1. Keputusan BI terus berdampak pada pasar keuangan.2. Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) surplus setelah defisit 3. AS akan merilis PMI manufaktur malam ini.
JAKARTA, ILLINI NEWS – Pasar keuangan Indonesia, Indeks Harga Saham Terpadu (IHSG), dan rupiah melemah bersamaan pada perdagangan kemarin, Kamis (21/11/2024) Pasar keuangan Indonesia melemah pasca Bank Indonesia (BI memutuskan melakukan reset). tingkat bunga standar.
Namun, besok akan banyak emosi baik di dalam maupun luar negeri. Rincian lebih lanjut mengenai sentimen dan prakiraan pasar saat ini dapat ditemukan di halaman 3 artikel ini, dan investor dapat melihat agenda pertemuan serta pengungkapan yang diperlukan baik secara domestik maupun internasional hari ini di halaman 3 artikel ini
Pada Kamis (21/11/2024), IHSG ditutup melemah 0,55% di level 7.140,91. IHSG kembali menyentuh level psikologis 7.200 pada perdagangan sesi pertama kemarin tingkat. Psikologi 7.100
Nilai transaksi indeks pada perdagangan kemarin mencapai sekira Rp9,7 triliun, termasuk 16,9 miliar saham yang berpindah tangan sebanyak 1,1 juta kali. Sebanyak 231 saham menguat, 316 saham melemah, dan 244 saham stagnan.
Di sektor industri Sektor barang konsumsi menjadi penghambat terbesar IHSG pada akhir perdagangan kemarin, yakni sebesar 0,92%.
Sementara dari sisi saham, indeks IHSG didominasi oleh emiten bank berpengalaman: PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) sebesar 14,7 poin indeks, disusul PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) sebesar 11,6 poin indeks, dan PT Bank Mandiri.(Persero)Tbk (BMRI) 6,7 poin indeks
Usai awal sesi perdagangan kemarin, IHSG kembali lesu. Bahkan, IHSG kembali ke level psikologis 7.200 pada sesi 1. Sayangnya, pada sesi 2, kekuatan IHSG mulai terpuruk hingga akhirnya ditutup kembali ke zona merah.
IHSG membaik pada perdagangan kemarin. Di tengah sentimen investor yang masih membebani keputusan Bank Indonesia (BI) untuk mereset suku bunga acuan, BI kemarin memutuskan untuk kembali mempertahankan suku bunga acuan atau BI rate pada angka 6%.
Diketahui, suku bunga BI juga akan tetap di angka 6% pada Oktober 2024. Suku bunga 6% ini sudah terjadi sebanyak 3 kali yaitu September, Oktober, dan November 2024. Sedangkan selama Agustus 2024, suku bunga BI tetap di angka 6,25. .
Saat menukar ke rupiah Rupiah terdepresiasi 0,38% ke Rp 15.920/US$, seperti dilansir Refinitiv pada akhir perdagangan Kamis (21/11/2024). $ hingga Rp 15.880/US$
Pelemahan rupiah pada perdagangan kemarin didukung oleh sentimen pasar menyusul hasil rapat Dewan Gubernur (RDG) dimana BI kembali mempertahankan suku bunga di angka 6%.
Keputusan tersebut diumumkan oleh Gubernur BI Perry Varzio yang bertujuan untuk menjaga inflasi terkendali sesuai target yang ditetapkan pemerintah sebesar 2,5 plus minus 1% pada tahun 2024 dan 2025 serta mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Perry menyampaikan komitmen kebijakan moneter untuk memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah terhadap dampak meningkatnya ketidakpastian geopolitik dan perekonomian global. Termasuk perkembangan politik di Amerika Serikat.
Selain itu, Gubernur BI Perry Warzio juga mengatakan pihaknya akan menjadi pendukung pasar untuk menarik masuknya modal asing.
Apalagi, kemarin Kamis (21/11/2024) BI merilis data transaksi berjalan triwulan III 2024 yang mengalami defisit sebesar USD 2,2 miliar (0,6% PDB). PDB) pada kuartal kedua tahun 2024. Rilis ini menandai defisit kuartal keenam berturut-turut.
Defisit transaksi berjalan berdampak negatif terhadap perekonomian negara.
Sebagai informasi, transaksi saat ini merupakan gambaran nyata aliran uang melalui sektor tersebut.
Hal ini terjadi meskipun transaksi di sektor bisnis riil cukup panjang. Namun tidak mudah untuk masuk dan keluar dengan cepat. Berbeda dengan sektor keuangan seperti saham yang investornya bisa menarik modalnya dari Indonesia dalam sekejap.
Sekaligus dari pasar obligasi Indonesia Yield Treasury 10-tahun dilaporkan meningkat 0,14% menjadi 6.990 dari perdagangan sebelumnya pada Kamis (21/11/2024). Kuatnya imbal hasil obligasi menandakan pelaku pasar mulai meninggalkan Surat Berharga Negara (SBN). melemahnya imbal hasil obligasi mengindikasikan pelaku pasar kembali melakukan akumulasi Surat Berharga Negara (SBN).