Jakarta, ILLINI NEWS – Indeks Harga Konsumen (IHK) Indonesia naik pada Oktober 2024 atau mengalami inflasi bulanan (mom/mtm) pada Oktober 2024. Inflasi ini mematahkan tren deflasi yang berlangsung selama lima bulan.
Hari ini, Jumat (11/1/2024), Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data indeks bulanan (mtm) dan dua tahunan (year-to-year/yoy) yang masing-masing sebesar 0,08% dan 1,71%.
Angka tersebut tidak jauh berbeda dengan konsensus yang dihimpun ILLINI NEWS dari 15 organisasi yang menunjukkan bahwa Indonesia akan mengalami inflasi bulanan dan tahunan masing-masing sebesar 0,03% dan 1,67%.
Inflasi bulanan ini mengakhiri tren deflasi selama lima bulan berturut-turut (Mei hingga September 2024). Deflasi selama lima bulan berturut-turut menjadi kekhawatiran di periode terakhir Presiden Joko Widodo. Inflasi pada bulan Oktober merupakan yang pertama dalam enam bulan terakhir dan terjadi pada bulan pertama pemerintahan Pravo Subianto.
Jika dicermati lebih detail, dari 11 kelompok pengeluaran bulanan, sembilan kelompok mengalami inflasi dan dua kelompok lainnya mengalami deflasi.
Setelah mengalami deflasi sejak April 2024, kelompok Makanan, Minuman, dan Tembakau mengalami inflasi dengan sumbangan inflasi sebesar 0,03%. Hal serupa juga ditunjukkan pada pola inflasi beberapa komoditas pada kelompok ini. Komoditi bawang merah, daging ayam ras murni, dan telur ayam ras mengalami inflasi setelah menjadi penyumbang deflasi utama pada bulan-bulan sebelumnya.
Dari sembilan kelompok tersebut, kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya mengalami peningkatan terbesar yaitu sebesar 0,94% mm dan urutan kedua adalah kelompok penyediaan makanan dan minuman/restoran dengan peningkatan sebesar 0,25% mm.
Kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya juga memberikan kontribusi terbesar yaitu sebesar 0,06%. Sedangkan diurutan kedua ditempati oleh kelompok makanan dan minuman/persediaan restoran dan kelompok makanan, minuman dan tembakau yang masing-masing memberikan kontribusi sebesar 0,03%.
Selain itu, barang-barang yang memberikan sumbangan inflasi terbesar secara bulanan adalah emas perhiasan sebesar 0,06%, daging ayam murni sebesar 0,04%, bawang merah sebesar 0,03%, tomat sebesar 0,2% dan beras dengan tambahan sebesar 0,02%.
Pada dasarnya tingginya harga emas ini tidak mengherankan karena sepanjang Oktober 2024, harga emas melonjak lebih dari 35%.
BPS mencatat inflasi emas dan perhiasan mencapai 35,82% y/y pada Oktober 2024. Peningkatan tersebut seiring dengan harga emas internasional yang luar biasa.
Menurut data Refinitiv, emas, yang secara tradisional dianggap sebagai lindung nilai pada saat ketidakstabilan geopolitik, naik 35% tahun ini.
Tolong. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia A. Vidyasanthi mengungkapkan, secara historis pertumbuhan emas terus meningkat selama setahun terakhir. Antara tahun 2020 hingga 2024, emas justru mencatatkan inflasi tertinggi pada Agustus 2020.
Menurut Amalia, perkembangan harga di pasar dunia sangat cepat berpindah ke harga emas lokal. Hal ini tentu saja karena perdagangan di Israel mengacu pada pasar internasional sehingga peningkatannya segera terjadi.
Apakah inflasi merupakan tanda kembalinya daya beli?
Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi INDEF Andrey Stereo Nogroho menilai inflasi Oktober 2024 yang tidak tinggi mencerminkan situasi daya beli yang masih tertekan. Artinya inflasi kali ini masih tertahan oleh rendahnya daya beli.
Salah satu bukti nyatanya adalah Indeks Manajer Pembelian (PMI) Manufaktur Indonesia bulan Oktober 2024 yang tampaknya masih berada di wilayah kontraksi.
S&P Global pada hari ini, Jumat (11/1/2024) merilis data PMI manufaktur Indonesia yang mengalami kontraksi hingga 49,2 pada Oktober 2024. Angka tersebut tidak berubah dibandingkan September.
Namun data tersebut juga menunjukkan bahwa PMI manufaktur Indonesia mengalami kontraksi selama empat bulan berturut-turut, yaitu pada bulan Juli (49,3), Agustus (48,9), September (49,2) dan Oktober (49,2).
Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengakui kontraksi PMI manufaktur ini salah satunya disebabkan oleh melemahnya permintaan konsumen, tentunya kita berharap akan membaik,” kata Airlangga, saat ditemui di kantornya.
Kontraksi yang terjadi selama empat bulan berturut-turut ini menyoroti fakta bahwa kondisi manufaktur Indonesia saat ini sangat buruk.
S&P menjelaskan bahwa produksi Indonesia mengalami sedikit penurunan dan angkanya tetap tidak berubah karena melemahnya output, pesanan baru, dan tambahan pekerjaan. Situasi ini mencerminkan lambatnya produksi dan pasar tenaga kerja.
“Manufaktur Indonesia terus berkinerja buruk di bulan Oktober, dengan produksi, pesanan baru, dan lapangan kerja semuanya mengalami penurunan kecil sejak bulan September,” kata Paul Smith, kepala ekonom di S&P Global Market Intelligence, di situs resminya.
Daya beli yang belum membaik juga terlihat dari meningkatnya angka pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terjadi pada Januari hingga September 2024. Jumlah korban PHK pada periode tersebut hampir 53 ribu orang.
Semakin banyak orang yang terkena PHK maka akan berdampak buruk pada pendapatan masyarakat sehingga akan berkurang dan berujung pada berkurangnya pengeluaran. Jika permasalahan ini tidak diatasi, roda perekonomian Indonesia pada akhirnya bisa kacau.
Airlangga berharap jika konsumsi dalam negeri membaik, semoga industrinya juga ikut terpacu.
Riset ILLINI NEWS
[email protected] (rev/rev) Tonton video di bawah ini: Prabowo: Hilirisasi Mutlak, Tak Bisa Ditawar!