Jakarta, ILLINI NEWS – Pengadilan Negeri Semarang telah menyatakan PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex dan tiga anak perusahaannya, antara lain PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya, pailit.
Pengadilan Negeri Semarang menyatakan Sritex dan ketiga anak perusahaannya gagal memenuhi kewajiban pembayaran kepada PT Indo Bharat Rayon. Hal itu tertuang dalam putusan perkara nomor 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg.
Sritex sebenarnya bukan perusahaan kemarin sore dan telah berdiri selama lebih dari 50 tahun.
Sejarah Sritex tidak lepas dari kepribadian pendirinya, Haji Muhammad Lukminto (H.M. Lukminto). Lukminto alias Le Ji Shin merupakan seorang Peranakan Tionghoa yang lahir pada tanggal 1 Juni 1946. Memulai karir sebagai sales tekstil di Solo pada usia 20 tahun.
Dalam uraian buku Juara Lokal, Solo sebagai sentra tekstil di Pulau Jawa sejak masa kolonial berkembang pesat dalam perdagangan Lukminto. Akhirnya pada tahun 1966 atau di usianya yang ke 26 tahun, ia memberanikan diri untuk menyewa toko di Pasar Pintar. Paviliun UD disebut Sri Redjeki.
Tiba-tiba, bisnis berkembang pesat. Dua tahun kemudian, ia membuka percetakan pertamanya yang memproduksi kain putih dan berwarna untuk pasar Solo. Pendirian perusahaan ini kemudian menjadi PT Sri Rejeki Isman atau Sritex yang bertahan hingga saat ini pada tahun 1980.
Tak banyak cerita mengenai “tangan dingin” Lukminto yang menjadikan Sritex sebagai “raja” industri TPT di Indonesia. Satu hal yang menarik dari dirinya adalah kedekatannya dengan presiden ke-2 Indonesia, Soeharto. Gubernur nampaknya bersikap dingin terhadap pengembangan Sritex.
Mengutip Prahara Orde Baru (2013) terbitan Tempo, Sritex merupakan simbol kekuasaan karena disebut-sebut berada di bawah lindungan keluarga Cendana, sebutan keluarga Soeharto. Fakta itu tak lepas dari kedekatan Lukminto dengan tangan kanan Cendana yakni Kharmoko yang dikenal sebagai Menteri Penerangan dan Ketua Umum Golkar pada masa Orde Baru. Harmoko adalah teman masa kecil Lukminto.
Karena dekat dengan pemerintah dan pemilik pasar, Sritex dan Lukminto mendapat rejeki nomplok. Pada masa Orde Baru, Lukminto beberapa kali menjadi pemegang tender proyek pengadaan publik tunggal.
Namun roda terus berputar. Perusahaan tekstil itu kini terjerumus dalam masalah utang. Pada akhir tahun lalu, kewajiban jangka pendek Sritex tercatat sebesar 113,02 juta dolar, dimana 11 juta dolar di antaranya merupakan pinjaman jangka pendek bank dari Bank of Central Asia (BBCA). Sedangkan dari kewajiban jangka panjang sebesar USD 1,49 miliar, sebesar USD 858,05 juta merupakan utang perbankan.
Sebagian besar pinjaman bank jangka panjang merupakan pinjaman ex-sindikasi (Citigroup, DBS, HSBC dan Shanghai Bank) sebesar USD 330 juta. Selain itu, BCA, Bank QNB Indonesia, Citibank Indonesia, Bank BJB dan Mizuho Indonesia tercatat sebagai kreditur terbesar dengan kewajiban SRIL lebih dari $30 juta. Selain 5 bank tersebut, perseroan berutang kepada 19 bank lain yang sebagian besar merupakan bank asing atau bank swasta asing.
Dalam keterbukaan terakhir, industri TPT menyebutkan utangnya semakin banyak dan status pekerja yang di-PHK semakin meningkat.
Rincian sisa pinjaman komersial tersebut pada tanggal 31 Maret 2024 adalah sebesar $31,67 juta, lebih besar $8,7 juta dibandingkan posisi Desember 2023.
Selanjutnya, pembayaran 30 hari meningkat sebesar $630.000. Setelah itu, 31-90 hari bertambah 1,2 juta dollar AS dan 91-180 hari sebesar 468 ribu dollar AS.
Selain itu, SRIL juga melakukan restrukturisasi surat utang jangka pendek (MTN) yang semula jatuh tempo pada 18 Mei 2021 menjadi 29 Agustus 2027. ,’ tulis Manajemen SRIL.
Permasalahan keuangan ini akhirnya memaksa Sritex melakukan efisiensi. Dalam setahun terakhir, perseroan telah melakukan PHK sebanyak 2.232 karyawan, dari 16.370 karyawan pada akhir 2022 menjadi 14.138 karyawan pada akhir tahun lalu.
Melalui keterbukaan informasi, Chief Financial Officer SRIL Veli Salam menjelaskan penyebab turun tajamnya pendapatan adalah pandemi Covid-19. Kondisi geopolitik seperti perang Rusia-Ukraina dan Israel-Hamas telah menyebabkan gangguan rantai pasokan dan penurunan ekspor karena perubahan prioritas di Eropa dan Amerika, kata perusahaan tersebut.
“Terjadi kelebihan pasokan produk tekstil di Tiongkok sehingga menyebabkan terjadinya price dumping, dimana produk tersebut terutama ditujukan ke negara-negara di luar Eropa dan Tiongkok yang telah melonggarkan peraturan impor (bea masuk anti dumping, bea masuk penghalang atau bea masuk tanpa penghalang) ke Indonesia,” jelas Welly, menurut Kamis (24/10/2024).
(mkh/mkh) Simak video di bawah ini: Video: IHSG terseret 3 hari berturut-turut, rupee terus melemah. Artikel Berikutnya Kesengsaraan Sritex (SRIL) menumpuk, utang menumpuk, pekerja di-PHK