Catatan: Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Dewan Redaksi illinibasketballhistory.com
Sebagian besar dari kita telah menggunakan minyak goreng dalam kehidupan sehari-hari. Biasanya minyak goreng digunakan lebih dari satu kali hingga menjadi minyak goreng bekas. Minyak goreng rumah tangga seringkali dibuang begitu saja. Faktanya, minyak jelantah dapat membeku pada suhu rendah sehingga dapat menyebabkan tersumbatnya saluran air, tertutupnya permukaan air, serta pencemaran air dan tanah. Namun sebagian besar masyarakat masih memilih membuang minyak jelantah. Lalu kemana minyak jelantah sebaiknya dibuang?
Minyak jelantah (UCO) ternyata mempunyai manfaat yang belum banyak diketahui orang. Minyak jelantah dapat diolah menjadi produk bernilai tambah lainnya bahkan diekspor. Namun edukasi mengenai manfaat minyak untuk memasak belum tersampaikan dengan baik. Berdasarkan hasil riset Traction Energy Asia di lima kota besar di Indonesia pada tahun 2022, hanya sekitar 12% responden rumah tangga yang mengetahui bahwa minyak jelantah dapat digunakan pada produk lain. Hingga beberapa minggu lalu, penulis termasuk di antara 78% yang belum mengetahui manfaat lain dari minyak jelantah.
Potensi minyak jelantah sebagai pengganti bahan baku biofuel
Kementerian ESDM melaporkan produk bahan bakar dalam negeri yang paling banyak terjual pada tahun 2023 adalah biogas atau biasa disebut biosolar. Biosolar merupakan produk campuran minyak bumi dengan biodiesel, umumnya menggunakan bahan yang berasal dari minyak sawit mentah (CPO). Pangsa biodiesel telah mencapai 35% pada tahun 2023 sesuai dengan program B35 yang diamanatkan pemerintah. Sejak mandat pencampuran biodiesel pada tahun 2015, penjualan biodiesel terus tumbuh sekitar 12,3% per tahun, yang menunjukkan potensi besar biofuel dalam dekarbonisasi sektor transportasi Indonesia.
Selain biodiesel, Indonesia juga mengembangkan bioavtur atau biasa disebut dengan Sustainable Aviation Fuel (SAF) yang merupakan campuran bahan bakar penerbangan dengan biofuel yang berasal dari turunan minyak sawit yaitu palm kernel oil Refined Pale Palm Deodorizer (RBDPKO) yang umum digunakan di Indonesia.
Namun CPO dan RBDPKO juga dimanfaatkan pada sektor lain seperti industri makanan, industri kosmetik, industri kimia, dan lain-lain. Selain itu, produk kelapa sawit merupakan komoditas ekspor utama Indonesia. Dengan posisi Indonesia sebagai produsen dan eksportir minyak sawit nomor satu di dunia2, Kementerian Keuangan melaporkan bahwa komoditas ini menjadi salah satu pendorong produk domestik bruto di sektor pertanian dan perkebunan (tumbuh 1,69%) dan juga di Indonesia . pertumbuhan ekonomi triwulan III tahun 2024 (4,95%). Dengan adanya kebutuhan untuk mempertahankan eksistensi Indonesia di pasar dunia dan banyaknya sektor yang membutuhkan komoditas tersebut, maka minyak sawit menjadi produk yang paling banyak dicari.
Oleh karena itu, minyak jelantah sangat penting dalam upaya diversifikasi sumber bahan bakar nabati. Minyak jelantah yang termasuk dalam kategori limbah rumah tangga merupakan komoditas yang tidak memiliki nilai. Produksinya tidak memerlukan tambahan lahan atau sumber daya alam, sehingga jejak karbon yang dihasilkan dari produksinya lebih kecil dibandingkan produk yang berasal dari kelapa sawit. Dengan keunggulan tersebut, biofuel yang dihasilkan dari minyak jelantah berpotensi menjadi substitusi komoditas CPO dan RDBPKO sebagai bahan campuran produksi biodiesel dan bioauto.
Tantangan industri minyak goreng bekas
Di pasar internasional, Indonesia menduduki peringkat pertama sebagai produsen dan eksportir minyak goreng. Tepatnya, Indonesia juga bisa menjadi pemain utama di pasar minyak goreng bekas. Namun Indonesia hanya menempati peringkat kesepuluh eksportir minyak jelantah terbesar di dunia dengan nilai ekspor US$ 243,8 juta pada tahun 2023. Sebagai perbandingan, Malaysia yang merupakan eksportir minyak goreng terbesar kedua di dunia menempati peringkat ketiga. nilai ekspor minyak jelantah menjadi US$ 914,5 juta pada tahun 2023. Hal ini menunjukkan masih banyak potensi minyak jelantah di Indonesia yang belum maksimal.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mengatakan salah satu tantangan terbesar dalam penggunaan minyak jelantah sebagai bahan baku biofuel adalah memastikan ketersediaannya. Pasalnya, belum ada standar mengenai batasan penggunaan minyak goreng hingga menjadi minyak jelantah. Akibatnya, masyarakat terus-menerus menggunakan minyak goreng yang sudah tidak sesuai lagi, sehingga kemungkinan pasokan produksi minyak goreng tidak dapat diprediksi secara akurat. Hal ini sangat bergantung pada perilaku masing-masing rumah tangga dan industri produksi minyak jelantah tersebut.
