Catatan: Artikel ini tidak mencerminkan pandangan pribadi penulis dan pandangan dewan redaksi illinibasketballhistory.com.
Pada pergantian milenium, bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, akses terhadap layanan kredit terbatas melalui lembaga keuangan tradisional seperti bank dan koperasi, atau melalui saluran informal seperti hiu. Pilihan-pilihan ini tidak hanya terbatas namun seringkali tidak inklusif, menyebabkan banyak lapisan masyarakat tidak memiliki akses terhadap layanan keuangan formal yang memadai.
Laporan terbaru dari Google, Temasek dan Bain pada tahun 2020 menunjukkan bahwa sekitar 75% penduduk Indonesia adalah underbanked (mereka yang memiliki rekening bank tetapi tidak menggunakan layanan keuangan lainnya) dan unbanked (mereka yang tidak memiliki akses). atau tidak menggunakan jasa keuangan formal sama sekali). Riset Global Findex menunjukkan bahwa hanya 36% dari kelompok berpenghasilan terendah di Indonesia atau 40% yang memiliki akses terhadap rekening jasa keuangan formal. Apalagi, hanya 12% dari kelompok ini yang menggunakan layanan kredit dari lembaga keuangan formal
Terbatasnya akses ini, khususnya bagi usaha mikro, kecil dan menengah (UKM), menyoroti perlunya pilihan di sektor keuangan yang dapat mengatasi hambatan-hambatan ini. Kemajuan ekonomi digital memberikan jalan, memungkinkan peningkatan akses terhadap layanan keuangan melalui platform online. Pergeseran pola konsumsi masyarakat dari transaksi offline ke online juga menyebabkan perkembangan ini menjanjikan era baru di mana teknologi digital dapat memperluas inklusi keuangan.
Di sisi lain, Indonesia mengalami perubahan signifikan dalam adopsi teknologi, khususnya Internet. Penetrasi Internet di Indonesia meningkat dari 22,7% (55 juta pengguna Internet) pada tahun 2011 menjadi 78,19% (215 juta pengguna Internet) pada tahun 2023. Indonesia juga mengalami perubahan yang signifikan. pangsa pasar ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara. Indonesia memiliki pangsa pasar hingga 40% di Asia Tenggara, dengan ekonomi digital senilai $82 miliar. Sektor jasa keuangan digital juga terdongkrak karena adanya pergeseran pola konsumsi masyarakat dari offline ke online
Cara masyarakat Indonesia melakukan transaksi keuangan telah berpindah dari meja kasir ke layar digital. Tidak perlu lagi antri di cabang bank atau ATM, kita kini hidup di era di mana klik dan ketuk di ponsel pintar atau komputer sudah menjadi cara utama mengelola keuangan. Hanya sedikit dari kita yang rutin mengunjungi kantor cabang bank. Terlebih lagi, masyarakat sudah mulai menggunakan ponsel pintar untuk bertransaksi, termasuk keuangan melalui teknologi keuangan.
Keuangan Digital
Sektor fintech lending peer-to-peer (P2P) di Indonesia menghadirkan kisah sukses yang menarik. Data terakhir Otoritas Jasa Keuangan menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan dalam originasi pinjaman bulanan. Pada awal tahun 2020, ketika epidemi dimulai, nilai pinjaman yang diberikan sebesar Rp 3,12 triliun. Namun sejak saat itu, angka tersebut tumbuh signifikan hingga mencapai Rp 23 triliun pada Desember 2023, peningkatan yang signifikan dalam waktu yang relatif singkat.
Tren pinjaman yang diberikan, yang menggambarkan total pinjaman, juga menunjukkan tren peningkatan yang stabil. Pada tahun 2019, angka ini berada di bawah Rp 10 triliun, namun kemudian mengalami pertumbuhan pesat, dengan nilai pinjaman yang diberikan mendekati Rp 60 triliun pada tahun 2023. Pertumbuhan ini Kurva ini mencerminkan meningkatnya minat terhadap layanan pinjaman online dan meluasnya penerapan model ini sebagai pilihan pembiayaan yang layak.
