Sebagian besar pasar keuangan tanah air menarik, dengan IHSG kembali menguat kemarin, sementara rupiah kembali ditutup di Wall Street karena kekhawatiran pasar terhadap informasi keuangan. Pemain akan dilepas setelah rilis data inflasi AS dan kemungkinan penutupan bursa saham Indonesia.
Jakarta, ILLINI NEWS – Pasar keuangan Indonesia kembali mixed pada perdagangan Selasa (12/10/2024), dimana Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pulih, sedangkan rupiah menunjukkan loyalitas.
IHSG menutup perdagangan kemarin turun 0,21% menjadi 7.453,29. Pada perdagangan kemarin, IHSG relatif mudah memasuki zona koreksi. Namun pada penutupan perdagangan kemarin, IHSG melemah. IHSG masih berada di level psikologis 7.400.
Nilai perdagangan IHSG kemarin mencapai sekitar Rp 15,6 triliun, sekitar 24 miliar saham berpindah tangan sebanyak 1,4 juta kali. Total ada 259 saham menguat, 311 saham melemah, dan 228 saham stabil.
Dari segi sektor, sektor minyak mentah menjadi penopang utama sebesar 1,98%. Saat ini, konglomerat Prajogo Pangestu produsen energi terbarukan (EBT), PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN), menjadi sponsor utama hingga angka 4,8.
Investor asing kembali masuk ke pasar saham Indonesia. Namun jumlahnya kecil. Asing mencatatkan penjualan bersih (net sell) sebesar Rp 84,26 miliar di seluruh pasar, dengan rincian penjualan bersih Rp 50,01 miliar di pasar umum dan penjualan bersih Rp 34,25 miliar di pasar uang dan diskusi.
Kini gerakan ini berkumpul kembali di kawasan Asia-Pasifik. Indeks KOSPI Korea Selatan yang turun beberapa hari lalu, mulai naik kemarin, menjadi yang tercepat di kawasan Asia-Pasifik.
Berikut pergerakan IHSG dan Asia Pasifik pada perdagangan Selasa lalu.
Sementara itu, rupiah terlihat stabil terhadap dolar AS pada perdagangan kemarin. Berdasarkan data Refinitiv, rupiah pada perdagangan kemarin ditutup pada level Rp 15.860/US$ di pasar spot, namun masih stabil.
Sementara itu, sebagian besar mata uang di Asia melemah. Dolar Taiwan mengalami koreksi terparah kemarin.
Menyusul pergerakan rupiah dan dolar Asia di pasar Selasa kemarin.
Untuk Pasar Nasional (SBN), perdagangan kemarin melemah dibuktikan dengan pertumbuhan produknya.
Yield SBN 10-tahun, yang menjadi patokan SBN negara, naik 0,5 basis poin (bps) menjadi 6,921%, menurut data Refinitiv.
Hasil panen berbanding terbalik dengan harga, sehingga peningkatan hasil menunjukkan kelemahan harga relatif, dan sebaliknya. Tarif dasar sama dengan 1/100 dari 1%. Ketika suku bunga naik, itu tandanya investor membuang SBN.
IHSG menyoroti meskipun kinerja pasar saham Indonesia hari ini terganggu oleh perlambatan ekonomi global, namun lebih banyak data perdagangan Tiongkok yang menunjukkan tren positif dan data lokal menunjukkan penurunan produksi pangan.
Dari perspektif global, volume perdagangan Tiongkok meningkat menjadi $97,44 miliar pada November 2024, dibandingkan dengan $69,45 miliar pada periode yang sama tahun lalu, dan melampaui ekspektasi AS sebesar $95 miliar.
Penurunan ekspor dari 12,7% di bulan Oktober menjadi 6,7% (year-on-year) dan penurunan impor sebesar 3,9% menunjukkan adanya pelemahan.
Penurunan inflasi yang lebih kuat dari perkiraan mencerminkan dampak tekanan tarif yang diberlakukan AS dan terbatasnya stimulus terhadap perekonomian Tiongkok.
Sebagai mitra dagang utama Indonesia, lemahnya perdagangan Tiongkok berdampak pada pasar saham global, termasuk ekspor Indonesia. Komoditas seperti batu bara dan minyak sawit (CPO), yang merupakan ekspor utama Indonesia, berisiko mengalami penurunan permintaan.
Hal ini disebabkan karena neraca perdagangan Tiongkok dengan Amerika Serikat meningkat menjadi $34,9 miliar dari bulan sebelumnya sebesar $33,5 miliar, sehingga dapat meningkatkan hubungan perdagangan kedua negara besar tersebut.
Dari sisi domestik, penjualan ritel Indonesia tercatat lesu, tumbuh 1,5% (yoy) pada Oktober 2024, melambat dibandingkan kenaikan pada bulan sebelumnya sebesar 4,8%.
Pertumbuhan ini merupakan yang paling lambat sejak bulan Januari dan mencerminkan terbatasnya daya beli konsumen. Penurunan ini disebabkan oleh penurunan penjualan makanan yang hanya naik menjadi 3,3% dari 6,9% di bulan September, sedangkan penjualan informasi dan komunikasi mencatat penurunan yang lebih tajam yaitu lebih dari -25,1%.
Di sisi lain, bahan bakar dan suku cadang mobil mencatat kenaikan masing-masing sebesar 9,3% dan 8,8%. Untuk bulan November, pertumbuhan penjualan ritel diperkirakan meningkat menjadi 1,7%.