Apalagi sistem penagihan utangnya masih belum efektif. Jumlah pengumpul minyak jelantah belum optimal dan tidak ditempatkan di lokasi strategis. Bahkan, tanpa campur tangan pemerintah, masyarakat kini bisa menjual minyak jelantah ke pengepul dengan harga bervariasi, bahkan hingga Rp 6.500 per liter. Insentif yang ada seharusnya dapat mendorong masyarakat berlomba-lomba mengumpulkan minyak jelantah, namun informasi yang sampai ke masyarakat masih minim.
Meski menghadapi banyak tantangan, Indonesia telah mengekspor minyak jelantah ke beberapa negara di Asia, Eropa, bahkan Afrika dalam beberapa tahun terakhir. Nilai ekspor minyak jelantah pun bervariasi, mulai dari $0,6/kg hingga $1,6/kg. Selain itu, jumlah ekspor minyak bekas dari Indonesia ke negara pengimpor nampaknya tidak stabil setiap tahunnya. Nilai dan volume ekspor yang tidak stabil dapat mengindikasikan bahwa jadwal penjualan masih berupa penjualan yang terputus-putus. Hal ini menciptakan ketidakpastian bagi produsen dan eksportir minyak goreng.
Pembangunan dalam negeri, juga kepemilikan internasional
Keamanan pasokan minyak jelantah dapat dicapai dengan mendukung pengembangan industri minyak jelantah di Indonesia. Diperlukan koordinasi antar kementerian dan lembaga, serta industri dan asosiasi untuk mengedepankan edukasi rutin mengenai minyak jelantah, pembentukan sistem pengumpulan yang lebih efisien, dan pembentukan skema insentif yang menarik bagi rumah tangga, industri penghasil minyak bekas, dan pengepul barang bekas. minyak . Dalam pembiayaan, sejak diterapkannya penerapan Nilai Ekonomi Karbon pada sektor ketenagalistrikan, maka dana yang terkumpul dapat segera dikelola dan disalurkan kepada sektor-sektor terbarukan yang membutuhkan, salah satunya adalah insentif program oli bekas.
Dari sisi permintaan, ketidakpastian dapat diatasi dengan meningkatkan permintaan minyak jelantah dalam negeri melalui pengembangan industri berbasis bio berbahan dasar minyak jelantah. Kementerian Koordinasi Kemaritiman dan Investasi (Kemenkomarves) telah menerbitkan dokumen pedoman target bauran SAF yaitu 1% pada tahun 2027 dan meningkat menjadi 50% pada tahun 2060. Artinya, industri minyak goreng yang dijadikan bahan baku harus dikembangkan. sesuai dengan kebutuhan internal SAF akan terus berkembang.
Kebutuhan internasional SAF juga harus diperhitungkan. Menurut perkiraan Wood Mackenzie, negara-negara Asia berpotensi menjadi pemasok SAF untuk kebutuhan Eropa di masa depan. Namun surplus neraca SAF Indonesia diperkirakan mendekati nol. Faktanya, terdapat potensi kebutuhan yang sangat besar bagi bandara-bandara Eropa yang memerlukan 2% SAF pada tahun 2025 dan terus meningkat hingga 70% SAF pada tahun 2050.
Dengan posisi Eropa saat ini sebagai importir minyak goreng dari negara-negara Asia yang diolah menjadi SAF, besar kemungkinan volume minyak goreng dan SAF yang dibutuhkan Eropa dari Asia akan semakin meningkat di masa depan. Dengan demikian, negara-negara Asia seperti Singapura yang diprediksi mengalami surplus produksi SAF berpotensi besar menguasai pasar internasional. Potensi ini tidak boleh diabaikan oleh Indonesia ketika melakukan perencanaan jangka panjang.
Pengembangan industri minyak jelantah diharapkan dapat menjadi salah satu langkah strategis pemerintah Indonesia untuk mendukung transisi energi dan meningkatkan perekonomian nasional. Saat ini, langkah-langkah transisi energi seringkali merupakan proyek besar yang tidak melibatkan masyarakat awam dan sebagian besar hanya diketahui oleh kalangan industri dan pemerintah. Namun kesadaran akan nilai ekonomi minyak jelantah diharapkan dapat mendorong partisipasi masyarakat untuk dapat berkontribusi kepada negara melalui langkah-langkah kecil; mengelola minyak jelantah menjadi energi terbarukan.
(ra/ra)