Catatan. Artikel ini adalah pendapat pribadi dari penulis dan tidak menampilkan pandangan editor di illinibasketballhistory.com
Indonesia menghadapi tantangan utama untuk mencapai 8%dari pertumbuhan ekonomi. Tujuan ini bukan hanya ambisi, tetapi merupakan prasyarat paling penting untuk mencapai kesejahteraan dalam masyarakat dan menghindari perangkap pendapatan menengah.
Ekonomi dan ekonomi Islam termasuk dalam RPJMN 2025-20245 dan 2025-2029 RPJMN dan pemerintah Asta Cita, yang diharapkan menjadi katalis baru untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional.
Ekonomi Islam telah menjadi sektor yang memiliki kontribusi signifikan terhadap PDB nasional. Status data untuk Ekonomi Islam Global 2023 menunjukkan bahwa Indonesia sekarang berada di peringkat ketiga dalam ekonomi global Syariah, dan sektor Halya tumbuh dengan cepat di berbagai industri seperti makanan halal, mode Muslim, apotek yang menawan dan pariwisata Halyl.
Dalam kasus keuangan Islam, Manajemen Layanan Keuangan (OJK) menunjukkan data dari Desember 2023 bahwa nilai -nilai Bank Islam mencapai 837,9 triliun. Pendanaan Syariah meningkat sebesar 14,12% (YOY), yang melebihi pertumbuhan pinjaman bank biasa, yang hanya 10,3%. Negara Bagian Sukuk mencapai $ 1371 miliar, dan kepemilikan investor ritel meningkat sebesar 34%.
Sementara itu, sektor industri hallal memiliki potensi besar dalam mendukung pertumbuhan ekonomi: ekspor produk Halal ke Indonesia meningkat 12,5% (2023), total biaya adalah $ 10,6 miliar. Pariwisata Hall, perkiraan, menghasilkan pendapatan $ 4,8 miliar pada tahun 2025. Industri makanan Halyl adalah 21,2% dari total biaya domestik.
Dari data ini jelas bahwa ekonomi dan keuangan Islam memiliki potensi untuk menjadi mesin pertumbuhan baru. Namun, realisasi potensial masih dihadapkan pada beberapa masalah struktural. Pertama, skala dan pangsa pasar masih terbatas.
Terlepas dari pertumbuhan dua digit, pangsa Bank Islam masih stagnan pada tingkat 7,3%, yang jauh dari 20% pada tahun 2025 dalam Rencana Umum Nasional Ekonomi Syariah. Industri halal nasional masih lebih fokus pada konsumsi daripada ekspor. Dibandingkan dengan Malaysia, yang memiliki pendapatan ekspor produk halal $ 20 miliar, Indonesia masih menggantung.
Kedua, integrasi ekonomi Islam dengan sektor produktif nasional yang lemah. Distribusi pembiayaan Islam masih terkonsentrasi di sektor perdagangan (56%) dan konsumsi (30%), sementara sektor produktif, seperti produksi, pertanian dan ekspor, yang masih kurang terpengaruh oleh ekspor. Selain itu, sertifikasi halal masih lambat, hanya 32% dari Hall SME -er telah disertifikasi sejak 2023, jauh dari target 10 juta Hall Hall UKM -er pada tahun 2025.
Ketiga, kurangnya insentif dan aturan pajak yang mendorong pertumbuhan. Kurangnya instruksi khusus yang mempercepat perluasan industri haly, seperti insentif pajak untuk produsen yang mengembangkan produk halal untuk ekspor.
Tidak adanya digitalisasi dan inovasi teknologi keempat. Syariah Digital Bank Deposit masih rendah, hanya 6,2 juta pengguna, dibandingkan dengan bisnis perbankan reguler yang telah mencapai 60 juta pengguna. Keuangan Islam Islam masih dalam fase awal, transaksi total hanya 27,9 triliun, jauh dari total transaksi nasional Fintech, yang mencapai 450 miliar rubel pada tahun 2023.
Paradigma Baru: Ekonomi Syariah sebagai mesin pertumbuhan untuk mencapai ekonomi Indonesia hingga pertumbuhan 8%. Ekonomi Islam seharusnya hanya mendorong “alternatif” dari aliran utama pembangunan ekonomi nasional. Ini berarti bahwa tidak cukup untuk hanya meningkatkan pangsa pasar keuangan untuk Syariah atau meningkatkan melek negara mengenai gaya hidup haler, tetapi harus ada transformasi struktural dalam kebijakan ekonomi nasional.
