Jakarta, ILLINI NEWS – Perpajakan menjadi andalan dalam meningkatkan pendapatan negara-negara termasuk Indonesia. Persoalannya, sistem perpajakan seringkali membebani masyarakat, terutama masyarakat kelas menengah.
Mereka yang memperoleh penghasilan biasa harus membayar berbagai pajak. Jadi kantong Anda semakin menipis.
Secara historis, sistem perpajakan pertama kali diperkenalkan oleh raja-raja Mesir kuno. Lantas, siapa yang pertama kali memperkenalkan sistem perpajakan di Indonesia? Dia diperkenalkan oleh Thomas Stanford Raffles.
Memperkenalkan sistem perpajakan
Sekadar gambaran, sejak masa VOC (1602) hingga berdirinya negara modern Hindia Belanda (1800), pajak tidak dikenal. Dahulu, hasil pertanian dan tenaga kerja merupakan hak prerogatif eksklusif raja atau East India Company.
Hak ini mengharuskan warga negara untuk secara sukarela menyerahkan hasil bumi atau tenaga mereka kepada raja atau Perusahaan India Timur. Namun semuanya berubah ketika Thomas Stamford Raffles tiba di Hindia Belanda pada tahun 1811 atas nama Kerajaan Inggris.
Ia memperkenalkan sistem perpajakan umum Barat kepada masyarakat Hindia Belanda.
Raffles (1811-1816) adalah penguasa Barat pertama yang meletakkan landasan finansial bagi negara kolonial baru Indonesia. Dalam pandangannya, Inggris dan wilayah jajahannya harus dibiayai melalui perpajakan. , tulis sejarawan Ong Hock Ham, Wahu Menyang dalam Broken Nation (2018).
Secara teori, Raffles berpendapat bahwa Inggris mempunyai hak atas seluruh tanah di Jawa, bukan milik raja. Oleh karena itu, petani yang memiliki tanah atau menggarap tanah orang lain wajib membayar pajak tanah.
Namun praktik tersebut tidak dalam bentuk upeti, melainkan dalam bentuk uang, dan digunakan sendiri.
“Pajak Tanah Raffles dipungut dari petani perseorangan, bukan dari desa atau daerah. Dan dalam bentuk uang,” tulis Ong Hock Ham.
Namun Raffles tidak merasakan konsekuensi dari idenya menerapkan sistem perpajakan di Pulau Jawa. Karena mereka berkuasa dalam waktu yang singkat. Pada tahun 1816, ia harus meninggalkan Hindia Belanda dan menandai dimulainya pemerintahan kolonial Inggris.
Setelah Belanda melakukan penjajahan kembali, sistem perpajakan diberlakukan kembali, namun pajak tidak dinaikkan pada tahun 1830-an, sehingga mendorong pemerintah untuk menerapkan kebijakan pertanahan paksa yang secara efektif mencekik masyarakat.
Akibat modernisasi, sistem perpajakan tidak berkembang hingga pertanian dihapuskan pada tahun 1870. Dari sini, pemerintah memperkenalkan pajak pribadi, pajak bisnis, dan pajak penjualan dan pembelian.
Target pajak tidak hanya menyulitkan masyarakat lokal, tapi juga masyarakat Eropa dan masyarakat kaya. Meski demikian, penduduk lokal tetap memberikan kontribusi pajak terbesar terhadap pendapatan pemerintah Hindia Belanda.
Ong menulis: “Sekitar dekade pertama abad ke-20, masyarakat adat menyumbang 60 persen pendapatan Hindia Belanda, dan sebagian besar dari mereka dikenakan pajak tanah.”
Ooi Tiong Ham adalah seorang pengusaha pada tahun 1900an yang menjadi salah satu korban pajak yang tinggi. Seperti yang ditulis Liam Tjawan Ling dalam Wong Chung Han: Raja Gula Semarang (1979), pemerintah kolonial dilaporkan mengenakan pajak kepada Wong N35 juta untuk menutupi kerugian pascaperang.
Awalnya Tuan Huang membayar pajak, namun lambat laun menjadi enggan. Sebab, menurutnya hal tersebut bertujuan memeras pemerintah melalui sistem perpajakan. Oleh karena itu, ia memilih mengungsi ke Singapura pada tahun 1920.
Selain Huang Hui, orang kaya juga punya sentimen kuat terhadap pajak. Ketika kekayaan mereka menumpuk, mereka harus membayar pajak yang sangat tinggi.
Masalahnya adalah mereka tidak mau membayar pajak karena merasa pemerintah tidak mendapatkan imbalan apa pun. Oleh karena itu, mereka memandang pajak hanya sekedar alat pemerasan.
Berangkat dari permasalahan tersebut, negara-negara modern mengubah konsep perpajakan. Bukan sekedar untuk meningkatkan pendapatan, namun juga sebagai sarana untuk meningkatkan pemerataan dan kesejahteraan.
Namun, meski sudah diterapkan di Indonesia selama lebih dari 200 tahun, perubahan konsep kedua bentuk perpajakan terakhir masih jauh dari mimpi.
(mfa/sef) Tonton video di bawah ini: Video: Lirik produk perawatan rambut lokal mempertimbangkan prospek bisnis global