Jakarta ILLINI NEWS – Dunia e-commerce Indonesia kembali dihebohkan dengan potensi masuknya aplikasi belanja online asal China, Temu.
Aplikasi yang dianggap sebagai “pembunuh” UKM ini telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan pemerintah dan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UKM) di Tanah Air. Apa itu majelis?
Temu, yang merupakan anak perusahaan raksasa e-commerce Tiongkok PDD Holdings (perusahaan induk Pinduoduo), telah menarik perhatian global dengan strategi pemasarannya yang agresif dan harga yang sangat kompetitif.
Diluncurkan pada September 2022, Temu berhasil menjangkau 50 juta pengguna aktif bulanan di AS hanya dalam waktu satu tahun, melampaui TikTok Shop yang membutuhkan waktu lebih lama untuk mencapai angka yang sama. Bahaya berkumpulnya massa mengancam potensi UMKM Indonesia
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi mengungkapkan kekhawatirannya terhadap kemungkinan Temu masuk ke Indonesia.
“Itu (aplikasi) berbahaya. Makanya kita pantau, tidak bisa (masuk ke Indonesia),” tegas Budi. Menurutnya, kehadiran Temu dapat merugikan banyak pihak, khususnya UKM di Indonesia.
Apa yang membuat Temu begitu khawatir? Direktur Jenderal Smesco Indonesia Wientor Rah Mada menjelaskan Temu menerapkan model bisnis yang sangat berbeda dengan e-commerce konvensional. Penutupan rantai pasokan komersial
“Rapat itu aplikasi jahat China, kalau dibiarkan masuk (negara kita), pasti UMKM kita mati. Barang-barang ini langsung dari pabrik di China, jadi tidak ada penjual, reseller, dropship, dan tidak ada afiliasinya. . Jadi tidak ada komisi yang berjenjang seperti situs e-commerce lainnya,” kata Wientor.
Strategi penetrasi pasar Temu yang paling mengejutkan adalah dengan memberikan subsidi harga yang sangat tinggi, hingga mencapai 100% di beberapa negara.
Artinya pengguna hanya perlu membayar biaya pengiriman untuk menerima produk. Praktek ini terbukti berhasil di pasar Amerika dan Eropa, dimana Temu berhasil menarik jutaan pelanggan dalam waktu singkat.
Wientor curiga produk yang dijual ke Temu kemungkinan besar adalah barang yang tidak laku di pasar China.
Hipotesis kami yang dijual di Temu adalah barang yang disimpan atau barang yang tidak dijual di China, kemudian dibuang ke negara lain karena situasi perekonomian di China saat ini ditandai dengan kelebihan barang, jelasnya. Pertemuan tersebut berpotensi memicu PHK massal
Kekhawatiran terhadap dampak Temu terhadap UKM Indonesia bukan tanpa alasan. Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki menegaskan potensi kerugian yang mungkin ditimbulkan oleh platform seperti Temu.
“Yang kita pikirkan adalah dampaknya terhadap UMKM karena kalau misalnya dari produsen ke produsen langsung ke konsumen, harganya akan sangat murah sehingga barang konsumsi yang diproduksi secara lokal oleh perusahaan UMKM dan industri manufaktur kita tidak akan mampu. bertanding,” kata Teten.
Lebih lanjut, Teten mengingatkan masuknya Temu dapat memicu gelombang PHK di sektor UKM dan industri manufaktur. Artinya akan terjadi PHK yang dampaknya sangat besar, imbuhnya. Pemerintah mengambil tindakan preventif dengan membatasi pertemuan
Untuk menghindari ancaman dari aplikasi seperti Temu, pemerintah Indonesia telah mengambil tindakan pencegahan.
Kementerian Perdagangan mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2023 yang memisahkan definisi antara media sosial dan e-commerce serta mewajibkan perusahaan e-commerce asing untuk mendirikan kantor perwakilan di Indonesia.
Selain itu, aturan tersebut juga membatasi nilai maksimum transaksi lintas batas negara hingga 100 dolar AS.
“Ini sebenarnya sebagai cara untuk mengekang atau memastikan inovasi ini tidak berdampak langsung terhadap perekonomian kita,” jelas Wakil Deputi Koperasi dan UKM, Herfan Brilianto Mursabdo.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) pun membenarkan telah memblokir aplikasi Temu asal China karena tidak mau mematuhi peraturan Indonesia dan dapat mematikan UKM lokal.
“Penerapan TEMU dari segi model bisnisnya jelas tidak sesuai dengan regulasi yang ada di Indonesia, baik dari sisi perdagangan maupun ekosistem UMKM yang perlu kita jaga dan jaga,” ujar Direktur Utama Informasi Publik dan Komunikasi (Dirjen IKP) Kominfo Prabunindya Revta Revolution, dalam keterangan resminya, dikutip Senin (14/10/2024).
Namun, beberapa pihak khawatir bahwa peraturan yang ada mungkin tidak cukup untuk mengekang ekspansi agresif Temu.
Pengawas ekonomi digital Institut Teknologi Bandung Nizam Burhanuddin mengingatkan Temu mungkin akan menemukan celah hukum untuk memasuki pasar Indonesia.
“Kita perlu waspada karena Temu memiliki sumber daya yang besar dan tim hukum yang andal. Mereka mungkin akan mencoba berbagai cara untuk masuk ke Indonesia, termasuk bermitra dengan perusahaan lokal atau mengakuisisi platform yang sudah ada,” kata Nizam kepada ILLINI NEWS.
Terlepas dari kontroversi yang melingkupinya, aplikasi Temu menunjukkan betapa dinamis dan kompetitifnya lanskap e-commerce global.
Bagi Indonesia, tantangan ke depan adalah bagaimana menyeimbangkan keterbukaan terhadap inovasi dan perlindungan terhadap kepentingan perekonomian negara, khususnya sektor UKM, yang merupakan tulang punggung perekonomian negara.
Berkat berbagai upaya yang dilakukan pemerintah dan kesadaran masyarakat akan pentingnya mendukung produk lokal, diharapkan UKM Indonesia dapat terus berkembang dan bersaing di era ekonomi digital yang semakin kompetitif.
RISET ILLINI NEWS (tsn/tsn) Simak video di bawah ini: Prabowo: Hilirisasi mutlak, tidak bisa ditawar!