Setidaknya, kita membutuhkan lima kebijakan terobosan berdasarkan inovasi -inovasi ekonomi syariah yang berpotensi menjadi “pertukaran permainan” untuk ekonomi Indonesia.
Pertama, untuk menciptakan dana kekayaan Sukuk Green Sukuk Green. Indonesia dihadapkan pada tantangan utama untuk membiayai transisi ke energi dan infrastruktur hijau, sementara keuangan Islam yang menekankan prinsip -prinsip etika dan stabilitas memiliki potensi besar untuk mendapatkan peluang ini. Green Sukuk Indonesia telah menghasilkan $ 5 miliar di pasar dunia, tetapi penggunaannya masih terbatas pada proyek -proyek pemerintah.
Oleh karena itu, pemerintah harus membentuk kekayaan berdaulat berdasarkan gula hijau Islam untuk membiayai infrastruktur hijau, energi terbarukan dan industri berdasarkan ESG. Model ini berhasil diimplementasikan di Uni Emirat Arab melalui Administrasi Investasi Abu -dhabi, yang mengalokasikan dana berdasarkan keuangan Islam untuk sektor strategis.
Kedua, investasi dalam industri halal berdasarkan investasi asing langsung membutuhkan komponen 40% dari produksi dalam negeri. Indonesia adalah konsumen terbesar dari industri halal, tetapi bukan produsen utama. Banyak investasi asing termasuk dalam sektor Hallic, tetapi dominasi rantai pasokan masih disimpan di negara lain.
Kebijakan membutuhkan minimal 40% dari investasi asing di sektor halal, yang memiliki bagian dari produksi dalam negeri, diharapkan akan menciptakan transfer teknologi dan nilai tambahan ekonomi di Indonesia. Model ini berhasil di Türkiye menggunakan Kebijakan Konten Lokal (LCR) di Industri Farmasi Hal.
Ketiga, Digitalisasi Vaccu Produktif untuk Ekonomi Mikro. Potensi VACFE produktif di Indonesia mencapai RP1 800 triliun, tetapi penggunaannya masih kurang dari 5%. Sistem manajemen WAQF masih secara manual dan tidak terkait dengan ekosistem ekonomi digital.
Oleh karena itu, perlu untuk mendorong pembentukan platform berdasarkan blockchain untuk pernis produktif sehingga lebih transparan dan dapat digunakan untuk keuangan mikro berdasarkan teknologi. Model ini digunakan di Bahrain menggunakan inisiatif WAQF yang mengintegrasikan WAQF dengan teknologi keuangan.
Empat, integrasi keuangan Islam digital dengan ekosistem HAL MSME. Lebih dari 60% Syariah MSM tidak terkait dengan ekosistem ekonomi digital, yang memperumit pendanaan. Saat ini tidak ada sistem yang secara khusus mengikat pasar Hall, Bank Islam dan Syariah Fintech di platform.
Oleh karena itu, perlu untuk membuat aplikasi super, yang mengintegrasikan HAL MSME, Perbankan Islam, Syariah Fintech dan Hal Ecommerce ke dalam ekosistem digital. Model ini berhasil digunakan di Arab Saudi dengan bantuan inisiatif Tamkin, yang mendigitalkan seluruh rantai pengiriman yang menawan.
Kelima, Pajak Bunga Nol untuk Ekspor Halal SME -S. Indonesia HAAL UKM sulit untuk bersaing di pasar dunia karena biaya ekspor yang tinggi. Malaysia telah berhasil meningkatkan ekspor halal dengan skema insentif pajak untuk Hallic SMB.
Pemerintah direkomendasikan untuk memperkenalkan pajak SMB halal 0% yang menembus pasar ekspor untuk mendorong daya saing global. Kebijakan ini dapat meningkatkan ekspor Hallal Indonesia setidaknya dua kali 5 tahun.
Dengan bisnis sebagai pendekatan umum, ekonomi Islam hanya akan menjadi sektor tambahan, bukan pendorong pertumbuhan ekonomi nasional yang paling penting. Kebijakan terobosan inovasi diperlukan bagi ekonomi Islam untuk benar -benar menjadi mesin pertumbuhan, bukan hanya retorika politik ekonomi.
Indonesia memiliki modal besar untuk menjadikan ekonomi Islam 8%dari strategi pertumbuhan ekonomi. Namun, tanpa keberanian dalam politik, potensi ini hanya akan menjadi angka di atas kertas. (Miq/miq)