Jakarta, ILLINI NEWS – Tidak ada gunanya memiliki banyak kekayaan, namun orang-orang di sekitar Anda masih terjebak dalam kemiskinan dan kesengsaraan. Atas dasar itu, salah satu orang terkaya di Indonesia kolonial, Tjong A Fie, menyerahkan hartanya untuk kepentingan masyarakat.
Sekadar informasi, Tjong A Fie merupakan seorang pengusaha asal Medan yang eksis pada tahun 1900-an. Usahanya adalah perkebunan tembakau, gula dan karet, dan ia merupakan investor aktif di beberapa perusahaan dan bank.
Bahkan, jaringan dagangnya menguasai seluruh perusahaan di pantai timur Sumatera dan banyak wilayah di Asia. Semua itu membuat pria kelahiran 1860 ini menjadi sangat kaya raya dan masuk dalam daftar salah satu orang terkaya di Indonesia kolonial.
Namun kekayaan tidak membuatnya puas. Dengan kekayaannya yang melimpah, ia kemudian tercatat dalam sejarah sebagai orang terkaya dan paling baik hati.
Setidaknya ada dua alasan berbeda mengapa dia bertindak seperti itu. Apakah ada sesuatu?
Pertama, menurut penafsiran Benny J. Setiono dalam China’s Politics Whirlpool (2003), ia menjadi dermawan karena memperoleh rejeki dari “uang panas”. Dikenal juga karena berasal dari monopoli penjualan opium atau obat-obatan.
Kedua, berdasarkan obituari surat kabar De Locomotief (4 Februari 1921), diketahui bahwa motif Tjong A Fie bersikap sopan didasari oleh pengalaman tidak menyenangkannya saat hidup dalam kesusahan dan kemiskinan. Oleh karena itu, agar masyarakat tidak menghadapi kesulitan, ia ingin membantu mereka.
Apapun versi yang benar, Tjong A Fie tentu tercatat sebagai sosok dermawan yang mampu meringankan penderitaan rakyat. Semasa hidupnya ia tercatat telah membangun beberapa rumah sakit bernama Tjie On Tjie Jan dan rumah sakit khusus penyakit kusta.
Di bidang keagamaan, ia juga membangun beberapa kelenteng dan tempat pemakaman khusus untuk warga etnis Tionghoa dan disediakan gratis bagi umat Islam juga.
Ia tercatat membiayai sepenuhnya pembangunan masjid di Kota Medan. Sekaligus juga memberikan tanah gratis kepada Wakaf Islam.
Harian Sumatra Post (27 Februari 1900) memberitakan, ketertarikan Tjong Ah juga dirasakan pada dunia pendidikan. Ketika sekolah masih langka, ia dengan sukarela mendirikan banyak sekolah yang dapat diakses oleh semua orang tanpa kecuali, termasuk sekolah Islam, Kristen, dan Cina.
Intinya, kebaikan hati Tjong A Fie menjadikan Medan selangkah lebih maju dibandingkan kota-kota lain pada masa penjajahan. Oleh karena itu ia menjadi sosok yang paling disegani bersama Sultan Deli.
Sayangnya perjalanan hidup Tjong A Fie terbilang singkat, hanya 51 tahun. Pada tanggal 4 Februari 1921, dia meninggal mendadak karena pendarahan otak. Kematiannya yang mendadak menjadi duka mendalam bagi masyarakat Medan.
Harian Sumatra Post (10 Februari 1921) memberitakan, ketika berita meninggalnya saudagar kaya itu tersebar, ribuan orang datang ke rumahnya untuk berduka. Tak hanya warga Medan, warga Aceh, Padang, Penang, Malaya bahkan Batavia pun hadir untuk mengantarnya ke tempat peristirahatan terakhirnya.
Sebelum wafat, beliau mewariskan agar sebagian hartanya diwariskan dan sisanya dihibahkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
(mfa/sef) Tonton video di bawah ini: Video: Teks prospek bisnis produk perawatan rambut lokal di seluruh dunia Artikel berikutnya Tentara menjadi orang terkaya di Jawa, rebut tanah di pinggiran Jakarta