Jakarta, ILLINI NEWS – Ransomware kini bernilai satu miliar dolar. Namun, masalah ini tidak selalu signifikan di masa lalu, dan risiko keamanan siber tidak terlalu umum seperti saat ini.
Sejak tahun 1980-an, ransomware adalah jenis malware yang digunakan oleh penjahat dunia maya untuk mengunci file di komputer seseorang dan meminta uang tebusan untuk membukanya.
Penjahat dunia maya meraup US$1 miliar dalam pembayaran mata uang kripto yang diambil dari korban ransomware sepanjang tahun 2023, sebuah rekor menurut data dari perusahaan analisis blockchain Chainalysis.
Para ahli memperkirakan bahwa ransomware akan terus berkembang, dengan teknologi komputasi awan modern, kecerdasan buatan, dan geopolitik di masa depan.
Seiring berkembangnya industri ransomware, industri ini akan menjadi semakin canggih. Para ahli memperkirakan bahwa pelaku perdagangan manusia akan terus menemukan cara baru untuk menggunakan teknologi ini untuk mengeksploitasi bisnis dan individu.
Pada tahun 2031, ransomware akan merugikan korban sebesar $265 miliar per tahun, menurut laporan dari Cybersecurity Ventures.
Beberapa ahli khawatir bahwa AI dapat menjadi celah bagi penjahat yang ingin membuat dan mengirim ransomware. Mike Beck, kepala keamanan informasi di Darktrace, mengatakan kepada ILLINI NEWS International bahwa ada peluang besar bagi AI, baik untuk meminta pertanggungjawaban penjahat maupun untuk meningkatkan produktivitas dan operasi dalam keamanan siber bisnis.
“Kita harus mempersenjatai diri dengan senjata yang sama yang digunakan orang-orang jahat,” kata Beck, seperti dikutip Kamis (3/1/2025).
“Orang-orang jahat akan menggunakan alat yang sama yang digunakan dalam semua perubahan yang terjadi saat ini,” tambahnya.
Namun Lee tidak menganggap AI menimbulkan risiko tebusan sebesar yang diperkirakan banyak orang.
“Ada banyak hipotesis tentang AI yang sangat bagus untuk rekayasa sosial,” kata Lee kepada ILLINI NEWS. “Namun, jika melihat serangan yang ada dan jelas berhasil, umumnya serangan tersebut merupakan serangan sederhana yang berhasil.” dia menambahkan.
Indonesia dilanda serangan ransomware
Pada pertengahan tahun ini, Indonesia juga mengalami serangan ransomware yang menonaktifkan Pusat Data Nasional (PDNS).
Hasilnya, peristiwa yang terjadi pada 20 Juni 2024 adalah serangan ransomware Brain Cipher. Ini adalah versi terbaru dari ransomware lockbit 3.0, berdasarkan sampel yang dikumpulkan.
Direktur Jenderal Aplikasi TI Departemen Komunikasi dan Informatika Samuel Pangerapan menjelaskan dampak serangan tersebut. Secara total, 210 lembaga terkena dampaknya, baik lokal maupun regional.
Sementara itu, layanan keagenan yang menggunakan data PDN perlahan kembali normal setelah beberapa hari. Instansi terkait sudah menyerahkan datanya ke PDNS. (fab/fab) Simak videonya di bawah ini: Video: Literasi digital jadi kunci cegah serangan siberArtikel selanjutnya Raja Hacker Dunia Menguras Akun yang Berubah Menjadi Kehidupan Sederhana.