Catatan. Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan redaksi illinibasketballhistory.com
Diketahui, disadari atau tidak, sebagai negara dengan keanekaragaman hayati terbanyak di dunia setelah Brazil, Indonesia masih memiliki tingkat upaya konservasi yang memprihatinkan. Tidak hanya puluhan, bahkan ratusan spesies tumbuhan asli Indonesia saat ini berada pada level mengkhawatirkan menurut Daftar Merah Spesies Terancam Punah International Union for Conservation of Nature.
Upaya konservasi harus dilakukan secara konkrit, beberapa program perlindungan tanaman telah dicanangkan beberapa dekade lalu, namun hasilnya masih belum maksimal. Selain upaya perlindungan, perlu juga dicari solusi penyebab berkurangnya jumlah spesies tumbuhan.
Mulai dari pembalakan liar yang masih bisa terjadi, alih fungsi lahan hutan menjadi lahan pertanian, perkebunan, pemukiman dan pertambangan, bencana alam (banjir bandang, tanah longsor, gempa bumi, letusan gunung berapi), hingga perubahan iklim bahkan aktivitas pariwisata turut berperan dalam berkurangnya hutan. tanah. kualitas habitat dan mengikis populasi tanaman yang saat ini berada dalam kondisi langka dan mengkhawatirkan. Masyarakat memburu tanaman tersebut dan tidak dapat dipungkiri hal tersebut menjadi penyebab menurunnya populasi tanaman langka dan terancam punah saat ini.
Saat ini perburuan tanaman bernilai ekonomis di habitat aslinya masih bisa terjadi, meski jumlah kasusnya dibandingkan tiga atau empat dekade sebelumnya sudah menurun signifikan. Penyebab penurunan jumlah kasus adalah rendahnya populasi atau ketersediaan di alam liar.
Salah satu dari ratusan jenis tumbuhan langka Indonesia adalah Saninten (Castanopsis argentea) dan Tungurut (Castanopsis tugurrut). Saninten dan Tungurut hanyalah sedikit dari sekian banyak tumbuhan langka Indonesia yang membutuhkan bantuan manusia untuk menjaga kelestariannya di alam liar.
Jika tidak, setelah satu atau dua generasi, kemungkinan besar spesies tumbuhan tersebut akan punah di alam liar, dan generasi mendatang tidak akan menemukannya lagi. Buah dari kedua jenis ini cukup unik, karena bentuknya seperti buah rambutan, namun bulu-bulunya (rambut-rambutnya) cukup lancip berbeda dengan bulu-bulu pada buah rambutan, bahkan buah Saninten pun pernah digunakan sebagai prangko pada tahun . 2019.
Merupakan kampanye nasional, dimana Saninten membutuhkan bantuan untuk konservasi, meskipun telah mendapat perintah perlindungan atap dari Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tahun 2018 bahwa Saninten merupakan jenis tumbuhan yang dilindungi secara nasional.
Saninten dan Tungurut adalah kembaran dari genus Castanopsis yang sama, yang kini terancam punah menurut publikasi Daftar Merah IUCN.
Bagi sebagian besar masyarakat yang akrab dengan Saninten, biji Saninten umumnya dibeli dan dikonsumsi sebagai makanan ringan karena rasanya yang manis, asin, dan ringan sehingga disukai banyak orang, sedangkan biji Tunguruti tidak sepopuler biji Saninten untuk dikonsumsi.
Secara tampilan bijinya keduanya hampir mirip dengan biji kastanye atau chestnut yang sudah populer sebagai barang komersil, bahkan dalam bahasa inggris Saninten disebut juga sweet chestnut, walaupun berbeda marga yaitu Castanea dan Castanopsis, namun masih dalam kelompok famili yang sama yaitu Fagaceae.
Biji merupakan salah satu organ tumbuhan yang sangat penting untuk reproduksi. Kebanyakan tanaman berkayu dan mirip pohon seperti Saninten dan Tungurut sulit diperbanyak dengan stek atau batang.
Kami mencoba hampir delapan kali coba-coba dan akhirnya cabang gagal menumbuhkan daun setelah beberapa minggu, biasanya akar stek yang ditempatkan di polibag membusuk, dan kemudian mati.
