JAKARTA, ILLINI NEWS – Banyak pihak yang meyakini jika seorang pria berstatus pangeran maka akan mudah mendapatkan istri. Pasalnya, mereka bilang pangeran itu idola karena kaya, tampan, dan kalau punya hubungan dengannya pasti hidup terjamin.
Namun, hubungan romantis antara seorang pangeran dan seorang wanita tidak selalu mulus. Sejarah Indonesia pernah mencatat seorang pangeran yang sangat kaya raya, namun terus menerus menolak menikah dan mengabaikan tawaran wanita.
Namanya Pangeran Bojanga Manik yang berasal dari kerajaan Sanda Pakwan dan hidup sekitar tahun 1490-an.
The Historical Herald of the Linde in Majapahit: Intigue, Betrayal and War in the Endone’s Greatest Empire (2024) menyebutkan Bujangga Manik dibesarkan di istana raja di Gunung Salak dengan penuh kemewahan.
Tumbuh dewasa, Bojanga Manik menjadi daya tarik bagi para wanita. Namun, dia tetap tenang.
Suatu ketika ada seorang wanita cantik datang untuk mencoba menikahi sang pangeran.
Mengutip pemaparan J. Noorduyn dalam Perjalanan Bujangga Manik Melalui Tanah Jawa (2019), perempuan digambarkan cantik, berambut hitam, bertubuh cantik, dan memiliki sifat baik. Entri wanita ini disponsori oleh ibu Bujanga Manix.
Dukungan sang ibu terhadap pernikahan Buganga Manik tidak lepas dari keinginan untuk kelangsungan kerajaan Sunda Pakwan pada masa peralihan kekuasaan. Namun Buzangga Manik langsung menolak lamaran wanita cantik tersebut.
Sebaliknya, sang pangeran adalah seorang reaksioner. Dia meminta wanita itu pulang dengan membawa hadiah yang dibawanya. Ia juga mengadakan acara wanita yang disponsori oleh ibunya. Sang ibu dianggap salah dan tersesat.
Penolakan ini terjadi karena Bhojanga Manik secara konsisten tidak mau menikah untuk menekuni jalur spiritual pembelajaran Hindu. Dengan kemarahan yang semakin besar, Bojanga Manik mengambil keputusan bersejarah: meninggalkan istana.
Ia tak ingin lagi menjadi anggota keluarga kerajaan Sunda sekaligus penerusnya. Lalu dia mengucapkan selamat tinggal pada ibunya.
“Bu, selamat tinggal untuk yang terakhir kalinya, hari ini aku hanya bertemu denganmu secara tatap muka dan aku tidak pernah berbicara denganmu, kecuali dalam mimpiku,” kata Bozangga Manik dalam aksara Sunda yang ditulisnya.
Saat ini, banyak orang menganggap sang pangeran aneh dan gila. Namun, dia tidak peduli dan tetap ingin meninggalkan keluarga dan istananya. Ia kemudian berjalan ribuan kilometer untuk menjalani hidup sederhana dan menapaki jalan sunyi sebagai seorang petapa Hindu.
Dia berangkat dari Pakwan ke Jawa Tengah hingga Bali. Kemudian dari Bali kembali lagi menyusuri arah Jawa Barat. Langkahnya kali ini merupakan perjalanan keduanya di Pulau Jawa.
Beberapa tahun lalu, Bojanga Manik juga kabur dari istana. Ia kemudian mengutarakan alasannya karena ia melihat kemewahan istana tidak ada gunanya karena masyarakat di sana masih miskin. Kemudian dia berangkat ke Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Bojanga Manik meninggal di kaki Gunung Patoha. (MFA) Simak video berikut ini: Video: Puisi Prospek Bisnis Produk Perawatan Rambut Lokal Go Global