JAKARTA, ILLINI NEWS – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan persiapan aturan penerapan Credit Scoring (ICS) atau Alternative Credit Rating (PKA) baru sudah dalam tahap akhir dan didorong untuk berkoordinasi. Direktur Eksekutif Inisiatif Teknologi Sektor Keuangan OJK, badan yang mengawasi aset keuangan digital dan aset kripto, Hassan Fawzi mengatakan pihaknya ingin Peraturan OJK (POJK) terbit sebulan mulai hari ini atau paling lambat akhir tahun.
Hasan menjelaskan, kehadiran PKA akan melengkapi keputusan penyaluran pinjaman dari lembaga perantara. Ke depan, kehadiran PKA akan melengkapi Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) OJK yang menjadi acuan lembaga keuangan dalam mengevaluasi calon peminjam.
“Kita semua adalah masyarakat yang tidak mempunyai data historis perkreditan, biasanya kalau kita ingin mengakses pembiayaan dari bank, fintech lending, perusahaan multifinance, kita ditolak karena tidak punya track record, kita tidak punya kredit. sejarah sekarang, dengan alternatif credit scoring, dia menggunakan data di luar riwayat kredit,” jelas Hassan ketika Senin (11/11/2024).
Hassan menjelaskan, data historis yang dimaksud bisa berasal dari aktivitas calon peminjam di media sosial, catatan pembayaran utilitas seperti tagihan listrik, telepon, apartemen, dan lain-lain. Informasi ini dapat menjadi penting bagi pemberi pinjaman ketika menyetujui permohonan kredit untuk perorangan, UMKM atau pengusaha.
Oleh karena itu, peminjam dapat merujuk pada SLIK, PKA, dan Lembaga Pengelola Informasi Perkreditan (LPIP) nantinya dalam evaluasi calon pemberi pinjaman. Hasan mengatakan LPIP lebih banyak menggunakan data historis kredit dengan beberapa model dalam memberikan credit scoring.
Hasan menyimpulkan: “Tetapi sebagian besar dari kita tidak memiliki data riwayat kredit. Sayang sekali jika tidak dilayani. Sehingga timbul kebutuhan dan jawabannya adalah dengan adanya lembaga pemeringkat kredit alternatif ini.” .
Keberadaan PKA tidak akan mempersulit mereka yang tidak memiliki akses terhadap pembiayaan. Hassan mengatakan, hal itu justru akan membuka akses bagi pihak-pihak yang belum memiliki perbankan, serta memperluas segmen pasar baru bagi peminjam. Selain itu, PKA dapat mencegah potensi gagal bayar.
“Dengan informasi credit scoring yang baik, lembaga pembiayaan ini juga memiliki kemampuan untuk mengurangi kemungkinan gagal bayar atau tingkat kredit macet. Jadi inilah manfaat utama PKA,” jelas Hassan.
Dijelaskannya, saat ini terdapat 4 regulator ICS yang telah melalui tahap regulasi dan terdaftar. Saat ini, ada 10 penyedia ICS potensial yang masih dalam tahap regulasi untuk mendapatkan persetujuan lisensi.
Hassan mengatakan, ketika aturan perizinan PKA diterbitkan oleh OJK, maka regulator ICS akan sama dengan Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK).
Sebelumnya, Persatuan Perusahaan Real Estate Indonesia (RII) mengungkapkan banyaknya rekening kredit macet (Panjul) yang menolak hampir 40 persen permohonan kredit kepemilikan rumah (KPR) karena gagal membayar pinjaman online. REI juga mengidentifikasi tanda-tandanya utang dari SLIK yang tidak segera dihapus pada saat pembersihan.
Selain itu, Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BBTN), kata Nixon Naptolo. Menurut dia, bank umum yang fokus di sektor perumahan terhambat dalam menyalurkan KPR subsidi karena SLIK OJK kini sudah mencakup penagihan utang.
Ia mengatakan, nilai penagihan tidak mencerminkan nilai nominal pinjaman, sedangkan jumlah kredit macet di Panjul hanya Rp 100.000. Nixon mengatakan itu adalah gangguan.
Akibatnya, lebih dari 30 persen perumahan bersubsidi tidak dapat diperoleh karena nilai kredit yang buruk.
(fsd/fsd) Tonton video di bawah ini: Video: Daya Beli Efek Eclipse, Spread Kredit Berganda Menyusut Artikel Berikutnya Ransomware Menyerang Perusahaan Teknologi Finansial? kata OJK