JAKARTA, ILLINI NEWS – Meski pemilu AS dinantikan pasar, pelemahan rupiah terpantau pada pekan ini akibat penguatan dolar AS dan kebijakan moneter The Fed.
Menurut Refinitiv, mata uang Garuda ditutup pada level Rp/US$15.715 pada perdagangan Jumat 11 Januari 2024. Dalam sehari rupiah direvisi naik 0,16%, dan dalam sepekan terjadi depresiasi 0,51%.
Pelemahan sepanjang pekan ini membuat rupee masih berada di zona merah selama dua pekan berturut-turut.
Nilai tukar rupiah akhir-akhir ini semakin fluktuatif akibat tekanan tinggi yang ditimbulkan oleh kuatnya indeks dolar AS (DXY).
Pantauan ILLINI NEWS, DXY sempat berada di teritori positif selama lima pekan hingga penutupan Jumat 10 Januari 2024 dengan DXY menguat 0,41% ke 104,31. Posisi tersebut setara dengan level tertinggi sejak 1 Agustus 2024, hampir dua bulan lalu.
Penguatan dolar AS yang semakin kuat mencerminkan preferensi pelaku pasar terhadap aset konservatif atau aman di tengah ketidakpastian menjelang pemilihan presiden AS dan pengumuman kebijakan moneter The Fed pada 7 November.
Di Korea, nilai tukar rupiah juga cenderung melemah di tengah rendahnya inflasi yang tercatat pada Oktober 2024.
Inflasi bulanan sebesar 0,08% (mtm) disebabkan oleh kenaikan bahan baku pangan, terutama emas perhiasan, garnish, dan minyak goreng.
Hal ini memberikan tekanan pada rupiah dan juga dipengaruhi oleh ekspektasi pasar terhadap tekanan harga dalam negeri.
Amalia A. Widyasanti, Plt Direktur Badan Pusat Statistik, mengungkapkan inflasi Oktober mengakhiri tren deflasi yang berlangsung selama lima bulan berturut-turut.
Dengan inflasi tahunan sebesar 1,71% dan inflasi tahun kalender sebesar 0,82% (year-to-date), pasar menjadi lebih berhati-hati terhadap kemungkinan kenaikan harga di masa depan, terutama di sektor pangan. Inflasi tercatat di 28 dari 38 provinsi di Indonesia pada bulan Oktober; angka tertinggi terjadi di Maluku sebesar 0,65%.
Sedangkan Maluku Utara mencatat deflasi terdalam sebesar 1,65%. Konsensus pasar yang dihimpun ILLINI NEWS sebelumnya memperkirakan inflasi moderat sebesar 0,03%, namun realisasi angka yang lebih tinggi menimbulkan kekhawatiran rupiah akan melemah di masa depan.
Risiko inflasi dalam negeri akibat kenaikan harga pangan dan inflasi inti di pasar dinilai masih akan mempengaruhi stabilitas nilai tukar rupee.
Survei ILLINI NEWS (tsn/tsn) Simak video di bawah ini: Prabowo: Pasti Sisi Negatifnya, Tak Bisa Ditawar!