya apa? Kalau misalnya peminjam ambil pinjaman di KUR, katakanlah Rp 10 juta. Kreditnya jelek. Karena dijamin Askrindo atau Jamkrindo, maka tanggung jawab atau risiko banknya 30%. 70%. Diganti, itu jaminan Asrindo atau Jamkrindo,” kata Ryan kepada ILLINI NEWS, Rabu (14/11/2024).
Pasca krisis keuangan tahun 1997-1998, banyak badan usaha, baik pertanian, perkebunan, perikanan, dan lain-lain. menjelaskan kegagalan badan usaha di sektor informal seperti Oleh karena itu, pemerintah memberikan bantuan kepada korporasi dalam bentuk Kredit Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan entitas sektor informal serta program kredit Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI).
Ryan mengatakan salah satu contohnya adalah Kredit Usaha Tani (KUT) dan seingatnya nilai yang dialokasikan sekitar Rp 8 triliun. Ia mengatakan, segmen saat itu lebih fokus pada usaha kecil dan mikro (UKM). Namun dalam perjalanannya, banyak petani, nelayan, dan petani yang gagal memenuhi kewajiban pinjamannya. Dengan demikian, tingkat pemulihan dari KUT hanya mencapai 25% atau sekitar Rp5,71 triliun kredit macet.
“Karena yang menerbitkannya waktu itu adalah bank umum, bank-bank pemerintah. Lalu beberapa BPD, saya ingat. Jadi kalau kreditnya macet di bank-bank pemerintah, bank Gimbara, koleksinya tidak bisa dihapuskan, ” jelas Ryan.
Menurut dia, jika Bank Himbara sampai melakukan pendebetan rekening tersebut, dapat merugikan negara sesuai UU Keuangan Negara.
“Itu sudah menjadi masalah sejak lama,” pungkas Ryan.
Presiden Indonesia yang menjabat setelah krisis mata uang mencoba memberikan kelonggaran kepada bank-bank milik negara untuk menghapus tagihan. Namun hingga kini, mereka telah melahirkan perbuatan hukum normatif berupa keputusan presiden. Dan status hukum undang-undangnya lebih tinggi, sehingga keputusan presiden yang dikeluarkan terkait pencabutan pendaftaran itu tidak mempunyai kekuatan hukum.
“Bankir-bankir pemerintah masih takut untuk memberikan pinjaman pertanian ini. Karena kalau berani, bisa ditagih, pungutan apa? Nanti merugikan keuangan negara,” kata Ryan.
Sedangkan debitur yang tercatat di BI Checking (sekarang SLIK OJK) memiliki peringkat kredit 5 atau kredit macet. Setelah itu, mereka tidak akan bisa mengakses kredit.
Lalu, PP No. 47 dikeluarkan untuk melikuidasi kredit macet akibat krisis keuangan, serta pinjaman UKM akibat krisis keuangan global tahun 2008.
Mantan Sekretaris Perusahaan BNI Ryan menyatakan dukungannya terhadap langkah Presiden Prabowo yang menerbitkan PP.
Namun, dia menyarankan ada ketentuan yang diambil dari PP Nomor 2000. 47 untuk mengidentifikasi keterbatasan lebih lanjut dan kemungkinan teknis untuk pelaksanaan program pendidikan. Sebab, menurut Ryan, PP bersifat generik.
“Untuk menjadi pedoman bagi bank-bank BUMN dan bankir BPD, saya kira sebaiknya OJK mengambil bentuk penetapan atau penetapan POJK.” POJKnya apa? POJK itu tentang pemutihan kredit macet KUT atau apalah namanya. Biarkan itu menjadi jelas.”
“Harusnya diatur lebih teknis, operasional. Itu dalam bentuk POJK”.
Dasar hukum
Kemitraan Rio Febrianus Pasaribu, Hanafiah Ponggawa & Partners (Dentons HPRP) menjelaskan, Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Permenko) tahun 2013 No. 15 Tahun 2020 juncto Keputusan Kementerian Nomor 2020 tentang Koordinasi. 8 Tahun 2019 Tahun 2019 yang mengacu pada pedoman pelaksanaan KUR memang beranggapan bahwa program tersebut menjamin terpenuhinya kewajiban keuangan debitur. Penjaminan tersebut diberikan oleh PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) dan PT Garansi Kredit Indonesia (Jamkrindo).
Jadi jelas di sana ada penjamin KUR dan salah satu syarat KUR adalah ada perusahaan penjaminan KUR yang menerbitkan sertifikat penjaminan. Jadi jelas tingkat penjaminan di KUR itu sendiri. PP 47 mengacu pada [kriteria],” kata Rio, Jumat (22/11 2024) di segmen alat pembayaran yang sah ILLINI NEWS.
Apalagi, KUR bukan lagi program pemerintah yang sudah tidak jalan lagi, misalnya Kredit Usaha Pertanian (KUT), Kredit Investasi Kecil (KIK), Kredit Modal Kerja Tetap (KMKP), dan lain-lain.
“Untuk saat ini KUR berjalan, dan ada jaminannya. Jadi kalau kita lihat lagi, setiap kita revisi Pasal 6 dikatakan tidak dilaksanakan karena tidak dilaksanakan. dimasukkan ke dalam PP 47,” pungkas Rio.
Katanya ada PP no. 47 ini juga bisa menjadi arahan bagi bank-bank BUMN untuk menolak tegas debitur KUR yang memiliki kredit macet namun berupaya mengubah catatan programnya menjadi non-KUR.
Oleh karena itu, pihak bank tidak perlu ragu dan menolak mentah-mentah. Bagaimanapun, disepakati bahwa pinjaman yang diterima atau ditawarkan kepada calon nasabah tidak bisa diubah setengah-setengah, jelas Rio.
Karena faktor risiko setiap jenis pinjaman yang diberikan bank berbeda-beda, dan persyaratan setiap hibah juga berbeda. Oleh karena itu, ketika diputuskan untuk memasukkan pinjaman tersebut ke dalam jenis pinjaman usaha umum, pengurus bank mempertimbangkannya. .tidak bisa tiba-tiba masuk ke tengah, tapi bisa diubah di tengah untuk masuk penghapusan sesuai syarat yang dikatakannya akan datang.
Menurut Rio, hal itu menjadi pertimbangan pemerintah saat menyusun PP No. 47 Menghapus KUR dari program pendidikan kredit macet UKM.
(fsd/fsd) Simak video di bawah ini: Video: OJK Yakin Ekspansi Bisnis PVML RI Dengan Dukungan Industri Keuangan Artikel selanjutnya Muamalat Tak Pergi, BTN (BBTN) Incar Bank Swasta Lain.