Jakarta, ILLINI NEWS – Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) mengungkapkan pemerintah akan berkunjung ke Amerika Serikat (AS) untuk menyelidiki tuduhan Departemen Tenaga Kerja AS tentang praktik kerja paksa di bidang pengolahan nikel atau nikel. program pemuliaan dan pemuliaan Indonesia.
Septian Hario Seto, Wakil Direktur Investasi dan Pertambangan Kementerian Koordinator Kelautan dan Perikanan, mengatakan pihaknya akan “terbang” ke Amerika Serikat untuk bertemu dengan departemen tenaga kerja Negeri Paman Sam dan memberikan penjelasan. , serta permintaan klarifikasi atas tudingan program “kebanggaan” Presiden RI Joko Widodo.
“Kalau kita dengar tuduhan, berarti paspornya dirampas dan mereka tinggal di kompleks, di pesantren, di tempat berbeda. Saya pikir ini adalah satu hal yang perlu kita klarifikasi. Rencananya kami akan ke Amerika bertemu dengan Kementerian Tenaga Kerja untuk menanyakannya secara terpisah dan memberikan penjelasan,” jelas Seto kepada ILLINI NEWS dalam program Mining Zone, Rabu (16 Oktober 2024).
Seto mengatakan partainya akan berangkat ke Amerika setelah terbentuknya pemerintahan resmi era Prabowo-Gibran. Pihaknya saat ini sedang melakukan negosiasi dengan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) RI terkait tudingan AS tersebut.
Seto mengatakan, tudingan AS terhadap Indonesia secara khusus menyasar para pekerja asing asal Tiongkok yang diyakini hanya mendapat akomodasi asrama.
“Saya juga menyukai Kementerian Tenaga Kerja bersama teman-teman saya. Tapi kalau kita selidiki, mungkin kita harus cek alasan mereka (tenaga kerja China perantauan) menginap di apartemen itu,” jelasnya.
Pasalnya, lanjut Seto, kemampuan para pekerja Tiongkok dalam berkomunikasi dalam bahasa tersebut terbatas sehingga mereka ditempatkan di lingkungan yang sama.
“Jadi ya, mungkin supaya terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, mereka ditempatkan di sini. Tapi saya kira karena hak dan semuanya, saya kira tidak ada indikasi kalau itu kerja paksa,” tegasnya.
Seto mengatakan industri nikel Indonesia mempekerjakan hingga 100.000 orang. orang dan dianggap tidak mungkin 100.000 orang ini menjadi pekerja paksa.
Bahkan, Seto menyebut Organisasi Buruh Internasional (ILO) sendiri melakukan kunjungan lapangan ke program pemurnian nikel di Indonesia dan terbukti tidak ada tanda-tanda kerja paksa dalam program tersebut.
“Dan saya kira kita tidak perlu bereaksi berlebihan, kita perlu bereaksi secara terukur, jelaskan dengan baik bagaimana situasinya,” ujarnya.
Kronologi Dakwaan AS
Amerika Serikat (AS) melontarkan tuduhan serius soal penjualan nikel di Indonesia. Negeri Paman Sam bahkan menuding proyek kebanggaan pemerintahan Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi) itu melakukan praktik kerja paksa.
Pernyataan tersebut pertama kali muncul ketika Asisten Menteri Tenaga Kerja AS untuk Urusan Perburuhan Internasional Thea Lee membahas peningkatan jumlah pekerja anak dan kerja paksa di sektor ekstraksi mineral di berbagai negara.
Ia mencontohkan negara-negara seperti Republik Demokratik Kongo, Zambia, Zimbabwe dan Bolivia yang diketahui menggunakan pekerja anak untuk menambang mineral seperti kobalt, tembaga, dan timah.
“Anak-anak di Republik Demokratik Kongo, Zambia, Zimbabwe, dan Bolivia menambang mineral penting seperti kobalt, tembaga, litium, mangan, tantalum, timah, tungsten, dan seng,” ujarnya dalam laman resmi AS. Kementerian Luar Negeri, kutipan Jumat (11 Oktober 2024).
“Mereka bekerja keras di pertambangan skala kecil, melakukan tugas-tugas berbahaya seperti menggali terowongan, membawa beban berat dan menangani zat beracun,” tambahnya.
Selain itu, Indonesia juga dituding turut andil dalam meningkatnya kerja paksa, terutama terkait produk nikel yang diolah di dalam negeri.
Ia mengklaim pemurnian nikel di Indonesia juga mencemari rantai pasok global karena diduga disebabkan oleh eksploitasi pekerja. Selain Indonesia, China juga menjadi sorotan karena dugaan serupa terkait rantai pasok aluminium dan polisilikon.
“Kerja paksa mencemari rantai pasokan mineral penting lainnya, seperti aluminium dan polisilikon dari Tiongkok, nikel dari Indonesia, serta kobalt, tantalum, dan timah dari Republik Demokratik Kongo,” kata Lee.
Selain itu, Lee juga menuduh adanya pelanggaran hak-hak pekerja di Indonesia, antara lain lembur berlebihan, pekerjaan tidak aman, penundaan pembayaran gaji, dan ancaman kekerasan.
“Pekerja menghadapi pelanggaran-pelanggaran seperti lembur yang berlebihan dan tidak disengaja, pekerjaan yang tidak aman, upah yang tidak dibayar, denda, pemecatan, ancaman kekerasan dan ijon,” imbuhnya.
Ia memperkirakan peningkatan kerja paksa di berbagai negara, termasuk Indonesia, disebabkan oleh permintaan global akan sumber energi terbarukan, yang beberapa komponen dasarnya dihasilkan dari ekstraksi sumber daya mineral.
“Bagaimana kita menyeimbangkan kebutuhan mendesak akan energi bersih dengan perlindungan pekerja yang rentan? Bisakah kita memastikan bahwa jalan kita menuju masa depan yang lebih berkelanjutan tidak diawali dengan eksploitasi pekerja?”
(wi/wi) Tonton video di bawah ini: Video: “Kampanye hitam” mengancam rendahnya harga nikel. Apa yang akan dilakukan pemerintah? Berita berikutnyaAS Tuding Nikel RI Lakukan Kerja Paksa, Bahlil Teriak…