Tren ini tidak hanya mencerminkan adaptasi masyarakat Indonesia terhadap teknologi dalam pengelolaan keuangan di tengah ketidakpastian perekonomian, namun juga memberikan gambaran bagaimana P2P fintech lending berhasil memenuhi kebutuhan pinjaman lembaga keuangan tradisional. Kebijakan lockdown dan pembatasan sosial yang mendorong masyarakat untuk beralih ke solusi digital, serta kebutuhan mendesak akan likuiditas dari UKM dan individu, telah memberikan dorongan bagi pertumbuhan sektor pinjaman online.
Pertumbuhan pesat ini harus dibarengi dengan pengawasan dan regulasi yang memadai untuk memastikan praktik pemberian pinjaman yang adil dan transparan. Kesehatan keuangan jangka panjang peminjam dan stabilitas sektor keuangan bergantung pada keseimbangan antara inovasi dan perlindungan konsumen. Namun satu hal yang jelas, pinjaman online telah menjadi bintang di langit perekonomian digital Indonesia, membawa angin segar bagi dunia keuangan di saat yang genting ini.
Inklusi dan pengaruh
Fintech P2P lending adalah jawaban atas tantangan keuangan Inklusi keuangan kemungkinan akan meningkat karena paparan internet mencapai 77% populasi, dimana 5% di antaranya aktif menggunakan media sosial. Prospek perluasan akses akan menyadarkan masyarakat pedesaan dan kelompok rentan yang sebelumnya kurang relevan dengan lembaga keuangan tradisional.
Namun, tantangan penting yang tidak berakhir pada citra positif keuangan adalah memastikan bahwa fintech P2P lending mempunyai posisi distribusi yang lebih signifikan di sektor manufaktur dibandingkan di sektor konsumen. Upaya konsolidasi kredit di sektor manufaktur tidak akan relevan tanpa peningkatan literasi keuangan Literasi keuangan merupakan variabel sentral dalam menyasar kegiatan ekonomi inti di tingkat rumah tangga untuk mendukung inklusi makro dalam stabilitas keuangan dan pembangunan.
Edukasi keuangan memiliki hubungan positif dengan kinerja kredit Masyarakat yang memiliki pengetahuan keuangan yang lebih baik cenderung mengoptimalkan pinjaman sebagai modal untuk mendukung kemandirian finansial dibandingkan untuk memenuhi kebutuhan sementara. Di industri fintech, P2P lending sendiri tidak ada kaitannya dengan penyaluran ke sektor manufaktur. Pada tahun 2023, tren penyaluran kredit akan didominasi oleh sektor konsumer sebesar 62%.
Tantangan pembiayaan produktif harus ditanggapi serius oleh industri fintech P2P lending. Sektor produktif harus menjadi prioritas distribusi, khususnya di bidang kewirausahaan perempuan. Kesenjangan keuangan global antara usaha kecil dan menengah yang dimiliki perempuan dibandingkan laki-laki adalah sekitar 1,7 triliun dolar. Oleh karena itu, Finitech perlu menyasar perempuan untuk menjadi pemain aktif yang memanfaatkan peluang P2P lending.
Intervensi multipihak diperlukan untuk fokus pada peningkatan sektor produktif melalui literasi keuangan digital Tidak hanya regulator dan pelaku industri yang membutuhkan kerja sama, media juga mempunyai peran. Penting bagi media dan jurnalis untuk memahami karakteristik fintech P2P industri pemberi pinjaman sehingga mereka dapat memahami manfaat dan risiko dari layanan keuangan digital ini. Kesempatan belajar bagi jurnalis bisa melalui FinTech Media Toolkit yang akan diluncurkan pada awal Maret 2024. Diharapkan masyarakat semakin mengetahui manfaat dan risiko penggunaan fintech lending P2P, termasuk berinvestasi di dalamnya. Platform pinjaman fintech P2P
Investasi tidak selalu menghasilkan keuntungan yang besar, namun memang dapat memberikan dampak yang signifikan terhadap perbaikan tatanan sosial. Hal inilah yang mendasari impact investment sebagai metode investasi yang menjawab tantangan kesejahteraan sosial dan lingkungan bagi masyarakat. Cakupan pendanaannya beragam, antara lain usaha mikro, kecil dan menengah, pendidikan, sumber daya alam dan konservasi, energi terbarukan dan perubahan iklim, serta pertanian dan pembangunan berkelanjutan.
