Jakarta, ILLINI NEWS: Miliarder kondang Bill Gates mengungkap beberapa faktor yang memperburuk perubahan iklim. Bahkan ia mengatakan, buktinya bisa dilihat di Indonesia.
Bill Gates menulis di blog pribadinya bahwa aktivitas di Bumi setiap tahunnya menghasilkan 51 miliar ton gas rumah kaca. Sebanyak 7% berasal dari lemak atau minyak hewani dan nabati.
“Untuk memerangi perubahan iklim, kita perlu mengubah angka tersebut menjadi nol,” ujarnya dalam blog pribadinya, Sabtu (26/10/2024).
Gates menyadari bahwa rencana untuk menghilangkan konsumsi lemak hewani oleh manusia hampir mustahil. Pasalnya, sejak dahulu kala manusia bergantung pada lemak hewani.
Lemak hewani menyimpan nutrisi dan kalori yang dibutuhkan manusia. Namun, ada cara untuk mengekstraksi lemak tanpa menghasilkan emisi, menyiksa hewan, dan menghasilkan bahan kimia berbahaya.
Sebuah startup bernama “Savor” telah menemukan solusinya, kata Gates. Gates juga salah satu investornya.
Lemak diproduksi melalui proses yang menggabungkan karbon dioksida dari udara dan hidrogen dari air. Senyawa tersebut kemudian dipanaskan dan dioksidasi untuk memisahkan komponen asam penyusun lemak.
Gates mengklaim bahwa lemak yang dihasilkan mengandung molekul serupa dengan yang ditemukan pada susu, keju, daging sapi, dan minyak nabati.
Selain produksi lemak hewani yang merugikan lingkungan, Gates juga menyoroti salah satu faktor yang memberikan dampak lebih besar, yakni minyak sawit.
“Saat ini, minyak sawit merupakan lemak nabati yang paling banyak dikonsumsi di seluruh dunia,” ujar pendiri Microsoft tersebut.
Lemak nabati ditemukan di hampir semua makanan pokok sehari-hari, seperti kue, mie instan, pembuat krim kopi, makanan beku, serta riasan, sabun mandi, pasta gigi, deterjen, deodoran, makanan kucing, dan makanan bayi, kata Gates Formulas Minyak sawit sebenarnya digunakan untuk biofuel dan juga untuk mesin diesel.
Gates menekankan bahwa masalah minyak sawit bukanlah konsumsinya, namun cara produksinya. Mayoritas varietas minyak sawit asli Afrika Barat dan Tengah tidak tumbuh di banyak wilayah. Pohon itu tumbuh dengan baik hanya di tempat yang dilalui garis khatulistiwa.
“Hal ini menyebabkan penggundulan hutan di wilayah khatulistiwa dan mengubahnya menjadi lahan kelapa sawit,” kata Gates.
Proses ini berdampak negatif terhadap keanekaragaman hayati dan berkontribusi terhadap perubahan iklim. Pembakaran hutan menimbulkan emisi besar-besaran ke atmosfer dan meningkatkan suhu.
“Pada tahun 2018, bencana di Malaysia dan Indonesia saja cukup parah sehingga menyumbang 1,4 persen emisi global. Jumlah tersebut lebih besar dari seluruh negara bagian California dan hampir sama besarnya dengan industri penerbangan seluruh dunia,” jelas Gates.
Sayangnya, kata Gates, mengubah peran minyak sawit sulit dilakukan. Hal ini karena produk minyak sawit murah, tidak berbau dan banyak jumlahnya.
“Minyak sawit juga merupakan satu-satunya minyak nabati dengan keseimbangan lemak jenuh dan tak jenuh yang hampir sama, itulah sebabnya minyak ini sangat serbaguna. Jika lemak hewani merupakan bahan utama dalam beberapa pola makan, maka minyak sawit adalah pemain tim.” dan non-makanan membaik,” jelas Gates.
Oleh karena itu, kata Gates, perusahaan sudah berusaha mengatasinya. Salah satunya adalah C16 Biosciences yang mencoba menciptakan alternatif pengganti minyak sawit.
Sejak 2017, Gates mengatakan C16 telah menghasilkan produk dari mikroba ragi liar melalui proses fermentasi yang tidak menghasilkan emisi sama sekali.
Meski secara kimia berbeda dengan minyak sawit konvensional, minyak C16 mengandung asam lemak yang sama, sehingga dapat digunakan untuk aplikasi serupa.
(luc/luc) Tonton video di bawah ini: Video: Alasan COP 29 Baku menyebut Azerbaijan sebagai negara terburuk Artikel berikutnya PBB memperingatkan dunia sedang menuju ‘neraka’, itu kriminal