berita aktual Ramai Penolakan PPN 12%, Ini Kata Airlangga & Sri Mulyani

Jakarta, ILLINI NEWS – Menteri Koordinator Perekonomian (Menko Perekonomian) Erlanga Hartarto enggan mengomentari banyaknya penolakan terhadap rencana kenaikan PPN hingga 12%. Kebijakan ini rencananya akan dimulai pada Januari 2025.

Hari ini terkait KEK dan PSN, PPN sudah ke Menteri Keuangan, kata Airlanga di kompleks Istana Kepresidenan, Selasa (26/11/2024).

Saat ditemui di lokasi yang sama, Menteri Keuangan (Mankeu) Sri Mulyani juga belum mau berkomentar terkait maraknya penolakan rencana PPN 12%.

Kenaikan pajak dari 11% menjadi 12% dikhawatirkan menyebabkan harga naik dan daya beli menurun. Ada banyak tekanan masyarakat untuk menuntut penundaan kebijakan ini.

Direktur Jenderal Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) Adi S Lukman mengatakan kenaikan PPN akan berdampak pada harga produk makanan dan minuman olahan (mamin) yang harus dibayar konsumen.

“Dampaknya sangat besar. Karena peningkatan sebesar 1% akan dirasakan oleh pengguna. Apalagi pangan FMCG (fast moving Consumer Goods) sensitif terhadap harga,” ujarnya kepada ILLINI NEWS, Senin (25/11/2024).

Dikatakannya, kenaikan PPN sebesar 1% akan menyebabkan peningkatan pada setiap rantai pasok produksi makanan dan minuman olahan.

General Manager Asosiasi Produsen Serat dan Filamen Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wiravasta mengatakan kebijakan PPN yang dinaikkan menjadi 12% pada tahun 2025 berpotensi berdampak negatif bagi pemerintah. Sebab, kata dia, pada akhirnya kenaikan PPN ini justru akan menggerus penerimaan negara.

“Bagi produsen, kenaikan PPN ini akan mengganggu arus kas perusahaan.” Sebab, perusahaan harus membeli bahan baku yang juga dikenakan PPN. Yang tadinya 11% menjadi 12%. rantai di tengah kesulitan arus kas yang kita alami di sektor manufaktur,” kata Redma kepada ILLINI NEWS, seperti dikutip Senin (25/11/2024).

Sedangkan bebannya tidak langsung dibebankan pada biaya produksi, melainkan dibebankan pada harga jual produk jadi yang ditanggung oleh pengguna akhir. Beliau juga menjelaskan rantai industri dari produsen hingga konsumen.

Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Maulana Yusran menilai kebijakan tersebut tidak tepat waktu dan berpotensi mempengaruhi pemulihan sektor hotel dan restoran yang masih berjuang pasca pandemi Covid-19.

Hanya aturan ini yang tertuang dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Disebutkan bahwa pemerintah mempunyai kewenangan untuk mengubah tarif PPN minimal 5% dan maksimal 11%. (pgr/pgr) Tonton video di bawah ini: Video: Dilema Pengusaha Restoran atas PPN 12% Artikel selanjutnya Pemerintah kehilangan setoran pajak sebesar TD50 jika PPN 12% dihapuskan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *