illini news Meneropong Ekonomi Indonesia di Tengah Tekanan Geopolitik Global

Catatan: Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan tidak mencerminkan pendapat Dewan Redaksi illinibasketballhistory.com

Perekonomian dunia mengalami gejolak selama empat tahun terakhir. Misalnya saja pandemi Covid-19 (Desember 2019) yang menyebabkan banyak negara di dunia terpuruk. Resesi perekonomian dunia pasca Covid-19 kembali meningkat akibat perang antara Rusia dan Ukraina (Februari 2022) yang menyebabkan krisis pangan dan energi global.

Krisis politik ini memaksa banyak bank sentral di dunia menggunakan kebijakan moneter (peningkatan suku bunga) untuk mengendalikan inflasi. Periode suku bunga tinggi mungkin akan terus berlanjut (tinggi dalam jangka waktu yang lama) setelah konflik terbuka yang terjadi baru-baru ini di Timur Tengah (Israel-Palestina dan Israel-Iran). Perekonomian dunia kembali dipenuhi ketidakpastian yang tinggi.

Dampak krisis geopolitik mulai terlihat. Dua indikator utama mulai terlihat yaitu ketidakstabilan IHSG (Indeks Harga Persediaan) di level psikologis 7.000 dan melemahnya nilai tukar rupiah (IDR) terhadap dolar Amerika Serikat (USD) di level Rp 16.200/USD. (Jakarta). Bankir Dollar Rate-Spot‒ JISDOR) minggu lalu.

Artikel ini membahas dampak krisis geopolitik terhadap perekonomian negara, banyaknya tantangan, dan langkah mitigasi yang perlu diperkuat melalui bauran kebijakan fiskal Indonesia. Istilah ini pertama kali digunakan oleh Dana Moneter Internasional (IMF) untuk menggambarkan perekonomian Indonesia pada tahun 2022. Indonesia dinilai mampu meredam kisruh perekonomian dunia. Kinerja indikator ekonomi yang baik menjadi dasar penilaian IMF.

Pada pertemuan IMF di Washington DC pada 18 April 2024, Indonesia kembali dinilai mampu mengatasi berbagai dampak perekonomian global. Tentu saja keadaan ini tidak lepas dari kerja sama kebijakan fiskal dan keuangan yang bijaksana dan hati-hati.

Sebagian besar indeks Indonesia hingga awal April 2024 menunjukkan kinerja yang baik. Misalnya saja CPI (indeks harga konsumen) yang masih berada di angka 3,05% (yoy). Angka ini sesuai ekspektasi sebesar 2,5 ± 1%.

Pertumbuhan pinjaman perbankan pada triwulan I 2024 juga positif, yaitu sebesar 12,40% (yoy) dan NPL-net (rasio total kredit macet) sebesar 0,8% (Februari 2024). CAR (rasio kecukupan modal) pada Februari 2024 juga tinggi, berkisar 27,73%.

Saat ini data harga masih sesuai ekspektasi Bank Indonesia (BI). Kenaikan utama pada Maret 2024 tercatat sebesar 0,23% (mtm), sehingga secara keseluruhan mencapai 1,77% (yoy).

Informasi detail terkait harga dapat ditelusuri lebih jauh melalui kategori pangan keliling (harga yang mengejutkan di industri makanan) dan biaya administrasi (dipengaruhi oleh kebijakan penetapan harga pemerintah). Pada sektor pangan, inflasi meningkat dibandingkan bulan lalu (1,53% menjadi 2,16%‒mtm). Produk yang memberikan kontribusi terhadap peningkatan tersebut antara lain telur, ayam tanpa lemak, dan nasi. Secara tahunan, pangsanya sebesar 10,33% (yoy).

Ini adalah peningkatan yang besar. Inflasi tampaknya berada dalam kisaran harga target (dari 0,15% di bulan Februari menjadi 0,08% di bulan Maret 2024‒mtm). Secara tahunan, angkanya 1,39% (yoy).

Buka ikon Tabungan Bisnis (CD). Angka pada bulan Maret 2024 menunjukkan tingkat CD yang tinggi (USD 140,4 miliar). Angka tersebut sangat kecil dibandingkan data akhir Februari 2024 (USD 144,0 miliar).

Penurunan ini disebabkan oleh pelunasan utang luar negeri pemerintah, kebutuhan pembiayaan pembelian mata uang asing, dan penguatan nilai rupee. Rasio CD jika mengacu pada standar internasional (pembiayaan ±3 bulan impor) sangat baik, setara dengan pembiayaan 6,4 bulan impor atau 6,2 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Credit Rating Indonesia. (. SCR ) atau peringkat kredit Indonesia dipertahankan oleh lembaga internasional Moody’s. Moody’s menetapkan peringkat kredit Indonesia “Baa2”, satu tingkat di atas peringkat investasi dengan prospek “Stabil” pada 16 April 2024.

Moody’s meyakini perekonomian Indonesia tetap stabil didukung oleh perekonomian yang kuat dan stabil. Kebijakan fiskal dan moneter yang kreatif dan inovatif diyakini akan mendukung tren tersebut.

Moody’s memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan berada pada kisaran 5,0% (2024-2025), lebih tinggi dibandingkan negara lain yang “Baa” (pertumbuhan antara 3%) saja. Menurut Moody’s, banyak faktor yang mendukung perekonomian Indonesia.

Hal ini mencakup reformasi struktural, peningkatan investasi, peningkatan investasi asing, penciptaan lapangan kerja, pertumbuhan ekspor, peningkatan neraca perdagangan, kebijakan bottom-up (mendukung produk yang terdiversifikasi dan bernilai tambah serta mengurangi biaya), dan peningkatan pendapatan pemerintah.

Perkiraan SCR Indonesia akan memberikan kepercayaan investor terhadap stabilitas perekonomian Indonesia. Dengan menjaga prinsip dasar tersebut diharapkan dapat mengurangi risiko kegagalan akibat dampak pertumbuhan kekayaan dunia ini. Bank Indonesia sendiri memperkirakan pertumbuhan ekonomi negara pada tahun 2024 akan mencapai antara 4,7% – 5,5%. perekonomian setelah penanaman. Keadaan ini perlu ditangani dengan cepat dan tepat untuk mencegah berbagai dampak buruk.

Tantangan ekonomi dan geografis negara-negara di dunia saat ini meliputi tiga permasalahan. Pertama, suku bunga bank sentral AS (Fed Fund Rate‒FFR) yang masih tinggi (antara 5,25%-5,5%).

Kedua, ketegangan geopolitik di Timur Tengah dikhawatirkan akan merebak setelah Israel dan Iran saling serang sejak awal April 2024. Ketiga, Senat AS menyetujui bantuan sebesar $95 miliar (setara Rp 1,534 triliun) di Ukraina, Israel. dan Taiwan di atasnya. Selasa (23 April 2024).

Dukungan tersebut dapat menyebabkan konflik antara Rusia dan Ukraina semakin panjang, termasuk konflik Timur Tengah (Israel-Palestina-Iran), dan konflik di kawasan Asia (China-Taiwan-AS). Meski masih banyak faktor lain, ketiga permasalahan tersebut dapat memberikan dampak yang signifikan terhadap perekonomian global.

Pada saat yang sama, sikap agresif The Fed dalam mempertahankan suku bunga tinggi juga memperlambat pemulihan ekonomi global. Berbagai tekanan internal tersebut dapat berdampak besar pada dua isu penting perekonomian.

Pertama, krisis pangan disebabkan oleh ketidakseimbangan pasokan, terutama distribusi. Kedua, kelangkaan energi akan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM), apalagi saat harga minyak dunia sedang tinggi di angka USD 100/barel.

Harga pangan dan bahan bakar tentunya dapat menimbulkan permasalahan baru pada struktur perekonomian di setiap negara. Dampak gangguan pasokan dapat menyebar ke berbagai sektor perekonomian.

Misalnya saja penurunan daya beli, penurunan penjualan, peningkatan konsumsi, penurunan laju pertumbuhan utang, penurunan perekonomian, peningkatan pengangguran, penurunan nilai mata uang lokal (efek dollar akibat kenaikan imbal hasil di Amerika Serikat). ), dan kemungkinan munculnya berbagai permasalahan sosial. Kompleksitas ini tentunya perlu direspon dan dikurangi, karena Indonesia menyikapi dampak buruk Kebijakan Fiskal untuk Menstabilkan pandemi Covid-19 merupakan alat penting dalam mengantisipasi dampak buruk yang mungkin terjadi. Mencegah lebih baik daripada mengobati. BI, sebagai otoritas yang berwenang untuk menerapkan kebijakan ini, telah menggabungkan kembali banyak sumber daya keuangan untuk mengelola gejolak geopolitik.

