Jakarta, ILLINI NEWS – Menteri Keuangan Sri Mulyani menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 79 Tahun 2024 tentang perlakuan perpajakan dalam kerjasama operasional. Aturan ini resmi berlaku sejak 18 Oktober 2024.
Direktur Saran, Pelayanan dan Humas Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Dwi Astuti mengimbau para pengusaha yang tergabung dalam KSO untuk mengikuti PMK ini. Karena ada kriteria KSO harus memiliki NPWP dan menjadi wajib pajak badan.
“Kami siap membantu untuk memahami ketentuan PMK 79/2024,” kata Dwi Astuti dalam keterangan tertulis, Rabu (6/11/2024).
Menurut Dwi, penyusunan PMK ini dilatarbelakangi oleh belum adanya ketentuan perlakuan perpajakan terhadap Kerja Sama Operasi (KSO) dalam satu ketentuan regulasi yang komprehensif. Selama ini ketentuan perpajakan seputar KSO tersebar di berbagai produk hukum.
Peraturan yang tersebar tersebut antara lain Peraturan Pemerintah (PP) No. 44 Tahun 2022 tentang Penerapan Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, dan Peraturan Direktur Pajak Nomor Per – PER-04/PJ/2020 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Penatausahaan Nomor Pokok Wajib Pajak, Sertifikat Elektronik dan konfirmasi kontraktor kena pajak.
“PMK ini diterbitkan sebagai upaya untuk memberikan kepastian hukum, kemudahan pengurusan dan kemudahan dalam pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban PPN atau PPN dan pajak penjualan atas barang mewah serta pajak atas penggabungan usaha,” kata Dwi. .
Sesuai ketentuan PMK ini, KSO wajib mendaftar untuk mendapatkan NPWP sebagai Pengusaha Kena Pajak apabila perjanjian kerja sama atau pelaksanaan kerja sama KSO memenuhi tiga kriteria: 1. KSO memasok barang dan/atau jasa; 2. KSO menerima atau memperoleh penghasilan; dan/atau 3. KSO mengeluarkan biaya atau membayarkan penghasilan kepada pihak lain, atas nama KSO.
Selain itu, KSO juga wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak apabila telah melampaui batas pengusaha kecil; dan/atau seorang atau lebih anggota dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
Apabila perjanjian kerjasama KSO atau pelaksanaan kerjasama tidak memenuhi kriteria tersebut di atas, maka KSO tidak wajib mendaftar untuk mendapatkan NPWP dan tidak wajib melaporkan kegiatannya untuk dikukuhkan sebagai Kontraktor Kena Pajak. Kewajiban perpajakan bagi KSO dilaksanakan oleh masing-masing anggota KSO.
PMK 79/2024 juga memberikan contoh penerapan perlakuan perpajakan KSO, berikut salah satunya:
1. Contoh KSO yang wajib memiliki NPWP
Untuk melaksanakan pekerjaan konstruksi di Kata Mataram :
Satu. PT A berkedudukan di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama Mataram Timur, namun berdasarkan keputusan Direktur Jenderal Pajak menetapkan tempat pendaftaran dan tempat usaha pelaporan pada Kantor Wajib Pajak Satu Besar Pajak Melayani;
B. PT B yang berkedudukan dan terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Mulyorejo Surabaya; Dan
C. C Ltd. yang berkedudukan di Singapura, mengadakan perjanjian kerjasama KSO.
Dalam perjanjian tersebut diatur bahwa PT A ditunjuk mewakili KSO (perusahaan induk) dan diatur pula penyerahan barang dan/atau jasa oleh PT A, PT B, dan C Ltd. kepada Klien yang dilakukan atas nama KSO.
Berdasarkan hal tersebut di atas, KSO A-B-C berkewajiban:
Satu. mendaftar untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak; Dan
B. melaporkan kegiatan usahanya kepada kontraktor yang dikukuhkan sebagai kontraktor kena pajak, dalam hal ia telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 no. (1) Peraturan Menteri ini, pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Mataram Timur.
2. PT M dan PT N membentuk KSO M-N yang bergerak di bidang ritel pada bulan Januari 2025. KSO M-N mendaftar untuk mendapatkan NPWP dan melaporkan kegiatannya dikukuhkan sebagai kontraktor kena pajak pada bulan Januari 2025.
Dalam bisnis KSO M-N diketahui hal-hal sebagai berikut:
– Pada bulan Januari 2025, PT M dalam perjanjian kerjasama memberikan kontribusi kepada KSO berupa truk roda satu untuk kendaraan operasional yang akan digunakan oleh KSO M-N selama 4 (empat) tahun dengan nilai yang disepakati dalam perjanjian sebesar Rp 60.000.000.000,00 ( enam puluh miliar rupiah). Mobil engkol mempunyai biaya penyusutan pajak per tahun pajak sebesar Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).
– Pada bulan Januari 2025, dalam perjanjian kerjasama KSO, PT N menyumbangkan beberapa item dengan nilai yang disepakati dalam perjanjian sebesar Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah). Barang yang disumbangkan oleh PT N mempunyai harga pokok barang sebesar Rp10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah)
– Pada tahun anggaran 2025 tidak ada penjualan yang dilakukan oleh KSO M-N.
– Pada tahun anggaran 2026 diketahui KSO M-N mempunyai penghasilan sebesar Rp75.000.000.000,00 (tujuh puluh lima miliar rupiah). Pendapatan tersebut salah satunya berasal dari penjualan kepada badan publik sebesar Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah), yang dikenakan pajak penghasilan pasal 22 dari badan publik sebesar 1,5% x Rp20.000.000.000.000,00 = 0.000.000.000.
Selain itu, biaya untuk mendapatkan, mengumpulkan dan memelihara pendapatan
Yang dikeluarkan dan dibebankan sebagai biaya oleh KSO M-N diketahui sebesar Rp63.750.000.000,00 (enam puluh tiga miliar tujuh ratus lima puluh juta rupiah), terdiri dari biaya sewa ruko dari PT O sebesar 10.000.000.000 000,000,000000000000000000000000000000000000000000000000000000 000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000 atas sumbangan PT M berupa operasional truk roda satu sebesar Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah) (1/4 x Rp60.000.000.000,00); biaya-biaya yang berkaitan dengan sumbangan PT N berupa barang sebesar Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah); dan biaya-biaya selain yang disebutkan di atas sebesar Rp26.750.000.000,00 (dua puluh enam miliar tujuh ratus lima puluh juta rupiah).
Berdasarkan hal di atas maka perlakuan pajak perusahaan adalah sebagai berikut
Setelah itu.
1. Pada tahun anggaran 2025:
Tidak ada entri yang dicatat oleh KSO M-N; dan tidak terdapat pendapatan yang diakui oleh PT M dan PT N terkait kontribusi kepada KSO M-N.
2. Pada tahun anggaran 2026:
KSO M-N memiliki laporan keuangan sebagai berikut:
– Pendapatan kotor Rp75.000.000.000,00
– Biaya 3M yang dikeluarkan dan dibebankan sebagai biaya oleh KSO M-N:
Satu. Biaya sewa gudang Rp (10.000.000.000,00)
B. Biaya terkait kontribusi PT M Rp.
C. Biaya terkait kontribusi PT N (12.000.000,00)
D. 3M mengeluarkan biaya dan
Diklaim sebagai biaya
KSO M-N kecuali diatas Rp (26.750.000.000,00)
– Jadi, penghasilan kena pajak adalah Rp11.250.000.000,00
– Pajak penghasilan KSO M-N (22%) sebesar Rp 2.475.000.000,00, dengan kredit pajak penghasilan pasal 22 Rp (300.000.000,00), sehingga pembayaran pajak penghasilan yang lebih rendah sebesar Rp 2.175.000.000,00
Penghasilan, pengeluaran, penghasilan kena pajak, dan pajak penghasilan yang terutang menurut laporan pajak KSO M-N, dibayar oleh KSO M-N dan dilaporkan dalam SPT Tahunan KSO M-N.
Penghasilan sehubungan dengan sumbangan PT M berupa penggunaan truk bermotor operasional dengan nilai Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah), merupakan pos pajak penghasilan PT M yang telah diperhitungkan dan dilaporkan pada saat menghitung pajak penghasilan. terutang setiap PT M. Penyusutan operasional truk roda tunggal sebesar Rp. 15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah) tetap dibebankan sebagai beban oleh PT M.
Penghasilan sehubungan dengan penyertaan PT N dalam bentuk berbagai pos dengan nilai Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah), merupakan pos pajak penghasilan bagi PT N yang dihitung dan dilaporkan pada saat pajak penghasilan yang terutang kepada PT N adalah dihitung. Harga Pokok Harga Pokok Penjualan Barang dapat dibebankan sebagai biaya oleh PT N.
Apabila KSO M-N membagikan sebagian keuntungan atau sisa hasil usaha kepada PT M dan PT N pada tahun pajak 2026, maka bagian keuntungan tersebut tidak dikenakan pajak penghasilan bagi PT M dan PT N. (thn/mij) Lihat video di bawah ini: Video: Ekonom: Sri Mulyani Sulit “menaikkan” pajak dalam 100 hari pertama. Artikel berikutnya Setoran pajak perusahaan turun, ini industri terburuk!