berita aktual PPN 12% Berlaku 2025, Rakyat Sudah Jatuh Tertimpa Tangga!

Jakarta, ILLINI NEWS – Wakil Direktur Institute for Economic Development and Finance (Indef) Eko Listianto mengatakan pemerintah lupa akan potensi krisis ketika bersikeras menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12% pada Januari 2025.

Eko mengatakan, hal ini karena perekonomian masyarakat Indonesia jelas berada dalam tekanan, tercermin dari daya beli yang turun tajam, deflasi berturut-turut dalam lima bulan terakhir, dan pertumbuhan ekonomi yang selalu berada di bawah 5%.

“PPN 12% saat perekonomian lemah ibarat terjatuh dari tangga,” kata Eko dalam seminar nasional proyeksi perekonomian Indonesia tahun 2025 di Jakarta, Kamis (12/11/2024).

Seperti diketahui, lemahnya daya beli masyarakat hanya tercermin dari pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada tiga triwulan tahun ini yang tumbuh di bawah 5%. Jumlahnya hanya 4,91% pada triwulan I 2024, triwulan II 4,93%, dan triwulan III 4,91%.

Akibatnya, aktivitas ekonomi tahunan Indonesia hanya tumbuh sebesar 4,95% pada Q3 2024, turun dibandingkan tingkat pertumbuhan Q3 2023 sebesar 5,05%. Pertumbuhan 4,95% tersebut juga lebih rendah dibandingkan Malaysia yang tumbuh 5,34% dan Vietnam yang masih mampu tumbuh 7,4%.

“Dan yang lebih penting, di manakah sensitivitas pembuat kebijakan terhadap situasi ekonomi?” “Di manakah pejabat yang ahli ekonomi dan tidak mengetahui bahwa perekonomian sedang melambat?”

Dikatakan Eko, sebenarnya tidak sulit untuk menunda kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen pada tahun 2025, meski diwajibkan dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan atau Undang-Undang tentang Tata Cara Administrasi. Padahal, tidak perlu menggunakan peraturan pemerintah dibandingkan undang-undang.

“Dan yang terburuk, undang-undang yang berkaitan dengan politik dapat berubah dengan cepat, dan undang-undang yang berdampak pada banyak orang, perekonomian, sangat sulit,” kata Eco.

“Jadi sebetulnya kalau pemerintah menilai situasi masyarakat saat ini kurang baik kenapa tidak ditunda saja, ada jalan, tergantung kemauan politik saja. Padahal kita tahu tujuan PPN dan PPnBM itu memang benar. besar, Rp 945 triliun, jauh lebih banyak dari target tahun ini,” tegasnya.

Komisi

Hal itu disampaikan Wakil Ketua Komisi KSI Dolfi Dolfi Othniel Fredrik Palit kepada wartawan pada Rabu malam (20 November 2024). Dolfie bahkan memperbolehkan penurunan tarif PPN jika masih dalam rentang yang telah ditentukan, yakni 5-15%.

“UU perpajakan tidak perlu diubah. Karena undang-undang sudah memberikan amanah kepada pemerintah. Kalau mau turunkan tarifnya bisa, tapi minta persetujuan DPR,” jelasnya.

Pada masa pemerintahan sebelumnya, Komisi KSI mempertanyakan rencana penerapan PPN 12%. Saat itu, Menteri Keuangan Sri Muliani Indrawati menilai keputusan PPn sebaiknya menunggu pelantikan Prabov Subjant sebagai Presiden.

Menurut Dolphy, pergantian pemerintahan tidak menunjukkan tanda-tanda perubahan aturan. Sedangkan tambahan penerimaan dari kenaikan PPN dimasukkan ke dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).

“Nah, sampai saat ini mungkin belum ada instruksi baru dari Presiden mengenai hal ini. Karena kalau diturunkan, katakanlah 11 persen, pemerintah akan kehilangan pendapatan sekitar Rp50 triliun,” jelasnya. (arj/mij) Simak video di bawah ini: Video: Warga RI Berhak Mendapatkan Pelayanan Kesehatan Unggul Dikenakan GST 12%? Artikel berikutnya Video: Jika dinaikkan menjadi 12%, tarif PPN RI akan menjadi yang tertinggi di ASEAN

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *