Jakarta, ILLINI NEWS – Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melemah sepanjang pekan terakhir tahun 2024 dan ditutup pada level Rp 16.230/US$ pada Jumat (27/12/2024). Selama sepekan, rupiah terkoreksi 0,25% dari posisi penutupan pekan sebelumnya di Rp16.185/US$.
Pergerakan mingguan ini menunjukkan tekanan yang terus berlanjut terhadap mata uang Garuda di tengah gejolak pasar global dan domestik.
Refinitiv melaporkan, rupiah pada pekan lalu berfluktuasi, terendah Rp 16.255/US$ dan tertinggi Rp 16.170/US$. Tekanan terhadap rupee tak lepas dari menguatnya indeks dolar AS (DXY) yang menguat 0,3% ke level 108,19 pada pekan ini.
Penguatan dolar AS dipicu oleh data ekonomi AS yang terus menunjukkan ketahanan, bahkan ketika pasar tenaga kerja mulai menunjukkan tanda-tanda perlambatan, dengan klaim pengangguran yang terus menerus mencapai 1,91 juta, yang terbesar dalam tiga tahun terakhir.
Ketegangan geopolitik juga menjadi salah satu faktor yang menghambat penguatan rupee. Konflik antara Pakistan dan Afghanistan telah menimbulkan kekhawatiran terhadap stabilitas regional, sehingga meningkatkan risiko pasar di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
Selain itu, pertumbuhan ekonomi AS yang diproyeksikan akan solid hampir 3% pada tahun 2024 semakin mendukung dominasi dolar AS di pasar internasional.
Di dalam negeri, libur panjang Natal dan Tahun Baru (Nataru) juga membatasi volume perdagangan. Aktivitas pasar yang cenderung lemah karena rendahnya transaksi juga menjadi kendala penguatan rupee. Bank Indonesia (BI) mencatat perputaran uang tunai saat Natal meningkat 2,56% dibandingkan tahun lalu menjadi Rp 133,7 triliun.
Namun kenaikan tersebut dinilai belum cukup memberikan sentimen positif bagi rupee mengingat tekanan eksternal yang lebih dominan.
Selain itu, kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) dan beban ekonomi lainnya memberikan tekanan pada daya beli masyarakat. Hal ini membayangi prospek penguatan rupee dari sektor konsumen, meskipun aktivitas pariwisata diperkirakan akan meningkat tajam selama musim liburan akhir tahun.
Ke depan, pelaku pasar akan terus mencermati langkah kebijakan moneter The Fed yang terus mempertahankan suku bunga tetap tinggi, serta perkembangan geopolitik global yang mungkin mempengaruhi aliran modal ke emerging market.
Sementara itu, BI bersama otoritas terkait akan terus berupaya menjaga stabilitas nilai tukar melalui intervensi di pasar valuta asing dan komunikasi intensif dengan pelaku pasar untuk mengurangi kepanikan yang berpotensi semakin memberikan tekanan terhadap rupiah.
Riset ILLINI NEWS
(melekatkan)