Inflasi dan PMI manufaktur Indonesia akan dirilis hari ini
JAKARTA, ILLINI NEWS – Pelaku pasar pada perdagangan hari ini menantikan rilis data penting perekonomian Indonesia seperti inflasi dan aktivitas manufaktur. Pasalnya, kedua indikator yang sering dijadikan acuan daya beli masyarakat Indonesia ini melemah dalam beberapa bulan terakhir.
Selain itu, pelaku pasar juga mencermati dan menunggu sekilas keputusan suku bunga Bank of Japan dan data ketenagakerjaan AS, yang dapat mempengaruhi kebijakan moneter Federal Reserve atau The Fed. Pasar keuangan Indonesia cenderung stagnan pada perdagangan kemarin akibat pengumuman tersebut.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat tipis pada akhir perdagangan setelah menguat ke level psikologis 7.600 pada awal sesi I Kamis (31/10/2024).
IHSG naik tipis 0,06% ke 7.574,02 dan menyentuh level psikologis 7.600 di awal IHSG sesi I dan kembali sepanjang perdagangan sesi II. Sayangnya penguatan IHSG terhenti di penghujung perdagangan.
Nilai perdagangan indeks mencapai sekitar Rp 13 triliun, termasuk 21 miliar saham yang berpindah tangan sebanyak 1,4 juta kali. Sebanyak 294 saham menguat, 285 saham terkoreksi, dan 208 saham melemah.
Secara regional, sektor kesehatan dan energi menjadi penyumbang terbesar IHSG pada penutupan perdagangan, masing-masing mencapai 2,11% dan 1,31%.
IHSG melemah setelah enam hari berturut-turut melemah. Kinerja keuangan beberapa bank besar pada kuartal III 2024 yang trennya positif membuat pasar kembali mencermati saham-saham bank besar tersebut pasca terpuruk dalam beberapa hari terakhir.
Keempat raksasa perbankan tersebut telah merilis kinerja kuartal III-2024. Pertama adalah BBCA yang laba bersihnya mencapai Rp 41,1 triliun pada kuartal III 2024, tumbuh secara tahunan sebesar 12,8% (year-on-year/yoy) dari Rp. 36,4 triliun setahun yang lalu.
Kemudian, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) melaporkan laba Rp 16,3 triliun hingga September 2024, naik 3,52% year-on-year (yoy).
Berikutnya BBRI yang laba induk usahanya sebesar Rp 45,06 triliun pada periode Januari-September 2024, atau naik tipis 2,4% dibandingkan laba periode yang sama tahun lalu (yoy).
Terakhir, BMRI resmi membukukan laba bersih Rp 42 triliun pada kuartal III 2024, tumbuh 7,56% year-on-year (yoy).
Sementara itu, rupee melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di tengah masih adanya sentimen global.
Rupiah flat di level Rp 15.690/US$ pada penutupan perdagangan Kamis (31/10/2024), berdasarkan data Refinitiv. Selama sehari penuh, rupiah berubah dari Rp 15.710/US$ menjadi Rp 15.670/US$.
Pasar global akan disorot oleh proyeksi Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Tiongkok yang kemungkinan meningkat dari 49,8 menjadi 50,1 pada Oktober 2024, yang mengindikasikan adanya potensi pemulihan manufaktur di negeri Tirai Bambu tersebut.
Jika PMI Tiongkok kembali ke kisaran ekspansi, hal ini akan membawa sentimen positif bagi perekonomian Indonesia karena Tiongkok merupakan mitra dagang utama Indonesia. Namun ketidakpastian masih terjadi karena jika pertumbuhan tersebut tidak tercapai maka akan memberikan tekanan yang lebih besar pada rupee dan pasar keuangan lokal.
Sementara itu, Bank of Japan (BoJ) kembali mempertahankan suku bunga rendah sebesar 0,25% sehingga menarik perhatian investor. Keputusan tersebut diambil seiring dengan ekspektasi pelaku pasar untuk tidak menaikkan suku bunga di tengah kondisi global yang tidak menentu.