Ada beberapa penyebab perbanyakan dengan cabang atau batang kurang maksimal. Pengalaman di lapangan menunjukkan bahwa ketika stek cabang atau batang pohon Saninten dan Tungurut dipotong, maka pohon tersebut akan melepaskan fenol dan asam fenolik ketika potensi stek tersebut dapat merambat, namun kami belum menunjukkan penelitian yang luas. berbagai alasan kegagalannya.
Pengumpulan benih Saninten dan Tungurut juga terkadang mengalami kendala karena perolehan benih Saninten dan Tungurut tidak dapat dijamin setiap tahunnya. Hampir tiga tahun kami menunggu untuk mendapatkan bibit Saninten dan Tungurut yang melimpah.
Kami menduga faktor perubahan iklim yang menyebabkan jumlah hari hujan dan intensitas hujan berlebih menyebabkan kedua jenis tanaman tersebut tidak mampu menghasilkan buah dan biji secara optimal.
Kami yakin benih saat ini masih menjadi bahan perbanyakan Saninten dan Tunguruti yang terbaik, sehingga ketika musim berbuah tiba, pengumpulan benih dapat dilakukan secara maksimal, namun tetap dengan pendekatan yang logis yaitu pemanenan Saninten yang pecah (biji terlihat). dan buah Tunguruti jatuh di lantai hutan bukannya memanen buah Saninten dan Tunguruti yang masih ada di pohon.
Pengumpulan benih Saninten dan Tungurut di hutan harus dilakukan dengan cepat, karena benih Saninten khususnya juga diburu oleh masyarakat dan disukai oleh beruang liar dan siamang jawa. Setelah dikumpulkan, benih dapat diawetkan dengan cara dimasukkan ke dalam freezer di lemari es dan diperkirakan dapat bertahan hingga enam bulan sebelum berkecambah untuk diperbanyak.
Perbanyakan Saninten dan Tungurut dengan biji dapat dilakukan dengan cara yang relatif sederhana. Media yang digunakan adalah tanah – pupuk kandang – cangkang dengan perbandingan 2 – 1 – 1.
Untuk bibit yang masih terlihat bagus, cucilah dengan air dan simpan dalam handuk yang sudah dibasahi air selama 2-5 hari hingga berkecambah, kemudian pindahkan benih yang sudah berkecambah ke media tanam yang telah disiapkan.
Pemeliharaan dilakukan dengan menyesuaikan kondisi lingkungan sekitar agar kelembaban dan intensitas cahaya tetap terjaga dengan baik. Cara sederhana ini telah mampu memberikan persentase pertumbuhan (dari benih hingga bibit siap pakai) lebih dari 50%.
Berdasarkan berbagai aspek teknis di atas, perlu dilakukan upaya nyata untuk melestarikan tanaman langka dan terancam punah di masa depan, dimulai dengan memetakan habitat tanaman langka, kemudian mengumpulkan dan menyimpan benihnya.
Kemudian dicari teknik perbanyakan yang murah, cepat dan optimal, dengan kata lain tingkat keberhasilannya tinggi dan berakhir dengan strategi yang optimal untuk memulihkan ekosistem, termasuk tanaman langka tersebut. Dalam hal ini, yang optimal adalah memastikan laju pertumbuhan bibit yang ditanam di habitat alami tetap tinggi.
Salah satu upaya nyata yang dilakukan tim gabungan Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak, KLHK, Pusat Penelitian Ekologi dan Etnobiologi BRIN, IPB University, Yayasan Botanika, Persatuan Etnobiologi Indonesia (PMEI), TP Sungkai, Botanic. Gardens Conservation International (BGCI), Franklinia Foundation dan berbagai kelompok konservasionis telah mencapai tahap keberhasilan propagasi.
Meski tahap penanaman belum dilakukan, setidaknya separuh dari seluruh tahapan telah selesai. Selain itu, juga dilakukan peningkatan kapasitas antar pihak dan pertukaran pengalaman serta informasi mengenai introduksi spesies dan teknik perbanyakan, termasuk keterlibatan kelompok tani perempuan. Hal ini merupakan upaya bersama para pihak untuk menjaga kelestarian tanaman langka di Indonesia, dalam hal ini Saninten dan Tungurut. (miq/miq)