Bandung Barat, ILLINI NEWS – Siapa sangka keberanian dan tekad seorang pengusaha bangkrut bisa membenahinya. Tak hanya berkembang, tak menutup kemungkinan usaha Adang Muhdin bisa dikenal hingga ke mancanegara, yang tentunya lebih bermanfaat bagi lingkungan sekitar.
Adang bercerita, setelah lulus S2 dan bekerja di bagian riset sebuah perusahaan di Jerman, ia kembali ke negara asalnya untuk menjadi wirausaha. Ketika dia masih muda, bisnisnya gagal dan dia harus lari ke darat.
“Tahun 2006 kita buka usahanya dan berakhir tahun 2009. Pailit,” ujarnya kepada media di Bandung Barat, Jumat (9/8/2024).
Namun, ia tidak putus asa dan memulai usaha baru berupa kerajinan bambu. Setelah itu saya mencari bisnis yang belum ada. Kalau di masjid aku lihat bambu, lalu di televisi aku juga lihat biola. “Kemudian saya terpikir untuk membuat biola dari bambu,” imbuhnya.
Bersama dua rekannya, Adang kemudian mulai meneliti dan membuat kerajinan bambu pada tahun 2011. Hasilnya adalah sebuah biola dan gitar bass yang kemungkinan besar jika dijual akan menarik minat pembeli luar negeri.
“Biola pertama dibeli orang Jepang seharga Rp 3,5 juta dan bassnya dibeli orang Rumania seharga Rp 4 juta,” kata Adang.
Dia menggunakan hasil penjualan sebagai modal awal untuk memperluas produksi dan penjualan. Alhasil, tidak hanya semakin banyak pembeli internasional yang tertarik, seperangkat perlengkapan musik juga bisa disaksikan di acara musik jazz tahunan di Jakarta pada tahun 2013.
Setelah dicemooh banyak orang dan bertanya mengapa alat musik bambu yang dibuatnya harganya mahal, Adang memutuskan untuk menggunakan merek dagang Viragewi. Viragewi, kata adang, berasal dari kata Sunda piraj awi yang berarti “hanya bambu”.
Menurut Adang, filosofi yang melatarbelakangi perkataan Peeraj Awi adalah hingga saat ini bambu hanya digunakan untuk furnitur dan rebung diolah menjadi makanan. Jika dilihat dari nilainya, olahan bambu masih belum bernilai tinggi dan masih ada persepsi di masyarakat bahwa mengolah “bambu saja” tidaklah mahal. Oleh karena itu, Viragevi Group bermaksud mengolah bambu tersebut sedemikian rupa sehingga menjadi produk dengan kualitas berbeda dan bernilai lebih tinggi dibandingkan bambu yang diolah secara konvensional.
Hasilnya sangat meyakinkan, Adang mengakui produk Virageawi sudah dikenal di mancanegara, seperti Perancis, Jepang, Romania, Filipina, India, dan Malaysia. Saat ini, dalam setahun Virageawi mampu menghasilkan 36 produk unik berdasarkan pesanan pelanggan. Harganya pun beragam, saat ini yang paling murah adalah gitar seharga Rp 14 juta dan termahal drum hingga Rp 50 juta per set.
Keunikan produk alat musik Viragewi pun mendapat pujian dari beberapa tokoh nasional, termasuk Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang dikenal penggemar berat genre musik rock. “Pada tahun 2017, Pak Jokowi mengomandoi bedug melalui dukungannya,” ujarnya.
Setahun kemudian, Adang, Perdana Menteri Malaysia melalui Kementerian Perdagangannya mengikuti drum set yang sama persis dengan milik Presiden Jokowi. “Yang membedakan hanyalah pola batik pada gendangnya. Kalau Pak Jokowi Batik Indonesia, Perdana Menteri Malaysia Batik Malaysia,” ujarnya.
Grup Viragevi kini tidak hanya dikenal dunia, namun juga berkontribusi terhadap perekonomian masyarakat desa Simerem dengan memanfaatkan bahan baku bambu dan rebung serta membentuk Kelompok Wanita Kreatif Tanginas yang membuat siomay, brownies, dan sandol. Ada juga Kelompok Wanita Kreatif Motekar yang membuat kerupuk daun bambu. Selain itu, Virageawi juga menampung penyandang disabilitas di rumah produksi kerajinan bambu yang berlokasi di Jl. Raya Batujar No. 81RT.03 RW.07 Desa Cimareme, Kecamatan Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat.
Namun, Adang melihat keberhasilan dan pertumbuhan usahanya juga dapat terwujud berkat dukungan BRI yang telah memberikan dukungan permodalan sejak tahun 2014. Selain itu, BRI membantunya mendaftarkan Viragevi Music dengan hak kekayaan intelektual.
“BRI selalu mendukung kami dan mengajak Viragevi ke pameran di luar negeri. Saya mencari pembeli/penjual untuk bertemu di pameran. Sekarang di luar negeri ada sekitar 200 orang,” kata E.
Pada kesempatan lain, Direktur Mikro BRI Supari mengungkapkan bahwa BRI berkomitmen bermitra dan mendukung UMKM melalui Program Klaster My Life. Program ini merupakan wadah yang dapat dimanfaatkan para pelaku UMKM untuk mengembangkan usahanya.
Dengan kekuatan dan dukungan tersebut, para pelaku UMKM dapat meningkatkan produknya dan mengembangkan usahanya, sehingga kedepannya UMKM yang sedang berkembang dapat menjadi inspirasi bagi para pelaku usaha di sektor lainnya.
“Kami berkomitmen untuk terus bermitra dan mendukung UMKM tidak hanya melalui pemberian modal usaha, tetapi juga melalui pelatihan usaha dan program pemberdayaan lainnya, sehingga UMKM dapat tumbuh dan berkembang. Semoga kisah Piraj Avi Bamboo Group dapat menjadi inspirasi. Sebuah cerita yang bisa dinarasikan oleh para pelaku UMKM di sektor lain,” kata Supari.
(Bull/Bull) Tonton video di bawah ini: Video: Bicara potensi bisnis produk perawatan rambut lokal yang mendunia Artikel berikutnya Program BRI kembangkan peternakan ayam ini