illini news Waspada Ular di Musim Hujan, Ini 4 Spesies King Kobra

Jakarta, ILLINI NEWS – Bagi Anda yang tinggal di pedesaan atau memiliki pekarangan luas di dekat rumah perlu berhati-hati karena seringkali saat musim hujan tiba, ular akan lebih sering muncul.

Perubahan iklim seperti kenaikan suhu dan cuaca ekstrem juga mempengaruhi ular. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO, perubahan iklim dan gigitan ular saling berkaitan.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan bahwa perubahan iklim akan memperburuk masalah ular di tempat yang mereka tinggali bersama manusia. Hal ini karena ular akan mengubah distribusinya seiring dengan kenaikan suhu dan kejadian ekstrem yang lebih sering terjadi.

Manusia akan mengubah praktik pertanian, sehingga tekanan terhadap ular untuk bermigrasi atau melarikan diri akan meningkat. Oleh karena itu, kontak dan konflik antara manusia dan ular diperkirakan akan sering terjadi di beberapa daerah.

“Gigitan ular mengganggu sistem kesehatan di sebagian besar negara tropis, dengan ribuan kematian dan cedera setiap tahunnya,” kata WHO.

Saat musim hujan tiba, apalagi saat jumlah air semakin banyak sehingga menyebabkan habitatnya terendam banjir, ular keluar dari tempat persembunyiannya untuk mencari tempat yang nyaman.

Ibarat hewan berdarah dingin, jika cuaca panas, ular harus masuk ke dalam air. Untuk itu ular harus bisa mengontrol suhu tubuhnya, jangan sampai melebihi batas toleransi suhu lingkungan karena bisa mati.

Namun setiap daerah memiliki kondisi yang berbeda-beda, misalnya musim hujan yang membawa ketinggian air sehingga banyak laporan adanya interaksi ular dengan manusia.

Namun interaksi antara ular dan manusia tidak terjadi di masyarakat pedesaan maupun di perkotaan. Misalnya saja di wilayah Jakarta atau Jabodetabek yang paling banyak ditemukan jenis ular kobra dan ular piton.

Kedua jenis ular ini mempunyai kemampuan beradaptasi dengan baik ketika terjadi perubahan lingkungan. Bisa di perkotaan atau di sekitar pemukiman penduduk.

Selain ular yang keluar dari pekarangan saat musim hujan, ada juga ular yang dikenal sebagai hewan super berbisa mematikan.

Di Indonesia ular ini sering disebut ular Lanang atau King cobra. Sebaliknya di beberapa tempat, namanya adalah “oray totog” (Sunda), “tedung selor” atau “tedung selar” (Melayu) dan “ula anang” atau “dumung enthong” (Jawa).

Sejak lama, king kobra selalu menjadi simbol ketakutan karena kemampuannya berdiri tegak, mengembang, dan mengeluarkan racun yang dapat dengan cepat melumpuhkan mangsanya.

Kehadiran ular ini seringkali dianggap berbahaya, terutama di kawasan pedesaan dan hutan. Meski demikian, king kobra juga berperan penting terhadap lingkungan untuk menjaga keseimbangan populasi ular lain di habitatnya.

Penelitian terbaru bahkan mengungkap ada empat jenis ular yang masing-masing memiliki karakteristik dan tingkat bahaya berbeda.

Di bawah ini penjelasan rinci mengenai keempat jenis king kobra dan tingkat bahaya masing-masing jenisnya.

Faktor yang mempengaruhi risiko keracunan king kobra

Bahaya bisa ular king cobra sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, walaupun umumnya setiap spesies mempunyai bisa yang mematikan.

Berikut ini adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi derajat bahaya bisa ular kobra

1. Ukuran tubuh

King kobra berukuran besar, terutama yang panjangnya 5 meter atau lebih, memiliki kelenjar bisa yang besar dan dapat menyuntikkan bisa dalam jumlah besar dalam sekali gigitan.

Dengan jumlah bisa yang besar, efek dari bisa ini jauh lebih berbahaya dan mematikan dibandingkan dengan ular berbisa berukuran kecil.

Ukurannya yang besar juga memberikan keuntungan bagi king kobra dalam menghadapi ancaman, memungkinkan mereka melepaskan racun dalam dosis besar sebagai mekanisme pertahanan.

2. Lingkungan hidup dan lingkungan hidup

Luasnya habitat king kobra dari daerah subtropis hingga dataran tinggi mempengaruhi interaksi dengan mangsanya dan bahaya racunnya.

Ular yang tinggal di daerah terpencil mungkin memiliki racun yang kurang agresif karena kebutuhan pertahanan yang lebih rendah, sedangkan di daerah dengan persaingan yang tinggi mereka mungkin menghasilkan racun yang lebih kuat untuk membela diri dan memangsa.

Selain itu, lingkungan juga mempengaruhi komposisi kimia racunnya, yang menyesuaikan dengan kebutuhan berburu atau menghadapi bahaya lingkungan tersebut.

3. Jumlah racun yang dikeluarkan

Salah satu faktor penting yang membuat bisa ular king kobra berbahaya adalah kemampuannya dalam menyuntikkan bisa dalam jumlah besar, hingga 7 ml dalam sekali gigitan, ke ular king kobra dewasa.

Volume ini lebih dari cukup untuk membunuh manusia dewasa, dan, dalam kasus ekstrim, cukup untuk membunuh seekor gajah muda.

Jumlah bisa yang disuntikkan sangat bergantung pada seberapa berbahayanya ular tersebut; Semakin besar bahayanya, semakin banyak racun yang dilepaskan sebagai respon pertahanan.

4. Kekuatan dan ciri-ciri saraf

Racun king kobra mengandung neurotoksin kuat yang menyerang sistem saraf pusat korbannya. Racun ini bekerja dengan cara mengganggu sinyal saraf sehingga menyebabkan kelumpuhan otot, termasuk otot pernapasan.

Jika otot pernapasan mengalami kelumpuhan, korban akan mengalami gagal napas yang dapat berujung pada kematian jika tidak segera ditangani.

Efek neurotoksik ini membuat racun raja kobra sangat berbahaya karena dengan cepat menyerang sistem saraf dan menyebabkan korbannya tidak dapat bernapas dalam waktu singkat setelah digigit.

Riset ILLINI NEWS

[dilindungi email] (chd/chd)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *