Catatan: Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan tidak mencerminkan pendapat dewan redaksi illinibasketballhistory.com.
Meski Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappanas telah mengucurkan pinjaman luar negeri (PLN) senilai US$1,06 miliar untuk pembelian helikopter TNI Angkatan Darat dan TNI Angkatan Udara periode 2020-2024, namun belum ada program tersebut untuk TNI Angkatan Laut. Nilai alokasi PLN untuk pesawat sayap putar jauh lebih rendah dibandingkan jet tempur yakni US$8,1 miliar pada periode yang sama.
Menkeu mempublikasikan penetapan sumber pendanaan sebesar 995 juta dollar AS hingga November 2024 untuk akuisisi helikopter, dimana telah tercapai kesepakatan namun belum tercapai kesepakatan pinjaman.
Sedangkan dua program lainnya menunggu negosiasi kontrak antara Kementerian Pertahanan dan calon pemasok. Selain itu, keberhasilan kegiatan pengadaan helikopter juga akan ditentukan oleh negosiasi perjanjian pinjaman antara Kementerian Keuangan dan calon pemberi pinjaman.
Sejak akhir tahun 1970-an, pasar helikopter militer Indonesia didominasi oleh pemain global asal Amerika Serikat dan Eropa, yaitu Bell Textron dan Airbus Helicopters. Bell Textron menguasai pasar Angkatan Darat Indonesia, sementara Helikopter Airbus mendominasi pasar Angkatan Udara Indonesia.
Helikopter Airbus mengisi pasar ini karena salah satu pendahulunya, Aerospatelle, masih eksis. Sedangkan pasar angkatan laut Indonesia dikuasai bersama oleh Bell Textron dan Airbus Helicopters, dimana produk pabrikan terakhir ini sama dengan produk pendahulunya yaitu Messerschmitt-Bolko-Blohm, dan helikopter dipasok langsung oleh Airbus Helicopters.
PT IPTN pernah membeli lisensi SA330 dan AS332 dari Aerospatiale dan BO 105 dari Messerschmitt-Bölkow-Blohm yang berlaku sejak akhir tahun 1970an hingga akhir tahun 1990an. Begitu pula dengan Bell Helicopter Textron yang pernah menjual lisensi Bell 412 kepada perusahaan tersebut sehingga helikopter turunan UH-1 tersebut diproduksi di Bandung.
Dengan kondisi seperti ini, wajar jika Helikopter Airbus dan Bell Textron mendominasi pasar helikopter militer Indonesia selama ini. Selain Bell Textron, pemain Amerika lainnya yang memiliki pasar sendiri adalah Boeing dan produk jenis helikopter serangnya.
Sikorsky Aircraft, anak usaha Lockheed Martin, tercatat sebagai pemain baru di pasar helikopter militer Tanah Air dengan kesepakatan pembelian 22 unit S-70M senilai US$ 585 juta melalui PT Dirgantara Indonesia.
Leonardo, yang sebelumnya dikenal sebagai Augusta Westland, belum melanjutkan upayanya untuk memasuki pasar helikopter Indonesia sejak keruntuhannya dalam skandal korupsi AW101 pada akhir dekade lalu.
Meski saat ini sudah ada produk Rusia yakni Mil Mi-17 dan Mil Mi-35 yang dioperasikan oleh TNI, namun Kementerian Pertahanan tidak berharap bisa mengimpor lagi helikopter buatan Rusia setelah berbagai upaya. varian. . Sanksi yang dijatuhkan oleh beberapa negara terhadap Amerika Serikat dan Rusia menyusul invasi Rusia ke Ukraina pada tahun 2014 dan 2022.
Sementara itu, meskipun pabrikan Korea Selatan PT Dirgantara menawarkan untuk mendirikan jalur perakitan akhir (FAL) KUH-1 di Indonesia, peluang KUH-1 buatan KAI untuk memasuki pasar Indonesia tampaknya masih menghadapi tantangan. Sekitar 12 juta dolar AS akan dikeluarkan pada semester kedua.
