Jakarta, ILLINI NEWS – Perang yang melibatkan Israel di Gaza, Lebanon, Yaman, dan Suriah selama setahun terakhir telah melemahkan aktivitas perekonomian di negara Zionis tersebut. Tercatat, Israel mengalami gelombang kebangkrutan dan sejumlah besar warganya pun memutuskan meninggalkan negara tersebut.
Menurut laporan situs Turki Anadolu Agency, kerugian ekonomi akibat serangan mematikan Israel di Gaza diyakini mencapai lebih dari $67 miliar (1,047 triliun rupiah). Di sisi lain, ekonomi Israel hanya tumbuh sebesar 0,7% pada kuartal kedua tahun 2024, jauh di bawah perkiraan sebesar 3%.
“Harga-harga tinggi. Standar hidup menurun. Ada inflasi. Nilai mata uang Israel anjlok,” kata ekonom politik Israel Shir Hever kepada Anadolu, yang juga dilansir New Straits Times, pada Rabu ( 09/09). 10/2024).
Hever kemudian menambahkan bahwa investasi asing telah berkurang, dengan lebih dari 85.000 orang kehilangan pekerjaan dan 250.000 lainnya kehilangan pekerjaan. Hever mengatakan jumlah orang yang meninggalkan Israel belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah Israel.
“Anda melihat orang-orang hanya membeli tiket sekali jalan untuk melihat apa yang terjadi. Ketika Anda melihat begitu banyak orang melakukan hal ini hanya untuk melindungi keluarga mereka, akibatnya mereka yang bertahan merasa negara ini sedang runtuh,” katanya. . pepatah
“Warga Israel menarik tabungan mereka ke luar negeri dan pemerintah menanggapinya dengan mengancam akan mengambil dana pensiun mereka dan menginvestasikannya dalam perekonomian,” jelasnya.
Hever mengatakan lebih dari 46.000 bisnis bangkrut selama perang. Ia juga mengatakan, belum ada investasi yang masuk sejak pecahnya perang Israel pada 7 Oktober 2023.
“Pelabuhan Eilat juga bangkrut, satu-satunya pelabuhan yang dimiliki Israel di Laut Merah. Pariwisata nol. Secara umum, investasi internasional di Israel hampir tidak ada,” ujarnya.
Hever kemudian mengatakan bahwa satu-satunya hal yang dapat mencegah keruntuhan ekonomi total adalah dengan tetap menjalankan aktivitas bisnis. Jangan khawatir dengan situasi perang yang justru semakin kritis.
“Masyarakat ingin mengadakan pemilihan umum. Mereka ingin melakukan proses pengusutan terhadap semua kasus dan korupsi. Tapi selama situasi militer dan keamanan masih sulit dan banyak hal dalam keadaan darurat, semua itu akan ditunda. .” dia menyimpulkan lagi.
Namun, Hever melanjutkan, Israel juga menghadapi sanksi global. Hal ini menyusul keputusan Dewan Keamanan PBB dan Mahkamah Internasional yang meminta Tel Aviv menghentikan serangannya terhadap Gaza.
“Ketika pemerintah mengatakan mereka tidak dapat terus bernegosiasi dengan negara yang melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan, maka Anda tahu bahwa ini adalah tahap akhir,” tambahnya.
“Perekonomian Israel sangat bergantung pada perdagangan internasional dan perjanjian internasional. Mitra dagang terbesarnya adalah Uni Eropa. Perekonomian Israel akan runtuh jika terkena sanksi internasional sampai mereka mengakui tuntutan hukum internasional,” jelasnya.
Perang Israel sendiri dimulai ketika milisi Palestina dari Gaza, Hamas, menyerang Israel pada 7 Oktober 2023. Hal ini berujung pada kampanye militer tanpa pandang bulu yang dilakukan negara Zionis di wilayah kantong Palestina, di mana tindakan ini menewaskan hampir 42.000 warga sipil Gaza.
Ketegangan ini kemudian meluas karena Israel juga melancarkan serangan ke Lebanon untuk menumpas Hizbullah yang juga terus menyerang Israel utara sebagai bentuk solidaritas terhadap Hamas.
Tindakan ini juga menarik Iran untuk ikut berperang, meluncurkan ratusan rudal ke Israel pada pekan lalu. Berbagai milisi, seperti Houthi di Yaman dan berbagai kelompok pro-Iran di Irak, juga mengatakan hal serupa untuk menekan Tel Aviv. (sef/sef) Tonton video di bawah ini: Video: Apartemen jadi sasaran serangan Israel Lebanon, 21 orang tewas Artikel selanjutnya PBB memperingatkan: Perang besar bisa menjadi kenyataan di kedua negara ini