Investasi fintech lending P2P memperluas pasar yang mereka layani sekaligus memperkuat infrastruktur yang mendukung ekonomi digital. Pertimbangan-pertimbangan inilah yang menarik generasi muda. Selain itu, generasi muda lebih tertarik untuk berinvestasi pada isu-isu keberlanjutan dan lingkungan hidup, yang sejalan dengan misi IMF di sektor-sektor produktif. Pengembangan fintech secara serius memiliki potensi lebih besar untuk mengatasi kesenjangan struktural dalam memberikan ruang partisipasi seluruh pihak yang terkena dampak.
Masa depan
Di tengah inovasi yang sedang berlangsung dalam fintech P2P lending, meningkatnya permintaan modal mendorong P2P lending untuk meningkatkan pengalaman pelanggan melalui produk yang lebih relevan dan platform yang ramah pengguna. menawarkan peluang emas untuk melakukan hal tersebut Di Indonesia, dimana kepercayaan terhadap lembaga keuangan sedang meningkat, komitmen pinjaman P2P terhadap transparansi dan inklusi keuangan dapat mempercepat adopsi dan kesuksesan industri ini.
Yang juga menjadi sorotan adalah fintech P2P lending di Indonesia, dimana kredit macet semakin menjadi masalah bagi banyak platform ternama. Situasinya menjadi lebih kompleks, dengan platform yang melaporkan tingkat kredit bermasalah (TWP) yang sangat tinggi. Menyikapi permasalahan tersebut, diperlukan sistem credit scoring yang lebih matang dan akurat dengan menggunakan data perbandingan yang relevan. Hal ini tidak dimaksudkan sebagai satu-satunya dasar pengambilan keputusan, namun sebagai bantuan dalam menilai kesesuaian calon peminjam.
Dalam skenario serupa, data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan peningkatan pinjaman online resmi sebesar 17-20 persen, namun jumlah sebenarnya, termasuk pinjaman ilegal, menurut perkiraan bisa jauh lebih tinggi. Kenyataan ini menunjukkan adanya situasi mendesak terhadap pinjol ilegal di Indonesia, dimana menurut data, hanya 3% dari total pinjaman yang beroperasi yang legal.
Permasalahan yang mereka hadapi tidak hanya literasi keuangan, namun juga tingginya permintaan masyarakat terhadap pinjol ilegal yang mudah diakses dan proses pencairan dana yang cepat, meski harus memberikan banyak informasi pribadi. Rendahnya tingkat literasi juga memperparah situasi. Masyarakat seringkali terjerumus ke dalam perangkap pinjol ilegal karena tidak bisa membedakan mana yang legal dan mana yang tidak. Pemerintah perlu melakukan terobosan akses masyarakat untuk mengetahui tentang pinjol legal dan pinjol ilegal.
Kembali ke awal pembahasan, masyarakat Indonesia mengalami perkembangan teknologi yang semakin cepat. Perubahan pola konsumsi menuju digital mempercepat kebutuhan akan teknologi yang lebih mudah beradaptasi. Fintech P2P Lending hadir untuk memberikan pembiayaan kepada nasabah Teknologi dan inovasi yang didorong oleh platform P2P lending telah memberikan dampak signifikan terhadap inklusi dan literasi keuangan. Di sisi lain, kualitas peminjam dan tingkat ilegal fintech P2P lending menjadi tema bagi regulator dalam merumuskan kebijakan ke depan.
(hura/hura)