berita aktual The Fed Beri Kabar Buruk, Badai IHSG-Rupiah Berlanjut?

Pasar saham Indonesia lesu kemarin, dengan melemahnya IHSG dan Rupiah, seiring investor menjual obligasi. Wall Street beragam karena sikap hati-hati The Fed, meskipun ada sedikit penundaan dalam data pekerjaan. Hasil risalah The Fed akan menjadi fokus utama pasar keuangan Indonesia saat ini.

Jakarta, ILLINI NEWS – Pasar saham Indonesia pada Rabu (8/1/2025) bergerak lambat dan transaksi sepi. Pelaku pasar sepertinya masih wait and see karena banyaknya data yang dirilis pekan ini.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kemarin ditutup melemah tipis 0,04% pada 7.080,35. Selama tiga hari berturut-turut, IHSG bertahan di level mental 7.000.

Volume transaksi kemarin mencapai Rp 9,1 triliun, termasuk 16,5 miliar saham yang berpindah tangan sebanyak 1,1 juta kali. Sebanyak 239 saham menguat, 352 saham melemah, dan 208 stagnan.

Perlu diketahui, dengan lima sektor usaha yang beroperasi pada 2025, IHSG belum akan mencatatkan nilai transaksi di atas Rp 10 triliun. Hal ini menunjukkan pasar saham Indonesia masih tergolong tenang.

Tekanan jual dari asing belum mereda sejak pembukaan pasar di awal tahun. Kemarin, total penjualan saham asing tercatat Rp 353,71 miliar. Pasar reguler masih mendominasi dengan total penjualan Rp399,033 miliar, sedangkan pasar uang nego luar negeri mencatatkan total penjualan Rp45,32 miliar.

Pasar saham Indonesia disinyalir lesu akibat reaksi pelaku pasar yang cenderung wait and see di pekan sibuk ini, apalagi Kamis pagi akan ada notulen rapat The Fed, disusul di akhir pekan akan ada data gaji Amerika Serikat (AS). . .

Sebelumnya pada hari Selasa, juga ada rilis data ketenagakerjaan yang masih menunjukkan kekuatan, ditunjukkan pada Data JOLTs Pembukaan JOLTs bulan November yang naik sebesar 8,09 juta dibandingkan prospek 7,7 juta.

Hasilnya, untuk Pengangguran sejak bulan November, hasilnya lebih baik dari perkiraan, dengan peningkatan sebesar 3,06 juta, di bawah perkiraan sebesar 3,31 juta.

Kuatnya pasar tenaga kerja menunjukkan bahwa perekonomian AS masih berkinerja baik, meskipun inflasi terkonfirmasi dalam beberapa bulan terakhir. Hal ini merupakan gambaran lain dari prospek kebijakan The Fed yang tampak berhati-hati dalam menurunkan suku bunga.

Pasar sedang menunggu kebijakan suku bunga The Fed yang tampaknya akan tertahan pada bulan ini. Mengonfirmasi rencana spot The Fed pada Desember lalu yang menunjukkan kemungkinan pemotongan pada tahun ini mungkin hanya dua kali lipat dibandingkan perkiraan sebelumnya sebanyak empat kali.

Sejalan dengan banyaknya ketidakpastian, penurunan pendapatan Garuda juga terjadi kemarin, meski ada tren kuat pada data valuta asing (cadev).

Tampaknya tekanan eksternal masih lebih mempengaruhi rupiah dibandingkan kabar baik dari penguatan cadevi.

Dilansir Refinitiv, rupiah ditutup menguat 0,4% pada Rp/US$16.190 pada Rabu (8/1/2025). Berbeda dengan penutupan perdagangan sebelumnya (7/1/2025) sebesar 0,04%.

Sejalan dengan IHSG dan lesunya Rupiah, pasar obligasi juga tengah berjuang menghadapi kenaikan imbal hasil.

Berdasarkan data Refinitiv, pada akhir kemarin, imbal hasil obligasi Indonesia bertenor 10 tahun berakhir di level 7,18%. Dalam sehari naik 8 poin (bps).

Imbal hasil (yield) obligasi acuan Indonesia telah meningkat selama empat hari berturut-turut, yang mengindikasikan bahwa harga semakin merosot. Sebagai catatan, pergerakan saham membalikkan arah harga, ketika saham naik berarti harga turun.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *