Jakarta, ILLINI NEWS – Masyarakat di Indonesia pasti sudah tidak asing lagi dengan sebutan debt collector atau penyedia jasa penagihan utang yang semakin banyak ditemui. Apa pun yang terjadi, masyarakat memiliki akses yang lebih mudah untuk meminjam uang baik melalui cara legal maupun ilegal.
Penagih utang sering kali tidak disukai karena metode penagihannya yang tidak etis. Ternyata, ada debt collector yang dicap sebagai debt collector paling brutal di Indonesia.
Setidaknya ada tiga nama yakni John Kei, Hercules, dan Basri Sangaji.
John Kei tiba di Jakarta pada tahun 1992. Jakarta seolah menjadi tempat pelarian John Kei yang diancam hukuman penjara oleh polisi di Maluku dan Surabaya. Sedangkan Basri Sangaji berangkat ke Jakarta untuk mengadu nasib. Berbeda dengan Hercules, TNI membawa Personil Bantuan Operasi (TBO) Kopassus ke ibu kota di Timor Timur.
Ketiganya punya kesamaan, yakni selain keberanian, mereka tak punya kemampuan bertahan di Jakarta. Jadi, mereka akhirnya memilih menjadi tunawisma dan pencuri.
Misalnya saja Hercules yang dikenal sebagai preman terkenal pada masa Orde Baru. Ke mana pun pergi selalu membawa parang atau senjata tajam. Menurut Ian Douglas Wilson dalam The Politics of Preman Rations (2018), kelompok masyarakat pada awalnya menggunakan jasanya untuk menjaga “ketertiban” di suatu wilayah.
Awalnya mereka sendirian, namun perlahan-lahan mereka membentuk kelompoknya sendiri. Kelompok tersebut mencakup masyarakat asal kampung halaman masing-masing yang berimigrasi ke Jakarta.
Orang-orang yang datang dari Ambon dulunya tergabung dalam kelompok John Kei dan Basri Sangaji. Kei sendiri berasal dari Pulau Kei dan Basri dari Pulau Haruku. Lalu kalau dari Timor, mereka di bawah Hercules.
Bagi pendatang baru, mereka adalah tiga sosok kharismatik yang bisa dipercaya. Oleh karena itu, tidak jarang para pendatang juga menempuh jalan serupa, yakni menjadi pembelot. Kelompok yang mereka pimpin sering melakukan kerusuhan di Jakarta pada tahun 1990-an dan memakan banyak korban jiwa.
Masih mengutip Ian Douglas Wilson, mereka beroperasi layaknya mafia yang sangat identik dengan dunia bawah. Perlahan-lahan, sejak tahun 1990-an, bisnis mereka beralih dari bisnis bangkrut menjadi penagihan utang dan perantaraan tanah.
Menurut Vice, pertumbuhan sektor keuangan dan perbankan swasta telah mengubah anggota kelompok yang dipimpin oleh John Keik dan lainnya menjadi penagih utang.
Hal ini semakin meluas ketika terjadi krisis ekonomi yang menyebabkan banyak bank bangkrut dan kredit macet. Kredit macet inilah yang menjadi tempat debt collector akan mencari nasabah.
Selain itu, jasa mereka juga digunakan untuk merawat kawasan Jakarta. Saat itu, tanah Jakarta masih semrawut. Banyak terjadi kepemilikan ganda atas tanah di Jakarta. Alhasil, banyak warga yang memanfaatkan jasa orang oriental untuk merawat tanahnya.
Ketika perusahaan-perusahaan besar memperluas timnya, nama ketiganya semakin sukses dan terkenal. Sejak saat itu, mereka dikenal sebagai ‘rajanya’ debt collector di RI.
Bahkan, ukuran tiga nama bisa membuat gurita bisnis. Sebenarnya bisnis penagihan utang tidak selalu formal, namun berkat ajaran ketiga raja tersebut, banyak rakyatnya yang memulai bisnis serupa.
Tak jarang ketiganya saling berebut wilayah.
Geng Hercules pernah terlibat perkelahian dan bentrokan dengan pemerintah, termasuk geng Basri Sangaji pada tahun 2002. Ia juga menjadi tersangka pembunuhan Hercules Basri. John Kei juga didakwa melakukan pembunuhan.
Meski para kepala suku sudah tiada dan terjebak, konflik antara kelompok mereka dengan kelompok etnis lain masih mengakar. Begitu pula dengan profesi penagih utang yang semakin diidentikkan dengan kelompok di Indonesia bagian timur. Kehebatan nama mereka di industri penagihan utang memang tak tergantikan saat ini.
Hari ini, John Kei kembali mendekam di balik jeruji besi untuk kesekian kalinya dalam kasus penyerangan terhadap saudaranya di Tangerang. Sementara itu, Hercules rupanya bertobat dan hidup sebagai pengusaha biasa. (hebat/hebat) Tonton video di bawah ini: Video: Nasib Rupee terhenti karena perang dagang dan inflasi AS yang panas