Lalu bagaimana perkiraan pasar pesawat militer sayap putar di Indonesia periode 2025-2029? Akankah ada pemain baru yang masuk ke pasar Indonesia? Mampukah pabrikan lama yang menguasai pasar Indonesia tetap mempertahankan cengkeramannya? Apa keuntungan bagi industri dirgantara Indonesia jika ada pemain baru yang bisa memasuki pasar helikopter militer pada akhir dekade ini?
Jawaban pertanyaan pertama akan sangat bergantung pada seberapa besar PLN yang digelontorkan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappanas untuk mendukung program pengadaan helikopter yang diusulkan Kementerian Pertahanan.
Sebagai contoh, TNI AU telah mengajukan anggaran hampir PLN 1,4 miliar kepada Kementerian Pertahanan untuk dua program helikopter terpisah. Angka tersebut belum termasuk permintaan anggaran PLN yang diajukan TNI Angkatan Darat dan TNI Angkatan Laut untuk Program Pesawat Bersayap Putar.
Kami berharap besaran alokasi PLN untuk belanja helikopter dapat diketahui dalam waktu dekat setelah Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas menerbitkan Daftar Rencana Pinjaman Luar Negeri Jangka Menengah (DPRLN-JM) 2025-2029 untuk Kementerian Pertahanan.
Terkait pertanyaan kedua, ada peluang pemain baru masuk ke pasar Indonesia jika terpenuhi satu atau dua hal tersebut. Pertama, adanya kebutuhan helikopter jenis baru yang belum mampu dipenuhi oleh Airbus Helicopters dan Bell Textron, seperti kebutuhan helikopter angkut berat kelas CH-47.
Kedua, kemampuan pemain baru dalam meyakinkan Kementerian Pertahanan dan calon pengguna akhir bahwa produknya lebih kompetitif dibandingkan pemain lama, baik dari segi kinerja, harga jual, biaya siklus hidup, dan layanan purna jual. Tanpa menyelesaikan satu atau dua hal yang telah dijelaskan, tampaknya agak sulit mengharapkan kehadiran pemain baru di pasar pesawat militer sayap putar tanah air.
Peluang masih terbuka bagi produsen lama untuk mempertahankan dominasi pasar di Indonesia, baik karena kepercayaan pengguna akhir maupun jaringan lobi yang dimiliki pemain lama.
Ada kemungkinan pemain baru akan memasuki pasar, namun pemain lama tidak akan tersingkir hanya jika posisi pasar yang mereka kuasai unik dan mengakar kuat.
Misalnya, jika Kementerian Pertahanan memutuskan untuk mempertahankan program helikopter angkut berat kelas CH-47, hal tersebut tidak akan mengganggu pasar H225M. Namun, posisi pemain lama bisa terancam, seperti halnya Bell 412, jika pabrikan di Amerika Serikat tidak kembali agresif setelah S-70M baru-baru ini mengambil alih pasarnya.
Pembelian helikopter baru untuk keperluan militer pada dekade ini akan membawa manfaat jangka panjang bagi industri dirgantara Indonesia dalam bentuk menjadi bagian dari rantai pasokan global.
Indonesia selama ini banyak memasok komponen untuk H225M dan Bell 412, sehingga wajar jika ada produsen rotary wing baru yang masuk ke pasar Tanah Air.
Menjadi pemain di industri aerostruktur helikopter harus menjadi prioritas bagi pabrik seperti PT Dirgantara Indonesia yang tidak hanya mengandalkan pendapatan dari produksi pesawat terbang.
Namun yang menjadi pertanyaan adalah apakah pelaku industri penerbangan swasta Indonesia mempunyai peluang yang sama untuk memasok komponen kepada produsen helikopter yang menjual produknya ke Kementerian Pertahanan. (miq/miq)