BI dalam Rapat Dewan Direksi (RDG BI) pada tanggal 23-24 April 2024 telah memutuskan untuk menaikkan suku bunga BI (BI 7-Day Reverse Repo Rate) menjadi 25 bps sebesar 6,25%, Tabungan sebesar 5,50% dan Pinjaman sebesar 7,00%.

Selain menyikapi sikap hawkish The Fed, kenaikan suku bunga BI lebih fokus pada upaya ke depan dan ke depan dalam memperkuat stabilitas rupiah dan mengendalikan inflasi sebesar 2,5 ± 1%. Keadaan kebijakan keuangan BI.

BI terus menggunakan valuta asing dan lindung nilai lainnya untuk menjaga stabilitas keuangan. BI menyelenggarakan operasional keuangan dan pengelolaan devisa secara bersahabat dan kompetitif yang dikaitkan dengan pertumbuhan pasar keuangan untuk mendukung ketahanan eksternal perekonomian negara.

Pada saat yang sama, Kebijakan Ekonomi dan Kebijakan Fiskal tetap mengedepankan pertumbuhan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Kebijakan moneter digunakan untuk mendorong penyaluran kredit perbankan ke sektor riil (dunia usaha) dan rumah tangga, sedangkan Kebijakan Pembayaran bertujuan untuk memperluas penerimaan sistem pembayaran digital.

Tampaknya BI terus mengambil prioritas dalam bauran kebijakan moneter. Ada tiga cara BI menerapkan dukungan finansial: (1) dukungan finansial di pasar, (2) dukungan frontal melalui DNDF (instrumen non-deliverable domestik) yang lebih murah dan lebih baik, dan (3) digunakan dengan membeli Surat Berharga Negara (SBN). ) di pasar sekunder (mengantisipasi dampak negatif aliran devisa dari pasar sekunder dan menjaga keuntungan).

Mengkhususkan diri dalam kebijakan DNDF. Transaksi DNDF dapat dimanfaatkan pelaku pasar untuk melakukan lindung nilai terhadap risiko nilai tukar rupiah. Alat ini juga dapat digunakan BI untuk menjalankan fungsi keuangan. Penerapan triple policy harus didukung oleh cadangan devisa (Valas, SBN dalam negeri, SBN luar negeri, emas dan aset berharga lainnya).

Kebijakan lain untuk menjamin stabilitas keuangan dilakukan BI dengan mendorong remitansi ke SRBI (Surat Berharga Rupiah Bank Indonesia). SRBI berpeluang menarik modal asing melalui investasi. Instrumen ini didasarkan pada jaminan yang diterbitkan BI dalam mata uang rupiah (menggunakanunderlying aset berupa SBN milik BI).

Ahead of the Curve Pengetatan bauran kebijakan moneter diharapkan mampu meredam depresiasi rupiah di tengah krisis keuangan global. Banyak faktor yang mempengaruhi kestabilan nilai tukar rupiah.

Namun, efek limpahan dari emosi eksternal (negatif) saat ini terkendali. Infrastruktur dalam negeri yang kuat menjadi biaya tambahan bagi Indonesia dalam menghadapi dampak krisis politik ini.

Namun, indikator-indikator positif ini tidak boleh menimbulkan terlalu banyak bias bagi para pengambil kebijakan. Perubahan perekonomian dunia yang cepat dan dinamis harus diantisipasi dan direspon dengan cepat (dan diharapkan demikian).

Keinginan Pemerintah untuk menjaga defisit fiskal di bawah 3% PDB Nasional (PDB) harus tetap dipertahankan. Kerjasama antar lembaga dan otoritas terkait menjadi kunci implementasi kebijakan untuk mendukung stabilitas keuangan dan perekonomian negara di tengah ketidakpastian perekonomian dunia.

Diharapkan banyak daerah di Indonesia yang sudah mulai memasuki musim panen untuk membantu menekan biaya industri pangan, apalagi harga beras yang terus merangkak naik.

Apa (dan apa) yang akan dilakukan bank sentral melalui berbagai kebijakan moneternya menunjukkan bagaimana kemajuan BI dalam mempertimbangkan keberlanjutan dan masa depan kebijakan moneter.

Ini merupakan respons finansial yang kuat terhadap ekspektasi dan nilai “pihak lain”. Respon cepat ini diharapkan dapat memperkuat stabilitas perekonomian negara di tengah tekanan global yang semakin meningkat. (miq/miq)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *