Catatan: Artikel ini adalah pendapat pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan jurnalistik ILLINI NEWSinonesia.com
Pembebasan ikan air alami biasanya dianggap sebagai perbuatan mulia di tempat teduh yang memberikan minat dan karakter masyarakat. Namun, di balik niat baik ini, efek ekologis tersembunyi, yang sering diabaikan. Praktik ini, yang awalnya dirancang untuk mempertahankan alam, memiliki potensi untuk merusak ekosistem akuatik lokal.
Faktanya, tidak jarang bagi mereka yang melakukan lembaga resmi, privasi dan masyarakat berpartisipasi dalam air publik sebagai bagian dari program, seperti cinta lingkungan untuk memulihkan ekosistem sungai atau rencana keuangan sipil.
Salah satu pelepasan ikan yang menyerang menjadi ancaman serius bagi keanekaragaman hayati Indonesia, dan sudah waktunya bagi kita untuk memahami bahaya.
Ikan invasif adalah spesies yang bukan ekosistem nyata, tetapi mereka sengaja atau tidak sengaja, dan kemudian tumbuh dengan cepat untuk mengganggu keseimbangan alam. Pelepasan ikan invasif merupakan pelanggaran terhadap nomor hukum: 45/2009 perubahan dalam nomor: 31/2004 nelayan, laut dan nelayan tidak. 19/2020, dan oleh Menteri Maritim Angkatan Laut dan Nelayan 19/2021. Harus dikonfirmasi bahwa ikan berpotensi invasif, yang diproses atau dipelihara di fasilitas pemeliharaan/penangkapan ikan, untuk terpisah untuk air publik.
Efek ekologis yang luas
Pelepasan ikan dan ikan invasif memiliki potensi larangan invasif, termasuk Gar, Piranha, Arapima, Lauha, Bass Peacock, Broom, Pomfret, Tilaapia, Channa, MAS, Ekor Merah Catish, Sengketa, Catfish, Brasil. Berdasarkan hasil penelitian kami pada 2020-2023, spesies ikan invasif dan potensi invasif ini menyebabkan pengurangan populasi ikan endemik di beberapa danau dan indeks sungai.
Informasi terbaru dari Kantor Angkatan Laut dan Memancing (KKP) menunjukkan bahwa air terjun darat Indonesia mengungkapkan 70% paparan Indonesia terhadap tanah untuk tanah. Misalnya, di danau tuba, populasi ikan endemik seperti ikan batch (Neolsochilus diennemanni) masih berkurang dengan ruang yang lebih agresif saat menemukan makanan dan ruang tamu.
Pelepasan ikan invasif tidak hanya mengancam keragaman hayati, tetapi juga mengganggu rantai makanan alami. Ikan invasif biasanya merupakan predator untuk ikan endemik kecil atau bersaing untuk sumber daya terbatas. Akibatnya, tekanan pada spesies asli dan populasi secara dramatis merosot, bahkan beberapa punah.
Selain itu, invasi ikan dapat membawa penyakit yang tidak diketahui ekosistem lokal. Ikan Polandia diketahui memiliki potensi untuk membawa parasit yang dapat menempelkan ikan lokal. Pengaruhnya tidak hanya pada organisme air, tetapi juga pada orang -orang yang bergantung pada penangkapan ikan lokal untuk mata pencaharian mereka.
Ironisnya, kesadaran publik tentang bahaya menyerang ikan masih sangat rendah. Pelepasan ikan sering terjadi tanpa memahami ikan yang dilepaskan dan pengaruhnya terhadap lingkungan. Sebuah studi oleh WWF Indonesia pada tahun 2022 menunjukkan bahwa 60% orang tidak tahu perbedaan antara ikan endemik dan penjajah.
Di sisi lain, peraturan saat ini tidak cukup kuat untuk mengatasi masalah ini. Meskipun KKP telah memberikan Menteri Laut dan Nelayan No. 41/2014 tentang larangan liberalisasi ikan berbahaya dari luar negeri ke Republik Indonesia, implementasinya di lapangan masih buruk.
Solusi Berkelanjutan
Pendekatan komprehensif diperlukan untuk menyelesaikan masalah ini. Pertama, pendidikan harus ditingkatkan ke masyarakat. Kampanye harus diperkuat untuk ikan invasif dan pentingnya menjaga keragaman biologis melalui media massa, sekolah dan komunitas lokal.
Kedua, kementerian koordinasi, yang bertanggung jawab atas kantor maritim dan kantor nelayan dan karantina Indonesia, juga dimaksudkan untuk meningkatkan sinergi untuk memperkuat masalah ikan invasif dan persetujuan dan kontrol. Larangan pelepasan ikan invasif adalah untuk memantau sanksi yang ketat dan sistem pelaporan yang mudah diakses. Selain itu, program investasi ikan endemik harus didorong untuk mengembalikan keseimbangan sistem ekologis.
Akhirnya, kerja sama antara pemerintah, organisasi pemerintah dan peneliti harus ditingkatkan. Studi tentang efek penyimpanan ikan dan ikan invasif harus terus memberikan solusi berbasis informasi.
Pelepasan ikan invasif dapat dilakukan dengan niat baik, tetapi efeknya sangat berbahaya bagi lingkungan. Sudah waktunya untuk paradigma dan mengambil langkah konkret untuk melindungi keanekaragaman hayati Indonesia. Jangan biarkan niat baik kita kembali ke pengembalian yang menghancurkan sistem cat air yang telah ada selama ribuan tahun. Pengobatan disebabkan oleh kebijaksanaan karena ketika terluka, sulit untuk membawanya kembali seperti sebelumnya. (DPU/DPU)