Jakarta, ILLINI NEWS – Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sedang melakukan transformasi bisnis pada perusahaan-perusahaan milik negara yang tidak efisien atau tidak menguntungkan. Langkah yang dilakukan Menteri BUMN salah satunya adalah dengan membentuk holding seperti Holding Perkebunan PTPN III Nusantara dan Holding Pariwisata dan Pendukung InJourney.
Kedua kepemilikan ini berhasil bertransformasi dari yang tadinya merugi menjadi kini menguntungkan dan mampu menyumbang pendapatan negara.
Seperti diketahui, bidang pariwisata merupakan salah satu sektor yang paling terdampak akibat Covid-19. Hal inilah yang kemudian menjadi dasar pemerintah meluncurkan InJourney pada 6 Oktober 2021.
InJourney awalnya terdiri dari PT Hotel Indonesia Natour, PT Pengembangan Pariwisata Indonesia, PT Taman Wisata Candi Boroburken, Prambanan dan Ratu Boko serta PT Sarinah. Kemudian pada akhir tahun 2023, InJourney akan memiliki anak perusahaan bernama PT Angkasa Pura Indonesia yang merupakan gabungan dari PT Angkasa Pura I dan Angkasa Pura II.
Pembentukan holding ini memungkinkan BUMN yang bergerak di bidang pariwisata bisa mengubah kerugiannya menjadi keuntungan. InJourney membukukan kerugian Rp 993 miliar pada tahun 2022. Namun pada tahun 2023 akan membukukan laba bersih sebesar Rp 1,1 triliun atau tumbuh 211%.
Laba bersih InJourney merupakan hasil pendapatan operasional sebesar Rp 23,35 triliun; Jumlah ini meningkat 47% dibandingkan pendapatan usaha yang mencapai 15,85 triliun rupiah pada tahun 2022.
Industri penerbangan yang dikelola di bawah payung InJourney berhasil meningkatkan traffic. Sementara lalu lintas penumpang di bandara yang dioperasikan oleh InJourney Airports meningkat sebesar 30% dibandingkan tahun lalu menjadi 150 juta, pergerakan pesawat juga meningkat sebesar 14% menjadi 1,2 juta. Peningkatan ini menyebabkan peningkatan pendapatan operasional sebesar 47% year-on-year menjadi Rp 23,34 triliun.
Sementara itu, jumlah wisatawan akan meningkat 20% dibandingkan tahun sebelumnya dan mencapai 4,05 juta wisatawan pada tahun 2023.
“Dalam kondisi perekonomian yang menghadapi berbagai tantangan, InJourney berhasil membalikkan keadaan dengan laba bersih sebesar Rp 1,101 triliun. Kinerja ini merupakan hasil kerja keras dan kerja sama seluruh karyawan dan manajemen InJourney Group,” ujar Doni Oscaria, Chief Executive Officer InJourney. “Kinerja positif InJourney ini seiring dengan semakin pulihnya industri pariwisata di Indonesia. katanya.
Salah satu strategi yang diterapkan InJourney adalah memperkuat pemulihan pariwisata dengan memperluas kerja sama dengan maskapai besar untuk meningkatkan jumlah penerbangan langsung baik domestik maupun internasional.
Ia menjelaskan, salah satu cara untuk meningkatkan efisiensi di sektor penerbangan dan kebandarudaraan adalah dengan pembentukan dua sub-holding, InJourney Airports dan InJourney Aviation Services.
Menjelang akhir tahun 2023, InJourney meluncurkan dua sub-holding di industri penerbangan, InJourney Airports dan InJourney Aviation Services, sebagai langkah transformasi industri penerbangan dan bandara. InJourney Group kemudian akan fokus pada proses integrasi bandara untuk menetapkan standar kualitas layanan sejalan dengan pedoman pemerintah.
Belakangan, pada September 2024, merger dua perusahaan pengelola bandara besar di Indonesia, yakni PT Angkasa Pura I (AP I) dan PT Angkasa Pura II (AP II), diresmikan. Penggabungan ini berlangsung lancar dan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku menjadi satu perusahaan, PT Angkasa Pura Indonesia atau InJourney Airports.
