Jakarta, ILLINI NEWS – Dalam sepekan ke depan, dampak baik dari dalam maupun luar negeri akan mempengaruhi pasar keuangan dalam negeri. Secara khusus, pengaruh dalam negeri yang berasal dari Bank Indonesia (BI) akan berdampak besar terhadap keputusan investor, baik dalam maupun luar negeri.
Pada Senin (18/11/2024), pada dasarnya tidak ada dampak besar baik domestik maupun global. Begitu pula pada Selasa (19/11/2024) rilis data Indeks Harga Konsumen (CPI) Eropa dan Kanada diperkirakan masih mengalami kenaikan.
Selain itu, Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI juga akan digelar hingga Rabu (20/11/2024). Salah satu yang ditunggu para pedagang adalah keputusan suku bunga BI (BI rate) periode November 2024.
Selain itu, pada Rabu (20/11/2024), China dan Indonesia akan meninggalkan keputusan suku bunga acuannya.
Tiongkok, dari Loan Prime Rate (LPR) satu tahun hingga lima tahun, pasar memperkirakan akan mempertahankan suku bunganya masing-masing di 3,1% dan 3,6% setelah ekspor suku bunganya dari 3,35% dan 3,85%.
Sekadar informasi, LPR satu tahun berlaku untuk pinjaman korporasi dan sebagian besar pinjaman rumah tangga di Tiongkok, sedangkan LPR lima tahun digunakan sebagai acuan bunga hipotek.
Perjalanan ini diharapkan. Sebelumnya, Gubernur bank sentral China Pan Gongsheng mengisyaratkan suku bunga acuan akan diturunkan dari 20 menjadi 25 poin.
Pada hari yang sama, BI akan merilis suku bunga acuan, suku bunga deposito, dan suku bunga pinjaman.
Sebagai catatan, pada Oktober lalu BI mempertahankan suku bunga sebesar 6% dengan suku bunga deposito 5,25%, dan suku bunga pinjaman korporasi 6,75%.
“Keputusan ini sejalan dengan arah kebijakan moneter untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam target 2,5% pada tahun 2024 dan 2025,” jelas Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers usai Rapat Dewan Gubernur di kantornya. , Rabu. 16/10/2024).
Kebijakan ini juga untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.
Ide kebijakan moneter jangka pendek ini adalah stabilisasi nilai tukar rupiah akibat peningkatan likuiditas global, ujarnya.
Kemudian keesokan harinya (21/11/2024), BI akan merilis jumlah transaksi berjalan dan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) triwulan III tahun 2024.
Sebelumnya, pada triwulan II-2024, defisit transaksi berjalan Indonesia meningkat menjadi US$ 3,02 miliar dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar US$ 2,50 miliar, sehingga mencatat defisit pada triwulan berikutnya dan 0,9% terhadap PDB negara.
Angka terbaru ini merupakan defisit transaksi berjalan terbesar sejak kuartal pertama tahun 2020, karena defisit transaksi berjalan mencapai US$5,15 miliar, tertinggi dalam enam kuartal, dibandingkan dengan US$4,60 miliar tahun lalu, yang disebabkan oleh peningkatan kekurangan perjalanan.
Selain itu, pada Jumat (22/11/2024), BI akan merilis data investasi (M2) di Indonesia yang meningkat menjadi Rp 9.044,9 triliun atau tumbuh 7,2% per tahun (year and year/yoy) dan September 2024. Sementara itu, Pertumbuhan M2 nyaris stagnan setelah tumbuh 7,3% pada Agustus lalu.
Pertumbuhan ini stabil dibandingkan pertumbuhan pada bulan sebelumnya. Perkembangan tersebut disebabkan oleh peningkatan uang beredar sempit (M1) sebesar 6,9% (yoy) dan uang biasa sebesar 5,3% (yoy).
Pembukaan M2 pada September 2024 dipengaruhi oleh perkembangan dan penyaluran kredit dan laporan bersih di Pemerintah Pusat (Pempus), kata Ramdan Denny Prakoso, Direktur Departemen Komunikasi BI, Selasa (22/10/2024).
Survei ILLINI NEWS
[dilindungi email] (ungkapkan/rev)