JAKARTA, ILLINI NEWS – Investor khawatir setelah indeks harga saham (IHSG) kembali berfluktuasi. Diberitakan, dalam kurun waktu sebulan, IHSG mengalami ambles sebesar 7,27% ke level 7.195,71 pada perdagangan kemarin, Selasa (19/11/2024).
Penurunan IHSG terjadi karena dana asing meninggalkan pasar domestik menuju Wall Street dan kelas aset berisiko lainnya, seperti mata uang digital, pasca Donald Trump memenangkan pemilihan presiden AS awal bulan ini.
Dalam sebulan, hampir $20 triliun pendanaan asing meninggalkan Indonesia, sementara saham-saham unggulan (blue-chip) justru mengalami koreksi mendalam dan gagal pulih dari perasaan “window dressing” yang seharusnya mulai muncul.
Selain itu, latar belakang kondisi makroekonomi Indonesia juga turut memberikan sentimen negatif terhadap perkembangan pasar modal, dimana pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat kurang dari 5 persen.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan realisasi pertumbuhan ekonomi pada triwulan III tahun 2024 sebesar 4,95 persen dibandingkan tahun lalu. Angka tersebut mengalami penurunan sebesar 5,05% dibandingkan triwulan II tahun 2024.
Lalu ada sentimen makro lainnya yaitu adanya potensi kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang diperkirakan akan naik hingga 12% pada Januari 2025 dan juga menurunkan daya beli masyarakat sehingga terpaksa melakukan realokasi pengeluaran dari tabungan ke kebutuhan investasi. .
Penerbit uang tunai jumbo
Meski kondisi pasar modal lemah dan sentimen makroekonomi suram, sejumlah emiten masih memiliki valuasi yang menarik, setidaknya di atas kertas dari sisi neraca.
Beberapa perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia memiliki kas dan setara kas dalam jumlah besar – yang merupakan salah satu metrik utama yang dipertimbangkan investor untuk mengukur kesehatan keuangan – yang nilainya jauh lebih besar dibandingkan ekuitas perusahaan.
Likuiditas jumbo yang sama atau bahkan lebih dari nilai pasar yang dinilai investor berarti di atas kertas saham-saham emiten itu murah, dan nilai pasar (harga saham) jauh lebih rendah dari nilai buku perusahaan tersebut.
Survei ILLINI NEWS merangkum 10 emiten yang memiliki setara kas terhadap nilai pasar.
Ketiga emiten besar tersebut termasuk dalam tiga emiten teratas dengan nilai tunai terhadap pasar.
Salah satu emiten Grup Panin, PT Panin Financial Tbk (PNLF), memiliki kas yang sangat tinggi dan melebihi nilai pasar. PNFL tercatat memiliki kas dan setara kas sebesar Rp 16,32 triliun dengan kapitalisasi pasar Rp 14,4 triliun.
Grup Panin lainnya adalah salah satu emiten kaya uang, PT Paninvest Tbk (PNIN) yang memiliki likuiditas jauh di atas nilai pasar.
PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) menempati peringkat kedua di antara dua penerbit Grup Panin. Saham sektor teknologi ini terkenal dengan nilai tunainya yang tinggi sehingga mampu menarik perhatian investor, terutama setelah beredarnya rumor bahwa Bukalapak akan membeli TEMU.
Meski menarik di atas kertas, ternyata mengoleksi emiten dengan likuiditas jumbo tak selamanya menarik. Ada beberapa alasan mengapa perusahaan menimbun uang tunai, sehingga investor harus berhati-hati.
Ketika nilai pasar suatu perusahaan lebih kecil dari aset tunainya, hal ini dapat mengindikasikan beberapa situasi potensial:
1. Evaluasi sangat rendah
Pasar mungkin meremehkan suatu perusahaan karena sentimen negatif, kinerja buruk baru-baru ini, atau tren pasar yang lebih luas. Investor mungkin percaya bahwa prospek masa depan suatu perusahaan buruk, meskipun posisi kasnya kuat.
Hal tersebut menunjukkan status emiten PT Mandom Indonesia Tbk (TCID) saat ini, meski masuk dalam 10 besar saham yang banyak uangnya, namun kinerja keuangan TCID masih mencatatkan kerugian hingga kuartal III 2024.
Rugi bersih PT Mandom Indonesia Tbk (TCID) meningkat signifikan menjadi Rp 86,84 miliar pada September 2024 dibandingkan rugi Rp 7,5 miliar pada periode yang sama tahun lalu. Berkurangnya penjualan dan tingginya biaya menyebabkan meningkatnya kerugian bagi perusahaan.
2. Pahami risiko
Investor mungkin melihat risiko signifikan yang terkait dengan perusahaan, seperti tantangan operasional, tingkat utang, atau hambatan industri, yang menyebabkan harga saham turun meskipun ada cadangan kas.
Hal ini menunjukkan PT MNC Kapital Indonesia Tbk (BCAP) masih memiliki risiko utang yang sangat tinggi dengan rasio utang (DER) sebesar 325,15%.
3. Potensi perolehan
Perusahaan dengan nilai pasar lebih rendah dari kepemilikan tunai dapat menjadi target pengambilalihan yang menarik, karena uang tunai dapat dilihat sebagai penyangga bagi perusahaan yang mengakuisisi atau cara untuk membiayai pertumbuhan.
Hal ini mewakili emiten Grup Panin, PT Panin Financial Tbk (PNLF), di mana beredar rumor akuisisi dan merger PT Bank Maybank Indonesia Tbk (BNII) dengan PT Bank Panin Tbk (PNBN).
4. Penggunaan modal yang tidak efisien
Hal ini mungkin menunjukkan bahwa perusahaan tidak menggunakan kasnya secara efektif untuk menghasilkan pertumbuhan atau laba, sehingga dapat menimbulkan kekhawatiran mengenai efektivitas manajemen.
Hal ini ditunjukkan oleh eksportir industri pelayaran yang fokus pada tenaga batubara, dimana PT Mitrabahtera Segara Sejati Tbk (MBSS) mengalami penurunan laba bersih akibat saldo kas yang tinggi.
Pada kuartal ketiga tahun 2024, MBSS menunjukkan penurunan laba bersih menjadi $197,24 miliar dibandingkan $225,4 miliar pada periode yang sama tahun lalu.
5. Masalah likuiditas
Meskipun memiliki banyak uang tunai mungkin tampak positif, namun hal ini bisa menjadi pertanda masalah likuiditas jika perusahaan tidak mampu menghasilkan pendapatan atau laba yang cukup dari operasi.
Dalam pembahasan mengenai likuiditas saham, ada emiten yang mempunyai likuiditas tinggi dan keuntungan meningkat, namun likuiditasnya sangat kecil. PT Champion Pacific Indonesia Tbk (IGAR) berhasil mencatatkan peningkatan laba bersih menjadi Rp 41,28 miliar pada kuartal III 2024, meningkat sebesar USD 28,61 miliar dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Sedangkan likuiditas perdagangan harian saham Igar hanya 5 juta real per hari. Likuiditas yang minim pun gagal mendorong saham IGAR.
6. Sentimen pasar
Kondisi pasar yang lebih luas atau kondisi sektor tertentu juga dapat mempengaruhi perbedaan-perbedaan ini. Bahkan perusahaan yang sangat kuat pun bisa melihat harga sahamnya jatuh jika investor meninggalkan sektor tertentu.
Sentimen pasar saat ini bias terhadap saham-saham teknologi menjelang pengumuman kebijakan suku bunga Bank Indonesia (BI). Eksportir PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) kini kembali berada di zona penguatan.
Saham-saham yang termasuk dalam sektor teknologi selalu menjadi perhatian karena saham-saham teknologi memiliki kas dalam jumlah besar dan dikabarkan akan dibeli oleh aplikasi asal China, Temu.
Pasalnya, Bukalapak memiliki banyak uang dan mengupayakan pertumbuhan organik dan anorganik. Bukalapak bertujuan untuk menyimpan sejumlah besar uang tunai untuk digunakan untuk investasi masa depan dan potensi akuisisi sambil terus memperkuat bisnis intinya.
Bukalapak akan terus mengembangkan bisnis remittance dan melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan pendapatan mitra. Sedangkan untuk inisiatif toko khusus, Bukalapak berencana memperkuat inisiatif Original Equipment Manufacture (OEM).
Bisnis ini memiliki tingkat bunga yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan bisnis e-commerce. Tarif penarikan adalah biaya atau komisi yang dibebankan kepada vendor atau penyedia layanan pihak ketiga.
Meskipun vertikal khusus hanya menyumbang 10-15% dari pasar TPV, ia memiliki tingkat bunga yang tinggi karena sifat 1P-nya. Hal ini memberikan ruang untuk menghasilkan lebih banyak uang dan meningkatkan profitabilitas perusahaan.
Riset ILLINI NEWS
[dilindungi email] (atur/atur)