Dengan merger ini, InJourney Airports akan mampu melayani lebih dari 170 juta penumpang per tahun dan menjadi operator bandara terbesar kelima di dunia. Setelah merger ini, bandara yang dioperasikan oleh InJourney ini akan menjadi salah satu dari 5 operator bandara teratas di dunia.
Direktur Pelaksana InJourney Doni Oscaria mengatakan pihaknya sedang dalam proses menyelaraskan standar operasional prosedur (SOP), sistem TI, sistem keuangan, dan operasional bandara untuk mempersiapkan merger, sebuah proses yang telah berlangsung sejak tahun lalu. . InJourney Airports diharapkan menjadi perusahaan pengelola bandara yang mengacu pada praktik terbaik global.
“Penggabungan ini berjalan lancar sejalan dengan tujuan pemerintah untuk mengembangkan sektor penerbangan dan bandara Indonesia menjadi 5 besar operator bandara di dunia. Selain itu, penggabungan ini masuk dalam Program Strategis Nasional (PSN) yang disetujui pemerintah. Penerbangan untuk mendukung pertumbuhan pariwisata industri untuk meningkatkan konektivitas,” jelas Dhoni.
Kedepannya, InJourney mengembangkan sejumlah inisiatif strategis bagi anak perusahaan untuk meningkatkan hasil bisnis dan kinerja keuangan InJourney Group, khususnya meningkatkan kunjungan wisatawan ke layanan perjalanannya untuk memenuhi kebutuhan wisatawan dengan tetap menjaga prinsip-prinsip pariwisata. efektivitas dan efisiensi.
Di sisi lain, holding berhasil mengubah kinerja keuangannya dari rugi menjadi untung berkat transformasi yang dilakukan di Perkebunan Nusantara. Grup PTPN yang sempat terpuruk hingga tahun 2020 berhasil meraup keuntungan selama tiga tahun terakhir berturut-turut.
Mohammad Abdul Ghani, Ketua Perkebunan Nusantara PTPN III (Persero), mengatakan strategi tersebut adalah memulihkan keuangan yang sebelumnya merugi dengan menerapkan berbagai inisiatif strategis untuk mendukung transformasi berkelanjutan perusahaan. Salah satu caranya adalah dengan mengoptimalkan peran subkonglomerat PalmCo, SugarCo (SGN) dan SupportingCo.
Transformasi yang dilakukan PTPN Group selama tiga tahun terakhir telah membawa peningkatan efisiensi perusahaan secara signifikan. Salah satu keberhasilan tersebut adalah kemampuan perusahaan menutup kerugian yang dideritanya selama lima tahun terakhir.
“Kerugian yang terjadi pada 2015-2020 bisa diimbangi dengan keuntungan tiga tahun terakhir, sedangkan pembayaran kepada kreditur tetap berjalan,” kata Ghani dalam kutipan tertanggal Jumat (10/4/2024).
Ghani menjelaskan salah satu faktor keberhasilan tersebut adalah peningkatan produktivitas kelapa sawit, salah satu produk andalan grup PTPN.
Pada tahun 2019, produktivitas CPO di PTPN sebesar 4,50 ton per hektar. Pada tahun 2023, volume CSR meningkat menjadi 4,79 t/ha.
Ghani optimis melalui berbagai inisiatif strategis dan transformasional tersebut, Grup PTPN akan terus tumbuh dengan mantap di masa depan. “Tentunya dukungan dan dorongan dari Kementerian BUMN dan pemangku kepentingan terkait akan semakin memperkuat peran PTPN Group sebagai perusahaan perkebunan terbesar di dunia,” kata Ghani.
Holding BUMN Perkebunan menargetkan laba sebesar Rp 3,1 triliun pada tahun ini, hampir tiga kali lipat dibandingkan tahun lalu. Abdul Ghani mengatakan, pendapatan PTPN turun pada tahun lalu. “Pada tahun 2023, laba PTPN turun sebesar Rp 1,06 triliun yang antara lain disebabkan oleh penurunan harga komoditas, namun pada tahun 2024, laba perusahaan diperkirakan meningkat sebesar Rp 2,06 triliun menjadi Rp 3,1 triliun.” menjelaskan
Ghani mencatat, pendapatan perseroan pada tahun ini masih belum mendekati pencapaian pada 2022. Pada periode tersebut, perseroan mengakhiri tahun dengan laba sebesar 6,02 triliun rupiah.
Selain itu, Ghani juga mengumumkan pendapatan kotor atau laba kotor PTPN III pada tahun 2024 diperkirakan mencapai Rp17,6 triliun, melampaui pendapatan kotor perseroan pada tahun 2023 sebesar Rp12,8 triliun.
Ghani mengungkapkan, sejak tahun 2020, pendapatan perseroan tumbuh rata-rata 28,1% per tahun.
Sedangkan pendapatan perseroan pada tahun 2024 diperkirakan mencapai 61,7 triliun rupiah. Jumlah ini meningkat dibandingkan tahun 2023 yang realisasi pendapatan perseroan mencapai Rp 50,9 triliun.
Sementara PTPN menjadi sorotan setelah mencatatkan kerugian dan utang yang menggunung. Pada tahun 2020, PTPN melaporkan kerugian bersih sebesar Rp 1,14 triliun dan utang lebih dari Rp 40 triliun.
Ghani mengatakan, hingga saat ini PTPN telah melunasi utangnya sebesar Rp 18 triliun yang terdiri dari kewajiban kepada perbankan sebesar Rp 11,3 triliun, santunan hari tua sebesar Rp 3,7 triliun, dan santunan hari tua sebesar Rp 3 triliun.
Hal ini berdampak pada penurunan rasio utang/EBITDA perseroan. PTPN melaporkan rasio utang terhadap EBITDA sebesar 12,9x pada tahun 2019, dan akan turun menjadi 3,57x pada tahun 2023.
Menurut Peter Abdullah, direktur eksekutif Segara Research Institute, berkat transformasi holding InJourney, efisiensi bisnis dapat dicapai secara signifikan. Dengan demikian, anak-anak perusahaan yang bergerak di bidang usaha yang sama dapat saling bersinergi.
Misalnya anak perusahaan PT Angkasa Pura Indonesia yang merupakan hasil merger Angkasa Pura I dan Angkasa Pura II. Kedua perusahaan mempunyai bidang kegiatan yang sama dalam pengelolaan bandara.
“AP I dan AP II sebenarnya memiliki anak perusahaan yang dalam beberapa hal memiliki pesaingnya masing-masing,” ujarnya.
Ia mengumumkan, AP I dimiliki oleh anak perusahaannya AP Logistics dan AP II dimiliki oleh AP Cargo. “Iya, kedua bidang usaha tersebut adalah logistik kargo, pengangkutan, pengelolaan kargo. Artinya AP I dan AP II memiliki anak perusahaan yang saling bersaing,” jelasnya.
Kemudian PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA) juga memiliki bisnis serupa: PT Gapura Angkasa. “Memang benar mereka tidak bertemu di beberapa tempat, karena AP I dan AP II bekerja di daerah yang berbeda, satu di barat, satu di timur, tapi begitu masuk ke Sukarno Hatta, mereka bertemu. Dalam hal ini, dia, si bocah, melanjutkan, “Hal-hal ini bersaing satu sama lain.”
Setelah konglomerat, AP Cargo dan Gapura tidak lagi bersaing di bawah naungan AP Logistics InJourney. Alhasil, InJourney menguasai lini bisnis dari atas hingga bawah.
Pada saat yang sama, holding PTPN menciptakan efisiensi melalui reformasi internal. “Jadi konglomerasi ini efektif reformasi. Reformasi juga mencakup efisiensi. Yang buruk-buruknya dikurangi,” ujarnya. (Romys Binekasri) Simak video berikut: Video: Peran MIND ID dalam mendorong bisnis pertambangan berkelanjutan Artikel berikutnya BUMN ini mengubah kerugian menjadi keuntungan