Jakarta, ILLINI NEWS – Stabilitas emas menjadikannya impian banyak orang. Siapa pun yang memilikinya akan bahagia. Apalagi jika emas dalam jumlah besar ditemukan di dekat pusat perkotaan seperti Jakarta. Tentu saja akan menjadi ‘angin’ yang tak ada habisnya bagi siapa pun yang menemukannya.
Secara historis, emas dalam jumlah besar telah ditemukan di dekat Jakarta. Jumlah total emas yang mencapai 30.000 ton membuka era baru dalam sejarah pertambangan emas di Indonesia. Harta emas dekat Jakarta
Awalnya, pemerintah kolonial mendengar tentang tambang emas bernama Sikotok yang terletak di selatan Batavia di wilayah administratif Banten (sekarang Jakarta). Jika dihitung-hitung, Chicotoc sangat dekat dengan pusat kota Batavia. Hanya 200 kilometer.
Berita ini membuka mata masyarakat karena ini akan sangat menguntungkan. Oleh karena itu, agar hal ini tidak dianggap sebagai khayalan, peneliti Belanda W.F.F. melakukan studi geologi di bawah arahan Obernott.
Awal tahun 1919, Obenot dan timnya meninggalkan Sukabumi untuk mencari emas di hutan Jawa. Eksplorasi juga berkembang pesat ketika emas ditambang dan jalan serta terowongan dibuka.
Singkat cerita, penelitian Obernott membuahkan hasil. Ternyata banyak sekali tambang emas di kawasan Chicotok. Namun menggalinya tidaklah mudah. Pemerintah harus menebangi hutan dan membuat banyak terowongan baru.
Pada tahun 1928, total 25 terowongan dibangun. Melewati pegunungan terjal, dataran tinggi dan lembah sempit.
Jurnal Sumatera (2 Maret 1928) melaporkan bahwa “sejauh ini telah dibangun 25 terowongan, beberapa di antaranya kedalamannya tidak lebih dari 135 meter”.
Biayanya tidak sedikit. Pemerintah dilaporkan menghabiskan N80.000 per tahun, setara dengan miliaran rupee.
Namun biaya yang dikeluarkan terbukti sepadan dengan hasil yang didapat. Akhirnya, pada bulan Maret 1928, rumor emas yang sudah lama ada terbantahkan. Ada 30.000 ton emas terkubur di bawah Chicot.
“Sampai saat ini, 30.000 ton emas telah ditemukan di Chikot,” tulis Sumatra-Bode.
Kalau sekarang, keuntungannya setara Rp 30 triliun (1 gram: Rp 1 juta). Sejak penemuan ini, terjadi keributan di hampir seluruh Indonesia, karena pemerintah akan meraup keuntungan besar. Setelah itu, pemerintah kolonial memberikan hak operasional kepada NV Mijnbouw Maatchappij Zuid Bantam.
Dari sinilah dimulailah penambangan emas skala besar. Jalur pendakian ini hanya bisa diakses dari Sukabumi. Menurut Daily India (25 Juli 1939), pemerintah kolonial membangun jalan baru yang menghubungkan Rangkasbitung dan Pelabuhan Ratu.
Selain itu juga dibangun pabrik dengan kapasitas produksi harian 20 ton. Namun pabrik tersebut tidak dapat menampung seluruh pendapatan dari penambangan emas sebanyak itu. Faktanya, para penambang sering kali menemukan emas dengan berat yang berbeda-beda selama bekerja.
De Indish Courant (25 Juli 1939) menulis: “Selama pengerjaan, emas sering ditemukan dalam berbagai berat. Yang tertinggi adalah 126 gram.”
Pada tahun 1933, penambangan emas mencapai rekor tertinggi. Chicot tercatat memiliki wilayah pertambangan sepanjang 400 kilometer. Anda juga bisa mendapatkan emas dengan menggali 50 meter. Faktanya, pemerintah bisa membeli lebih banyak emas.
Eksplorasi “Lokomotif” (29 Maret 1933) menemukan lebih dari 61.000 ton emas senilai 3,68 miliar gulden. “
Namun melimpahnya emas justru menguntungkan salah satu pihak, yaitu pemerintah kolonial. Mereka menjadi kaya. Sementara itu, meskipun pemerintah kolonial menjanjikan kemakmuran bagi Aborigin, masyarakat Aborigin tidak mendapatkan manfaat dari penambangan emas, dan juga tidak berhasil.
Singkat cerita, tambang emas Chikotok menjadi tambang emas terbesar milik pemerintah kolonial sebelum kekuasaan NKRI. Pada masa kemerdekaan, Tambang Emas Chicotoc diambil alih oleh NV Mining Development Corporation dan selanjutnya terus dioperasikan oleh PT. Aneka Tambon, 1974.
Sejarah tambang emas Sicotok berakhir pada tahun 2005 karena menipisnya kandungan emas. Meski tambang emas Chikotok sudah habis, tambang emas yang lebih besar di Freeport, Papua, tetap meneruskan reputasi tambang emas Chikotok. .