JAKARTA, ILLINI NEWS – Kakao, produk yang menghidupkan secangkir coklat di meja sarapan dunia, kini menceritakan kisah berbeda. Kenaikan harga mencerminkan dinamika pasar global, dimana petani kecil di Ghana menjadi bagian dari permainan yang semakin kompleks di tangan spekulator besar Wall Street. Di tengah panasnya aromanya, pasar ini mengandung kenyataan pahit yang tak terelakkan.
Menurut laporan Reuters, Ghana, negara penghasil kakao terbesar kedua di dunia, telah memutuskan untuk menaikkan harga produsen menjadi 51.000 Ghana sin per ton, atau sekitar $3.144. Langkah ini, seperti strategi catur, bertujuan menghentikan penyelundupan di Pantai Gading, negara tetangga yang menawarkan lebih banyak insentif kepada para petani. Namun, kebijakan-kebijakan ini cukup untuk mengatasi badai yang terjadi di pasar global dan tantangan domestik. Apakah harga kakao dunia mencapai rekor tertinggi? Menurut laporan Refinitiv tanggal 29 November 2024, harga kontrak kakao di bursa global mencapai $9.220 per ton, naik lebih dari 20% year-to-date. Alasannya bukan hanya satu: cuaca buruk, penurunan produktivitas, dan gelombang ketidakpastian di pasar adalah faktor utamanya.
Pertumbuhan ini membawa manfaat, namun juga risiko. Data menunjukkan bahwa produksi kakao di Ghana dan Pantai Gading, yang memasok hampir 70% kakao dunia, mengalami penurunan tajam. Ghana, misalnya, memperkirakan hasil panennya pada tahun 2024 akan menurun sebesar 9%, angka yang cukup mengejutkan untuk negara yang perekonomiannya sangat bergantung pada kakao.
Di luar dinamika pasar global ini, Indonesia mempunyai potensi untuk mencuri perhatian. Namun demikian, tantangan masih tetap ada: produktivitas kakao nasional justru turun sebesar 4,2% akibat cuaca buruk dan tingginya harga pupuk.
Dalam konteks ini, Indonesia bisa mengambil pelajaran dari Ghana. Seiring dengan tuntutan pasar global terhadap produk-produk yang bernilai tambah, strategi peningkatan kualitas dan daya saing kakao olahan menjadi sangat relevan. Namun, tanpa dukungan politik yang kuat, kemungkinan tersebut hanya akan menjadi bayang-bayang mimpi besar. Kenaikan harga produsen yang diumumkan oleh Ghana bukan hanya merupakan keputusan ekonomi tetapi juga keputusan politik. Presiden Nana Akufo-Addo mengambil langkah ini dalam upaya untuk mengamankan suara para petani menjelang pemilu nasional. Namun, menurut analis di IMANI Afrika, kebijakan-kebijakan ini gagal mengimbangi tekanan inflasi dan devaluasi Cedi Ghana, yang telah menurunkan daya beli petani ke tingkat kritis.
Dalam konteks kenaikan harga ini, kakao menjadi lebih dari sekedar komoditas. Hal ini telah menjadi simbol ketidakpastian global, dimana perubahan iklim, geopolitik dan dinamika pasar saling bertabrakan. Peluang kini semakin terbuka bagi Indonesia untuk menjadi pemain utama di sektor olahan kakao. Namun, ibarat secangkir coklat yang membutuhkan keseimbangan rasa, langkah selanjutnya harus dibarengi dengan strategi yang matang.
Harga kakao mungkin akan terus mencetak rekor, namun kisah di baliknya adalah sebuah kisah peringatan: Di luar manisnya kenaikan harga, tantangan masih menghadang. Dunia harus memilih: apakah perjalanan kakao akan menjadi babak baru yang manis atau kembali ke kepahitan lama?
Riset ILLINI NEWS Indonesia
(membangun/membangun)