JAKARTA, ILLINI NEWS – Seiring pelemahan rupiah yang terus melemah, dolar Amerika Serikat (AS) kembali menyentuh level Rp 16.000/US$. Banyak emiten dan sektor yang juga menderita karena biayanya juga meningkat.
Dilansir Refinitiv, rupiah melemah 0,18% menjadi Rp 16.018/US$ pada perdagangan Senin (16/12/2024) pukul 09:20 WIB. Posisi tersebut per penutupan perdagangan Jumat (13/12/2024) lalu melemah 0,44%.
Pelemahan rupiah juga merupakan salah satu level terendah sejak 7 Agustus 2024 atau dalam empat bulan terakhir.
Hal ini terjadi bersamaan dengan kenaikan DXY dan imbal hasil Treasury AS tenor 10 tahun.
Selain itu, data inflasi produsen (PPI) AS, yang berada di atas ekspektasi, juga menjadi pendorong pelemahan rupee baru-baru ini.
Sebagai referensi, PPI Negeri Paman Sam mencatat kenaikan year-on-year pada November bulan lalu sebesar 3%, lebih tinggi dibandingkan Oktober sebelumnya yang naik 2,6%. Angka tersebut juga lebih tinggi dibandingkan ekspektasi pasar sebesar 2,6%.
Sementara itu, secara bulanan (month-to-month/mtm), PPI Negeri Paman Sam naik menjadi 0,4%, naik 0,3% dari bulan Oktober lalu dan mengalahkan estimasi pasar sebesar 0,2%.
Melemahnya nilai tukar rupiah dapat menimbulkan beban biaya yang besar bagi pengusaha atau perusahaan yang bergerak di bidang impor karena selisih nilai tukar tersebut menambah beban pasokan bahan baku.
Perusahaan lain yang merugi saat rupee melemah adalah perusahaan yang utangnya dalam mata uang dolar AS.
Berikut beberapa emiten yang merugi saat rupiah melemah: 1. PT Indofood CBP (ICBP)
PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) menjadi salah satu emiten yang terkena dampak pelemahan rupiah.
Berdasarkan laporan keuangan September 2024, utang obligasi jangka panjang ICBP dalam mata uang dolar AS mencapai Rp 41,62 triliun. Nilai tersebut mewakili 73,70% dari total liabilitas perseroan sebesar Rp 56,47 triliun.
Selain itu, ICBP juga terkena dampak negatif dari penguatan dolar yang memberikan tekanan pada mata uang Naira Nigeria.
Sejak awal tahun atau year to date (YTD), naira sudah anjlok lebih dari 80%, sehingga mendorong ICBP menjual unit terkaitnya, Dufil Prima Foods Plc. Kerugian tercatat pada Nilai Investasi (DPFP). hingga Rp 1,70 triliun.2. PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF)
Selain itu, ICBP memiliki induk perusahaan yaitu PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) yang juga terkena dampak negatif pelemahan rupiah.
Sebab, seperti induk usahanya, INDF juga menanggung beban ICBP berupa utang dalam dolar AS. Kontribusi ICBP terhadap INDF sangat besar, mencapai lebih dari 70% pendapatan.
Akibat pil pahit yang ditelan ICBP pada akhir tahun lalu, INDF pun terpukul dengan laba bersih hanya Rp 1,06 triliun pada kuartal IV 2023, turun 38% secara tahunan.3. Saham MDLN PT Modernland Realty Tbk hari ini, harga MDLN.
Emiten properti PT Modernland Realty Tbk (MDLN) sangat menderita akibat pelemahan rupiah.
Hingga September 2024, MDLN mencatatkan beban yang masih harus dibayar dalam dolar AS mencapai Rp 99,09 miliar. Tak berhenti sampai disitu, masih ada utang obligasi berdenominasi dolar AS sebesar Rp5,72 triliun.4. Saham PT Ace Hardware Indonesia Tbk hari ini harga ACES.
Disusul emiten ritel PT Aspiration Life Indonesia Tbk (ACES) yang berpeluang dirugikan jika dolar AS menguat terhadap rupiah karena beban impor juga meningkat.
ACES adalah pengecer terkemuka barang-barang rumah tangga dan gaya hidup. Untuk memasok barang tersebut, ACES biasanya melakukan impor.
Berdasarkan data laporan perseroan sembilan bulan pertama tahun ini, ACES mencatatkan nilai barang senilai Rp 3,20 triliun. Dari nilai tersebut, 81,89% dibeli melalui impor. Sektor farmasi
Disusul sektor farmasi yang impor bahan bakunya masih mendominasi hingga mencapai 90%. Pada tahun 2023, nilai ekspor produk industri farmasi, obat kimia, dan obat tradisional Indonesia mengalami peningkatan sebesar 8,78% dibandingkan tahun 2022.
Beberapa emiten farmasi antara lain PT Kalbe Farma Tbk (KLBF), PT Pyridam Farma Tbk (PYFA), PT Kimia Farma TBk (KAEF), PT Indofarma Tbk (INAF), dan lainnya.
Namun, harus diakui juga bahwa perusahaan tidak selalu dirugikan ketika rupee melemah. Kita juga perlu melihat fundamental perusahaan terkait arus kas, struktur permodalan dan bagaimana mereka menerapkan efisiensi.
Jika perusahaan-perusahaan tersebut masih memiliki tata kelola dan ketahanan kas serta permodalan yang kuat, maka peluang mereka untuk bertahan dari badai depresiasi rupee akan semakin besar. Faktanya, ketika harga saham sedang terkoreksi, valuasinya akan mengalami tingkat diskonto yang cepat, dan jika suatu saat valuasi kembali ke harga yang wajar atau sudah murah, permainan pasar akan dimulai lagi. .
Riset ILLINI NEWS (tsn/tsn)